Pernah Berjaya di Masanya, Begini Nasib Pemancingan Janti Klaten Kini

Pernah Berjaya di Masanya, Begini Nasib Pemancingan Janti Klaten Kini

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Minggu, 06 Apr 2025 06:54 WIB
Dusun Mangun Suparnan, Desa Janti tempat pemancingan dan kuliner ikan. Foto diunggah Sabtu (5/4/2025).
Dusun Mangun Suparnan, Desa Janti tempat pemancingan dan kuliner ikan. Foto diunggah Sabtu (5/4/2025). (Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng)
Klaten -

Pada tahun 1980 sampai 1990-an, pemancingan Janti di Desa Janti, Kecamatan Polanharjo, Klaten menjadi ikon wisata dan kuliner ikan di Klaten. Saking ramainya, setiap hari libur jalanan desa menuju kawasan pemancingan Janti selalu macet.

Namun, suasana Pemancingan Janti saat ini sudah jauh berbeda. Masih banyak resto dan pemancingan di tempat itu. Namun pembelinya sudah tak seramai dulu.

"Dulu saat jaya -jayanya ada 50 lebih pemancingan. Hampir tiap rumah sini ada, lokasinya ya cuma di pekarangan sendiri-sendiri," ungkap Rubimin (67) warga Dusun Mangun Suparnan, Desa Janti kepada detikJateng, Kamis (20/3/2025) siang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diceritakan Rubimin, saat puncak kejayaan dari tahun 1985 sampai 1995 tiap akhir pekan dan hari libur pengunjung penuh. Saking penuhnya didatangi warga dari berbagai daerah, jalanan macet.

"Tiap libur jalan macet, menyeberang jalan kampung saja susah. Bahkan di gapura masuk kampung dijaga petugas," kata Rubimin yang juga pemilik pemancingan 44 itu.

ADVERTISEMENT

Menurut Rubimin, wisata kuliner ikan di kampungnya mengubah ekonomi masyarakat karena semua bekerja. Namun seiring waktu mulai 1997 wisata kuliner surut saat krisis moneter.

"Mulai krisis 1997 itu terjadi surut pengunjung. Setelah itu muncul pemancingan dengan tambahan kolam-kolam renang dan area permainan sehingga pengunjung memilih ke model baru itu," papar Rubimin.

Dusun Mangun Suparnan, Desa Janti tempat pemancingan dan kuliner ikan. Foto diunggah Sabtu (5/4/2025).Dusun Mangun Suparnan, Desa Janti tempat pemancingan dan kuliner ikan. Foto diunggah Sabtu (5/4/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Saat puncak kejayaan pemancingan, ungkap Rubimin, satu pemancingan bisa menghabiskan setengah sampai satu kwintal ikan air tawar lele dan nila tiap hari. Namun sejak surut sampai sekarang paling satu kilogram.

"Dulu itu berani persiapan sehari setengah kwintal sampai satu kwintal tapi sekarang satu kilogram saja menunggu. Tapi meskipun begitu pelanggan lama masih ada yang datang," jelas Rubimin.

"Pemancingan dengan kolam itu sebagian warga sini tapi banyak juga orang luar," imbuh Rubimin.

Warga lainnya, Suryani (72) menceritakan pemancingan Janti dirintis tahun 1980 an oleh almarhum Ahmad Subdi. Idenya berasal dari petugas pembenihan ikan milik pemerintah yang ada di utara dusun.

"Riyin (dulu) yang ngajari Mbah Ahmad Subdi insinyur perikanan. Mang gawe pemancingan, sambelke bawang wong kuta seneng (buatlah pemancingan buatkan sambal, dimasak, orang kota suka)," kata Suryani.

Ahmad Subdi saat itu langsung memberi contoh dengan membuat pemancingan itu sehingga semakin ramai pengunjung. Warga di sekitarnya kemudian mulai meniru dan ikut membuat usaha pemancingan.

Tapi kini, Pemancingan Janti sudah mulai sepi. Tempat itu sudah kehilangan predikatnya sebagai ikon wisata di Klaten.

"Sejak model pemancingan dengan kolam renang dan permainan anak, sini mulai sepi. Tapi ya masih ada yang buka meskipun jumlahnya tidak sebanyak dulu, pelanggan lama masih kesini," papar Suryani.

Pantauan detikJateng, lokasi wisata yang disebut pemancingan Janti sebenarnya ada di Dusun Mangun Suparnan. Dusun yang padat penduduk dengan air berlimpah itu kini masih menyisakan beberapa pemancingan.

Pemancingan tersebut berupa kolam ikan di pekarangan sekitar rumah. Di tepi kolam dibuat tempat makan lesehan dengan menggelar tikar tanpa kolam renang dan permainan anak karena lahan yang terbatas.

Kades Janti, Tri Prakoso mengatakan di masa jayanya pemancingan Janti ada 50-60 kolam. Namun sekarang hanya tinggal hitungan jari yang bertahan.

"Sekarang hanya hitungan jari, mungkin 10-15 lokasi saja dan tidak seramai dulu. Namun dari pemancingan Janti itu kemudian muncul pemancingan dengan kolam dan objek wisata air di desa-desa sekitar yang lebih ramai," ungkap Tri.




(aku/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads