Pemkot Surabaya Targetkan Keluar dari Zona Kuning Stunting pada 2024

Pemkot Surabaya Targetkan Keluar dari Zona Kuning Stunting pada 2024

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 03 Mar 2022 03:02 WIB
Rini Indriyani Ketua TP PKK Surabaya saat memberikan penjelasan tentang stunting.
Foto: Esti Widiyana
Surabaya - Pemkot Surabaya menargetkan penurunan prevalensi stunting secara bertahap hingga mencapai 17,03% pada 2024 mendatang. Menurut BKKBN RI, Surabaya saat ini masuk zona kuning stunting.

Berdasarkan data Pemkot Surabaya, angka prevalensi stunting di Surabaya 28,9%. Beberapa penyebabnya, masih ada masalah jamban dan sumber air yang dihadapi masyarakat.

Berdasarkan data Pemkot Surabaya, masalah jamban layak di Surabaya masih sebanyak 6,5%. Artinya, masih ada 6,5% warga yang masih menghadapi masalah jamban layak.

Selain itu, masih ada masyarakat di Surabaya yang memiliki masalah sumber air bersih sebanyak 0,3%.

Ketua Tim Penggerak PKK Rini Eri Cayadi mengatakan, target penurunan prevelensi stunting pada 2022 ini 25,35%, kemudian pada 2023 menjadi 21,20%, dan pada 2024 mendatang jadi 17,03%.

Rini mengatakan, untuk menekan angka stunting dan melakukan pencegahan, tidak cukup dengan asupan gizi seimbang untuk ibu hamil dan setelah anak lahir saja.

Program Keluarga Berencana (KB) dan sosialisasi kepada calon pengantin yang digerakkan TP PKK Pendamping Keluarga juga sedang digencarkan.

Saat ini Pemkot Surabaya fokus dengan Tim Pendamping Keluarga yang bergerak di kantor kelurahan dan kecamatan. Melalui tim itu, pemkot berharap angka stunting bisa menurun drastis.

"Bersama Tim Pendamping Keluarga ini kami melakukan berbagai penyuluhan. Karena stunting itu bisa terjadi saat kehamilan, kami bisa cegah, agar anak yang terlahir tidak stunting. Dengan adanya KB kami bisa menekan angka kematian ibu dan anak hingga stunting," kata Rini, Rabu (2/3/2022).

Sampai sekarang, masih banyak terjadi kehamilan ibu berisiko melahirkan anak stunting di Surabaya. Biasanya, kehamilan anak berisiko stunting terjadi pada kelahiran ketiga atau keempat. Karena itu, dia tekankan pentingnya KB untuk mencegah anak terlahir stunting dari hulunya.

"Jadi yang kami cegah bukan hanya stuntingnya, tapi yang juga kami cegah jangan sampai ada stunting baru di Surabaya," ujarnya.

Selasa (1/3/2022) lalu TP PKK Surabaya menerima penghargaan dari BKKBN pusat karena telah berkontribusi dalam Peningkatan Kesertaan Keluarga Berencana pada Kegiatan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi Bersama Mitra Kerja pada Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia Tahun 2021.

Penghargaan yang sudah dia dapatkan itu, kata Ketua TP PKK Rini, ke depan dia harap bisa memicu agar TP PKK bisa lebih baik lagi dan menjadi motivasi dalam menangani permasalahan stunting di Surabaya.

"Ini menjadi stimulus bagi kami, memacu lebih cepat lagi mengatasi stunting di Kota Surabaya, supaya angka stunting menurun. Matur nuwun (terima kasih) atas apresiasinya dan kami jadikan penyemangat supaya lebih baik ke depannya," ucapnya.

Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya, Tomi Ardiyanto mengatakan, pentingnya pencegahan stunting dari hulu dengan cara KB.

"Sebenarnya, KB itu kan untuk pengendalian penduduk, agar nantinya anak-anak yang terlahir itu berkualitas. Maka dari itu kita sosialisasikan terus, mulai manfaat dari alat kontrasepsi, seperti penggunaan kondom, intrauterine device (IUD), Metode Operasi Pria (MOP) dan Metode Operasi Wanita (MOW). Karena kontrasepsi itu sebenarnya untuk mengurangi beban hidup dari pasangan suami istri (pasutri) ke depannya, salah satunya mencegah anak terlahir stunting," kata Tomi.

Tomi menambahkan, pencegahan stunting melalui program KB di Surabaya sangat masif, bukan hanya kepada pasutri, akan tetapi juga kepada calon pengantin (catin).

Mengapa catin dan pasutri perlu mengikuti sosialisasi soal KB? Karena ketika anak berada di dalam kandungan hingga terlahir, orang tua harus paham terlebih dahulu tugas dan kewajibannya.

"Bukan hanya memahami soal tugas dan kewajiban sebagai orang tua saja, akan tetapi juga harus paham soal kewajiban dan hak-hak terhadap anak. Misalnya, hak anak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan dan sebagainya, nah itu orang tua harus tahu. Kalau catin dan pasutri paham soal itu, maka kejadian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berkurang dan stunting juga bisa berkurang," ujarnya.


(dpe/iwd)


Hide Ads