Solo dan Jogja merupakan dua daerah yang terbilang istimewa karena masih mempertahankan keraton serta kebudayaan aslinya. Meskipun saat ini keduanya memiliki perbedaan dalam sistem pemerintahan, masih terdapat banyak kesamaan yang membuat keduanya seperti saudara kembar.
Solo dan Jogja memiliki kebudayaan yang hampir serupa. Hal ini dilatarbelakangi oleh sejarah keduanya yang terbentuk dari pecahan Kerajaan Mataram Islam.
Sejarah dan kebudayaan kedua wilayah ini tercatat dengan rapi dalam arsip serta koleksi Museum Sonobudoyo dan Museum Radya Pustaka. Museum Sonobudoyo sendiri merupakan museum yang terletak di Kota Jogja dengan unit utama berlokasi di Jalan Pangurakan yang berfungsi sebagai galeri, dan unit kedua berlokasi di Jalan Wijilan yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan koleksi.
Sedangkan Museum Radya Pustaka merupakan museum yang terletak di Jalan Slamet Riyadi, Kota Solo. Mirip dengan Museum Sonobudoyo, museum ini juga merekam sejarah dan kebudayaan Kota Solo melalui deretan koleksinya seperti artefak, foto, hingga manuskrip kuno.
Bersama Sonobudoyo, Radya Pustaka dinobatkan sebagai museum tertua di Indonesia. Berikut pembahasan lebih lanjut mengenai seluk-beluk Museum Sonobudoyo dan Museum Radya Pustaka.
Museum Sonobudoyo
Sejarah Museum Sonobudoyo Hingga saat ini, Daerah Istimewa Yogyakarta masih menyandang predikat sebagai kota budaya di Indonesia. Keberadaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi simbolisasi terhadap eksistensi kebudayaan adat Jawa. Selain itu, Museum Sonobudoyo berperan menjadi lorong atau magnet dalam melakukan penelusuran untuk menguak tradisi budaya kehidupan masyarakat mulai dari sebelum dan sesudah mengenal tulisan atau prasejarah hingga peradaban tinggi atau modern.
Museum Sonobudoyo pada mulanya didirikan oleh Java Institute yang merupakan Yayasan Kebudayaan Jawa, Bali, Lombok, dan Madura di era masa kolonial dengan anggota dari golongan pribumi dan orang asing. Dalam melakukan perancangan pembangunan dibentuk panitia pada tahun 1931 dengan anggota antara lain: Koeperberg, Sitsen, Ir. TH. Karsten, P.H.W.
Museum Sonobudoyo dibangun di atas tanah pemberian dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII yang merupakan tanah bekas Shouten. Awal mula pembangunan museum dilakukan pada tahun 1934 Masehi atau 1865 dalam tahun Jawa yang ditandai dengan candra sengkala memet 'Buta Ngrasa Hesthining Lata'. Hingga akhirnya pembangunan museum selesai pada tanggal 6 November 1935 dan diresmikan secara langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.
Saat ini Museum Sonobudoyo menjadi salah satu tujuan destinasi wisata untuk belajar sejarah dan kebudayaan Jawa yang banyak dijadikan sumber rujukan utama oleh wisatawan. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan Museum Sonobudoyo yang menyimpan berbagai macam peninggalan warisan budaya yang jumlahnya berkisar 62.661 buah.
Koleksi Museum Sonobudoyo
Museum Sonobudoyo terdiri dari dua gedung, dimana bangunan utamanya terletak di bagian depan museum yang merupakan bangunan pertama museum. Sementara bangunan kedua terletak di bagian belakang dengan dua lantai yang didirikan pada tahun 2022.
Berdasarkan informasi dari pemandu wisata bernama Armenia Hafsari Putri, koleksi dari kedua belas ruangan tersebut sebagian besar benda asli, misalnya Al-Quran peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang terbuat dari kulit sapi asli, satu set kursi dan meja peninggalan RA Kartini, dan Cincin Emas Pendeta Buddha yang sudah ada sejak 900 M.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak Video "Tawuran di Taman Siswa Jogja, Polisi Turun Tangan"
(aku/aku)