Di lereng Pegunungan Kendeng, Kabupaten Pati, terdapat sebuah gua yang cukup indah dengan batuan stalaktit dan stalagmitnya. Masyarakat menyebutnya sebagai Gua Pancur. Gua ini berada di Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen.
Gua di selatan Desa Jimbaran ini berjarak 23,3 kilometer dari Kota Pati, sekitar 40 menit dengan kendaraan bermotor.
detikJateng saat berkunjung ke lokasi, suasana adem sangat terasa di sekitar Gua Pancur. Terlihat tampak tulisan 'Gua Pancur' dalam ukuran besar. Sayang, dalam kondisi usai hujan, gua itu tidak bisa dimasuki. Sebab, bagian mulut gua digenangi air.
Namun genangan air itu justru membuat Gua Pancur semakin tampak eksotis. Tak hanya itu, batuan stalaktit dan stalagmit begitu terlihat indah di dalam gua. Suara air yang gemericik dari dalam gua terdengar syahdu.
Pengelola Gua Pancur, Suyitno, mengatakan Gua Pancur pertama kali ditemukan oleh warga Desa Jimbaran bernama Sarto pada tahun 1932. Sarto pada saat itu mendengar suara percikan air keras dari lereng Pegunungan Kendeng. Lalu Sarto mengecek suara percikan air tersebut. Ternyata percikan tersebut dari sebuah gua.
"Gua Pancur ini pertama kali ditemukan oleh namanya Mbah Sarto, warga Desa Jimbaran Kecamatan Kayen pada tahun 1932. Pak Sarto pada waktu itu mendengarkan adanya percikan air keras, sehingga Mbah Sarto merasa penasaran sehingga dicari asal percikan tersebut. Sehingga ketika mendapatkan percikan tersebut ternyata air deras dan dinamakan Gua Pancur itu," kata Suyitno kepada detikJateng ditemui di lokasi, Senin (17/10/2022) sore tadi.
Dia mengatakan, kedalaman Gua Pancur panjangnya sekitar 827 meter. Di dalam gua, kata dia, terdapat pemandangan indah bebatuan stalaktit dan stalagmit. Menurutnya di dalam gua juga terdapat batu yang bentuknya menyerupai kuda.
![]() |
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, konon pada masa lalu gua itu sering digunakan bersembunyi oleh para pejuang yang lari dari kejaran penjajah.
"Jadi di dalam gua yang mudah akses jalannya itu sepanjang 827 meter. Di dalam gua banyak bebatuan stalaktit dan stalagmit yang terbentuk. Kalau 300 meter dari sini itu ada yang dinamakan petak sawah, semacam menyerupai persawahan terus ke dalam ada dinamakan patung kuda," terang Suyitno.
"Nah, di belakang patung kuda ini dulunya kala itu ditengarai untuk bersembunyi masyarakat entah dari mana yang jelas dari zaman penjajahan Belanda. Sebagai tempat persembunyian," Suyitno mengimbuhkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tarif berwisata menyusuri Gua Pancur ada di halaman selanjutnya
Hanya saja soal cerita itu belum ada pembuktian dari kajian sejarah. Pihaknya pernah melakukan kajian bersama Universitas Brawijaya Malang. Namun, kajian pada saat itu berkisar pada jenis-jenis bebatuan di dalam Gua Pancur.
"Karena menggandeng Universitas Brawijaya Malang tetapi belum ada tindak lanjut, hanya universitas memberikan ilmunya mengenal lebih dekat bebatuan yang ada di Gua Pancur akan tetapi belum ada tindak lanjut sejarahnya, belum ada yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademisi," jelasnya.
Dia menambahkan karena kondisi genangan air di dalam gua yang tidak habis saat musim kemarau. Genangan air itu pun digunakan warga untuk mengaliri persawahan yang ada di Desa Jimbaran.
"Fungsi dari Gua Pancur sendiri masyarakat kurang begitu memahami, akan tetapi dalam berjalannya waktu sementara karena debit sumber air meskipun kemarau tidak akan pernah kering. Sehingga dimanfaatkan petani untuk irigasi persawahan yang ada di Desa Jimbaran," ungkap Suyitno.
Untuk menikmati keindahan di sekitar gua tersebut, wisatawan hanya dipatok harga tiket Rp 5 ribu per orang. Sedangkan wisatawan yang penasaran ingin masuk dan menyusuri gua tersebut, mereka harus membayar Rp 20 ribu per orang.
"Susur gua ini menjadi destinasi wisata yang ditawarkan, kami juga telah safety dilengkapi dengan helm, rompi, sepatu untuk masuk ke dalam, ada pemandunya juga," ujar dia.