Menelisik Museum Tertua di Solo-Jogja: Sonobudoyo dan Radya Pustaka

Menelisik Museum Tertua di Solo-Jogja: Sonobudoyo dan Radya Pustaka

Tim detikJateng - detikJateng
Sabtu, 01 Jul 2023 13:10 WIB
Bangunan Museum Radya Pustaka Solo.
Museum Radya Pustaka Solo. (Foto: Ahmad Rafiq/detikJateng)
Solo -

Solo dan Jogja merupakan dua daerah yang terbilang istimewa karena masih mempertahankan keraton serta kebudayaan aslinya. Meskipun saat ini keduanya memiliki perbedaan dalam sistem pemerintahan, masih terdapat banyak kesamaan yang membuat keduanya seperti saudara kembar.

Solo dan Jogja memiliki kebudayaan yang hampir serupa. Hal ini dilatarbelakangi oleh sejarah keduanya yang terbentuk dari pecahan Kerajaan Mataram Islam.

Sejarah dan kebudayaan kedua wilayah ini tercatat dengan rapi dalam arsip serta koleksi Museum Sonobudoyo dan Museum Radya Pustaka. Museum Sonobudoyo sendiri merupakan museum yang terletak di Kota Jogja dengan unit utama berlokasi di Jalan Pangurakan yang berfungsi sebagai galeri, dan unit kedua berlokasi di Jalan Wijilan yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan koleksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan Museum Radya Pustaka merupakan museum yang terletak di Jalan Slamet Riyadi, Kota Solo. Mirip dengan Museum Sonobudoyo, museum ini juga merekam sejarah dan kebudayaan Kota Solo melalui deretan koleksinya seperti artefak, foto, hingga manuskrip kuno.

Bersama Sonobudoyo, Radya Pustaka dinobatkan sebagai museum tertua di Indonesia. Berikut pembahasan lebih lanjut mengenai seluk-beluk Museum Sonobudoyo dan Museum Radya Pustaka.

ADVERTISEMENT

Museum Sonobudoyo

Pameran Temporer Koleksi Perak Museum Sonobudoyo YogyaPameran Temporer Koleksi Perak Museum Sonobudoyo Yogya Foto: (Kristina/detikcom)

Sejarah Museum Sonobudoyo Hingga saat ini, Daerah Istimewa Yogyakarta masih menyandang predikat sebagai kota budaya di Indonesia. Keberadaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi simbolisasi terhadap eksistensi kebudayaan adat Jawa. Selain itu, Museum Sonobudoyo berperan menjadi lorong atau magnet dalam melakukan penelusuran untuk menguak tradisi budaya kehidupan masyarakat mulai dari sebelum dan sesudah mengenal tulisan atau prasejarah hingga peradaban tinggi atau modern.

Museum Sonobudoyo pada mulanya didirikan oleh Java Institute yang merupakan Yayasan Kebudayaan Jawa, Bali, Lombok, dan Madura di era masa kolonial dengan anggota dari golongan pribumi dan orang asing. Dalam melakukan perancangan pembangunan dibentuk panitia pada tahun 1931 dengan anggota antara lain: Koeperberg, Sitsen, Ir. TH. Karsten, P.H.W.

Museum Sonobudoyo dibangun di atas tanah pemberian dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII yang merupakan tanah bekas Shouten. Awal mula pembangunan museum dilakukan pada tahun 1934 Masehi atau 1865 dalam tahun Jawa yang ditandai dengan candra sengkala memet 'Buta Ngrasa Hesthining Lata'. Hingga akhirnya pembangunan museum selesai pada tanggal 6 November 1935 dan diresmikan secara langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.

Saat ini Museum Sonobudoyo menjadi salah satu tujuan destinasi wisata untuk belajar sejarah dan kebudayaan Jawa yang banyak dijadikan sumber rujukan utama oleh wisatawan. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan Museum Sonobudoyo yang menyimpan berbagai macam peninggalan warisan budaya yang jumlahnya berkisar 62.661 buah.

Koleksi Museum Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo terdiri dari dua gedung, dimana bangunan utamanya terletak di bagian depan museum yang merupakan bangunan pertama museum. Sementara bangunan kedua terletak di bagian belakang dengan dua lantai yang didirikan pada tahun 2022.

Berdasarkan informasi dari pemandu wisata bernama Armenia Hafsari Putri, koleksi dari kedua belas ruangan tersebut sebagian besar benda asli, misalnya Al-Quran peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang terbuat dari kulit sapi asli, satu set kursi dan meja peninggalan RA Kartini, dan Cincin Emas Pendeta Buddha yang sudah ada sejak 900 M.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sedangkan sebagian koleksi lainnya hanya berupa replika. Selain itu, Museum Sonobudoyo terdiri dari 12 ruangan. Ruangan tersebut memiliki koleksi yang berbeda-beda, yaitu:

  • Ruang Pengenalan, merupakan ruangan pertama yang terdapat di Museum Sonobudoyo. Di atas pintu masuknya terdapat hiasan yang dibuat dengan teknik ukir krawangan bermotif sulur-suluran, kelapa raksasa, dan kepala gajah, yang merupakan Candra Sengkala Memet "Buta Ngrasa Hesthining Lata" yang artinya tahun 1865 Jawa atau 1934 M dimana museum ini didirikan.
  • Ruang Prasejarah, ruangan ini memamerkan koleksi benda-benda peninggalan masa prasejarah, dan masa orang-orang belum mengenal tulisan.
  • Ruang Klasik, ruangan ini menampilkan benda-benda koleksi masa klasik abad ke-4 sampai ke-15 yang terpengaruh agama Hindu dan Buddha.
  • Ruang Islam, ruangan ini memuat benda-benda koleksi pada masa Islam, yakni abad ke-12 hingga ke-16.
  • Ruang Batik, ruangan ini memamerkan koleksi batik, yang terdiri atas bahan, peralatan, proses pembuatan, jenis dan motif, serta catatan mengenai wilayah penyebaran dan pusat industri batik.
  • Ruang Wayang, ruangan ini menampilkan berbagai koleksi wayang yang berfungsi sebagai media penyebaran agama maupun wayang yang mengandung nilai-nilai ajaran kehidupan.
  • Ruang Topeng, ruangan ini berisi berbagai topeng karya seni tradisional Indonesia, baik topeng sebagai sarana upacara maupun seni pertunjukan.
  • Ruang Jawa Tengah, ruangan ini memamerkan berbagai macam perlengkapan upacara daur hidup serta berbagai hasil kerajinan kayu, perak, dan logam lainnya.
  • Ruang Logam, ruangan ini memuat berbagai hasil kerajinan dari logam, baik yang berbentuk perhiasan maupun peralatan rumah tangga dan peralatan pentas seni tradisional.
  • Ruang Senjata, ruangan ini memamerkan koleksi senjata dengan beragam bentuk dan fungsi.
  • Ruang Permainan Anak-anak, ruangan ini berisi peralatan permainan tradisional anak-anak Jawa pada zaman dahulu.
  • Ruang Bali, ruangan ini memamerkan benda-benda koleksi yang berkaitan dengan adat, seni budaya masyarakat, dan penyebaran agama Hindu di Bali.

Event Museum Sonobudoyo

Terdapat berbagai macam event yang terselenggara di Museum Sonobudoyo mulai dari wayang, bioskop, dan nonton film. Berikut ini keterangan lengkapnya:

1. Wayang Kulit
Pagelaran wayang kulit diselenggarakan setiap hari Selasa pukul 20.00-21.30 WIB di Pendapa Timur Museum Sonobudoyo. Bagi para pengunjung yang berencana untuk melihat pagelaran tersebut maka harus membayar tiket masuk sebesar Rp20.000 bagi wisatawan lokal dan Rp50.000 untuk wisatawan asing.

2. Wayang Orang
Wayang orang yang ditampilkan di Museum Sonobudoyo mengisahkan mengenai Mahabarata. Pagelaran ini diselenggarakan di Pendapa Timur Museum Sonobudoyo setiap hari Rabu dan Kamis pada pukul 20.00-21.15 WIB. Untuk biaya masuknya sama dengan pagelaran wayang kulit yakni Rp20.000 untuk wisatawan lokal dan Rp50.000 bagi wisatawan asing.

3. Wayang Topeng Panji
Selain menampilkan wayang kulit dan wayang orang, Museum Sonobudoyo juga menggelar Wayang Topeng Panji gaya Yogyakarta. Pergelaran ini diselenggarakan setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu pada pukul 20.00-21.15 WIB di Pendapa Timur Museum Sonobudoyo.

Biaya masuk untuk melihat pagelaran tersebut adalah Rp 20.000 bagi wisatawan lokal dan Rp 50.000 bagi wisatawan asing.

Bioskop Sonobudoyo

Bioskop Sonobudoyo menjadi salah satu event yang rutin digelar Museum Sonobudoyo setiap hari Selasa hingga Minggu dengan jam tayang terdiri dari pukul 16.00, 17.00, 19.00, dan 20.00 WIB. Terdapat beragam film mengenai kebudayaan dan film pendek karya sineas muda Jogja akan ditampilkan selama pemutaran bioskop berlangsung. Para pengunjung dibebaskan dari biaya apapun untuk menonton bioskop Sonobudoyo.

Selasa Wagen Sonobudoyo

Sesuai dengan namanya event ini diselenggarakan setiap hari Selasa Wage setiap bulan. Event ini terdiri dari dua bagian yakni Workshop Tatah Sungging Wayang yang berlangsung pada pukul 16.00-21.00 WIB dan Live Musik Sonobudoyo pada pukul 16.00-22.30 WIB. Keduanya digelar di Area Pedestrian Sisi Timur Museum Sonobudoyo dan gratis bagi umum.

Memory Sonobudoyo

Memory Sonobudoyo merupakan fasilitas yang ditawarkan oleh Museum Sonobudoyo untuk mengabadikan momen spesial pengunjung di dalam museum. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut, pengunjung dapat membuka halaman resmi sosial media dari Museum Sonobudoyo.

Simak tentang Museum Radya Pustaka di halaman selanjutnya.

Museum Radya Pustaka

Sejarah Museum Radya Pustaka

Museum Radya Pustaka didirikan oleh Pepatih Dalem Pakubuwono IX, yakni Adipati Sosrodiningrat IV pada tanggal 28 Oktober 1890 (15 Mulud tahun ehe 1820). Pada awal pendiriannya, museum ini bernama Paheman Radya Pustaka yang berfungsi sebagai lembaga ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang menyediakan beragam sumber rujukan atau bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

Secara historis lembaga ini menjadi tertua kedua di Indonesia setelah Bataviaasch Genootschap (Museum Gajah) yang didirikan oleh Belanda dari tahun 1778. Meskipun demikian, Paheman Radya Pustaka menjadi ciptaan pertama yang dihasilkan secara langsung oleh bangsa Indonesia.

Secara struktural Paheman Radya Pustaka merupakan lembaga independen yang terpisah dengan Kasunanan Surakarta, sehingga antara keduanya tidak terikat secara otonom. Akan tetapi dalam penyelenggaraannya khususnya untuk memenuhi kebutuhan operasional Keraton Surakarta memberikan bantuan berupa subsidi uang dan bantuan tenaga untuk menjalankan tata laksana sehari-hari di Paheman Radya Pustaka.

Paheman Radya Pustaka pada mulanya terletak di kediaman Adipati Sosrodiningrat IV, yaitu di istana (ndalem) Kepatihan. Terdapat beragam kegiatan dilakukan di Paheman Radya Pustaka pada waktu itu seperti sarasehan mengenai ilmu dan kesusastraan Jawa yang diselenggarakan secara rutin setiap hari Rabu di Balai Antisana Kepatihan.

Selain itu, juga dibuka perpustakaan dan museum umum di Pantibawa. Meskipun terbuka untuk umum, namun Paheman Radya Pustaka sepi dari para pengunjung. Pada umumnya mereka yang berkunjung ke sana merupakan tamu undangan resmi dari patih atau keluarganya.

Hal itu mungkin disebabkan karena lokasi Paheman Radya Pustaka yang terletak di lingkungan Kepatihan, sehingga masyarakat umum merasa sungkan untuk berkunjung kesana.

Akhirnya setelah selama 23 tahun bertahan di Kepatihan, Paheman Radya Pustaka dipindahkan menuju gedung baru yang berada di tengah-tengah Taman Sriwedari yakni di Loji Kadipolo.

Pemindahan tersebut secara resmi dilakukan pada tanggal 1 Januari 1913 setelah memperoleh izin dari Pakubuwana IX. Seusai menempati gedung Loji Kadipolo, nama Paheman Radya Pustaka diganti menjadi Museum Radya Pustaka.

Koleksi Museum Radya Pustaka

Sebagai salah satu museum tertua di Indonesia dan museum tertua di Solo, Museum Radya Pustaka menyimpan berbagai macam koleksi yang merekam sejarah dan kebudayaan Kota Solo. Beberapa koleksi tersebut di antaranya yaitu:

- Wayang
- Orgel
- Burung Jatayu & Patung Raksasa Rahwana
- Ruang Keramik
- Topeng
- Wayang Beber
- Wayang Golek Menak
- Wayang Madya & Adegan Wayang Purwa
- Simpingan Wayang Purwa (Ramayana)
- Irah-irahan
- Gamelan Genderan
- Mesin Ketik
- Simpingan Wayang Gedhog
- Wayang Purwa Adegan Bambhangan
- Simpingan Wayang Purwa (Mahabharata)
- Gamelan
- Rajamala
- Koridor

Fasilitas Museum Radya Pustaka

Bagi detikers yang berencana berkunjung ke Museum Radya Pustaka, maka tidak perlu khawatir perihal harga tiket masuk atau HTM. Karena di Museum Radya Pustaka tidak memungut biaya masuk bagi para pengunjung alias gratis dan cukup mengisi daftar hadir di bagian resepsionis. Meskipun tidak memungut biaya masuk, para pengunjung sudah dapat untuk mengakses isi dari museum secara keseluruhan dan juga sejumlah fasilitas yang telah disediakan seperti ruang baca atau perpustakaan, ruang pameran, dan toilet.

Sedangkan untuk Museum Sonobudoyo, HTMnya terbagi menjadi tiga kategori yakni Rp 10.000 untuk dewasa perorangan, Rp5.000 untuk anak-anak perorangan, dan Rp20.000 untuk wisatawan asing. Harga tersebut sudah termasuk kunjungan di gedung koleksi lama dan gedung
koleksi baru.

Demikian informasi mengenai seluk-beluk museum tertua di Solo-Jogja, yakni Museum Sonobudoyo dan Museum Radya Pustaka. Museum merupakan tempat yang wajib dikunjungi oleh seluruh kalangan terutama generasi muda penerus bangsa. Karena museum mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai berbagai hal terutama sejarah. Seperti yang diucapkan oleh Bung Karno, Jasmerah yang berarti jangan sekali-kali melupakan meninggalkan sejarah.

Artikel ini ditulis oleh peserta Program Magang Kampus Merdeka di detikcom regional Surakarta, Jawa Tengah.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Tawuran di Taman Siswa Jogja, Polisi Turun Tangan"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/aku)


Hide Ads