Tak Sekadar Simpan Barang Kuno, Radyapustaka Jadi Living Museum di Solo

Tak Sekadar Simpan Barang Kuno, Radyapustaka Jadi Living Museum di Solo

Ahmad Rafiq - detikJateng
Jumat, 09 Des 2022 13:41 WIB
Gamelan koleksi Museum Radya Pustaka yang berumur lebih dari seabad, Minggu (14/8/2022).
Kelompok karawitan menabuh gamelan kuno koleksi Museum Radyapustaka Solo. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikjateng
Solo -

Seperti museum pada umumnya, berbagai koleksi benda-benda kuno tersimpan di Museum Radyapustaka Solo. Rata-rata koleksinya terkait dengan sejarah dan perkembangan budaya di Jawa dan Kota Solo.

Menariknya, Radyapustaka tidak sekadar merawat artefak peninggalan budaya. Museum tertua di Indonesia itu juga merawat kebudayaan tradisional sehingga layak untuk disebut sebagai sebuah living museum.

"Kami tidak hanya memajang benda mati. Namun kami berusaha untuk menjaga agar kebudayaan bisa tetap hidup," kata salah satu pengelola Museum Radyapustaka, Ki Totok Yasmiran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mencontohkan, koleksi manuskrip kuno yang dimiliki saat ini menjadi jujukan bagi para peneliti dari dalam hingga luar negeri. Berbagai pengetahuan yang ada di dalamnya tidak pernah kering untuk digali.

Selain itu, Radyapustaka juga menyimpan seperangkat gamelan kuno. Gamelan peninggalan Patih Sosrodiningrat IV itu usianya sudah lebih dari seabad.

ADVERTISEMENT

Di Museum Radyapustaka, gamelan itu tidak sekadar menjadi barang pajangan. Secara rutin, mereka mendatangkan kelompok karawitan untuk menabuh gamelan kuno itu.

Bangunan Museum Radya Pustaka Solo.Bangunan Museum Radyapustaka Solo. Foto: Ahmad Rafiq/detikJateng

"Pengunjung sangat tertarik mendengar suara gamelan yang ditabuh secara rutin setiap hari Minggu," kata Totok.

Salah satu budaya yang terus dilestarikan oleh Museum Radyapustaka adalah petung (penghitungan) penanggalan Jawa. Menurut Totok, museum itu menyimpan banyak manuskrip yang memuat ilmu mengenai penghitungan itu.

Setiap hari, banyak pengunjung yang berkonsultasi mengenai penanggalan Jawa. Menurut Totok, hal itu membuktikan bahwa budaya penghitungan penanggalan Jawa masih banyak diyakini oleh masyarakat.

"Rata-rata mereka berkonsultasi untuk memilih hari baik menggelar pernikahan, pindah rumah dan semacamnya," kata Totok.

Di saat Bulan Sura atau Muharam, Museum Radyapustaka secara rutin juga menggelar jamasan (membersihkan) pusaka. Selain menjalani pusaka koleksi museum, banyak masyarakat yang memiliki peninggalan budaya berupa keris dan tombak yang mengikuti acara tersebut.

"Museum Radyapustaka tidak hanya berusaha melestarikan benda peninggalan budaya, namun terus berusaha untuk menjaga agar kebudayaan itu tetap hidup," kata Totok.




(ahr/ams)


Hide Ads