Selain Umbul Pelem, mata air atau umbul di Klaten yang mengambil nama jenis pohon adalah Umbul Sigedhang. Mata air di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Klaten, itu kini menjadi objek wisata yang ramai dikunjungi.
Umbul Sigedhang terletak di Dusun Umbulsari, dusun paling utara dari Desa Ponggok. Jaraknya sekitar satu kilometer dari Umbul Ponggok yang nge-hits lebih awal.
Untuk menuju ke Umbul Sigedhang, bisa dijangkau dari kota Klaten maupun dari Jalan Jogja-Solo. Dari Jalan Jogja-Solo, sesampai di kota Kecamatan Delanggu, pengunjung bisa mengambil Jalan Delanggu-Polanharjo sejauh sekitar 5 kilometer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu sampai di simpang empat objek wisata Water Gong, langsung ambil arah Water Gong lurus ke utara sekitar 500 meter. Rindangnya pepohonan seperti beringin, sukun, mahoni, dan lainnya bakal menyambut pengunjung yang datang.
Harga Tiket Masuk
Untuk masuk cukup membayar tiket Rp 10.000, pengunjung mendapatkan free minuman air mineral kemasan. Kolam Umbul Sigedhang berukuran sekitar 30x20 meter dengan airnya yang jernih berkilauan.
Di dasar umbul dibiarkan tetap alami dengan bebatuan andesit dan pasir hitam. Anak atau dewasa tidak perlu khawatir karena kedalaman umbul itu hanya sekitar 1 meter.
Di sekitar kolam disediakan kursi dan tenda payung serta gazebo untuk pengunjung. Lapak pedagang berbagai menu makanan dan minuman juga tersedia.
Suasana di Umbul Sigedhang teduh karena rimbun pepohonan. Untuk menikmati kolam yang lebih dalam, pengunjung bisa ke mata air di sebelahnya yaitu Umbul Kapilaler tak jauh dari lokasi.
Digunakan Ritual Jago Lurah
Sadono (68) warga setempat mengatakan dulunya Umbul Sigedhang difungsikan untuk aktivitas masyarakat. Mulai mandi sampai kungkum (berendam) ritual menyepi.
"Digunakan juga untuk nyepi, untuk jago lurah atau pejabat. Dulunya banyak pohon pisang di sini dari sini sampai sana sehingga dinamakan Sigedhang atau pisang," ungkap Sadono kepada detikJateng di lokasi, Rabu (13/12/2023).
Menurut Sadono, dulunya umbul itu sepi di tengah sawah dan jarang didatangi. Oleh pemerintah kolonial Belanda kala itu, warga yang bersedia menempati wilayah bahkan itu diberi tanah.
"Yang mau di sini diberi tanah, jadi sekarang banyak yang punya tanah, di kampung malah tidak. Mata airnya di tengah itu, tapi digunakan untuk PDAM," tutur Sadono.
Umbul Sigedhang Klaten konon namanya diambil dari nama pohon pisang yang mengelilinginya. Airnya jernih dan diyakini untuk ritual. Foto: Achmad Husein Syauqi/detikJateng |
Partinem (88) warga setempat menceritakan Umbul Sigedhang itu dulu kecil ukurannya. Dulunya untuk menyepi laku prihatin orang dari banyak wilayah.
"Dulu untuk menepi, tapi tidak seramai ini. Dulu keliling ada pohon pisang, banyak, arcanya juga ada dulu tapi sekarang sudah hilang entah ke mana," kata Partinem kepada detikJateng.
Setelah digunakan untuk wisata, kata Partinem, warga ikut senang karena umbul itu banyak dikunjungi. Padahal wilayah umbul itu dulunya sepi dan tidak ada orang melintas.
"Dulunya sepi, ini kan sungai, tidak ada jalan. Sekarang ramai, banyak mobil masuk setiap hari," imbuh Partinem.
Ketua Pokdarwis Wanua Tirta Desa Ponggok, Triyono selaku pengelola menyatakan nama Umbul Sigedhang diambil dari sejarah banyaknya pohon pisang di lokasi. Dulunya lokasi itu hanya seperti sungai.
"Seperti sungai, alirannya itu menyatu dari dua mata air Umbul Sigedhang dan Kapilaler. 2015 itu masih seperti sungai, 2016 mulai narik pon (iuran sukarela) dan 2017 mulai ada Pokdarwis karena Ponggok dicanangkan desa wisata," kata Triyono kepada detikJateng.
Menurut Triyono, saat dirinya kecil Umbul Sigedhang masih ada beberapa arca tapi saat ini sudah hilang. Dulunya sering digunakan untuk menyepi tirakat.
"Dulunya untuk kungkum menyepi. 2018 awal ada MoU dengan PDAM Klaten, air sebagian diambil tetapi kita minta umbul dibangun dan 2018 akhir dibuka dan ramai pengunjung sampai 10.000 pengunjung (satu paket dengan Umbul Kapilaler)," terang Triyono.
Saat ini, papar Triyono, untuk satu paket Umbul Sigedhang dan Kapilaler dalam sehari bisa dikunjungi 350 orang, Sabtu dan Minggu bisa 1.500 orang. Satu bulan rata-rata ada 12.000 pengunjung.
"Satu bulan rata-rata bisa 12.000 pengunjung, tapi kan ya naik turun karena ada bulan tertentu ramai. Tiket Rp 10.000, dapat air mineral, sudah termasuk asuransi, tahun depan rencana kita buat kemping dan susur sungai, buka jam 07.00-17.00 WIB," jelas Triyono.
(ams/rih)












































