Di balik boomingnya film 'KKN di Desa Penari' ternyata pengambilan salah satu adegan di film tersebut berada di objek wisata (obwis) Batu Kapal Pedukuhan Klenggotan RT 01, Kalurahan Srimulyo, Kapanewon Piyungan, Bantul. Proses syuting salah satu adegan tersebut hanya berlangsung satu hari.
"Iya, di Batu Kapal pernah jadi tempat syuting film KKN di Desa Penari. Itu kalau tidak salah tanggal 15 Januari 2020, banyak warga yang lihat saat syuting itu," kata Koordinator Taman Wisata Batu Kapal Samsi Dwi Asaparudin kepada detikJateng, Selasa (17/5/2022).
Selain film tersebut, Samsi menyebut jika Batu Kapal juga pernah menjadi lokasi syuting film 'Sang Maestro Ki Hajar Dewantara'. Kembali ke KKN di Desa Penari, Samsi menyebut proses syuting hanya berlangsung cepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu syutingnya hanya sehari, dari pagi sampai tengah malam. Yang jelas syutingnya KKN di Desa Penari itu sebelum ada penataan di Batu Kapal," ujarnya.
Baca juga: Gunung Merapi Cerah Pagi Ini Lur... |
Menyoal pelibatan warga, Samsi mengaku tidak ada dan pihaknya hanya menyediakan lokasi untuk syuting saja. Pasalnya proses pengambilan gambar yang berlangsung hanya satu hari penuh saja.
"Lokasinya syuting ya di batu kapalnya itu. Proses syuting tidak melibatkan warga, murni dari sana semua. Yang melibatkan warga itu saat syuting sang maestro, kalau tidak salah melibatkan 15 orang warga saat itu," ucapnya.
Terkait sejarah berdirinya obwis Batu Kapal, Samsi menjelaskan, sebelum menjadi taman wisata lahan tersebut berisi tanaman bambu yang sangat rimbun dan banyak orang mengambil pasir di sungai Opak. Namun seiring berjalannya waktu lokasi itu kerap digunakan untuk syuting film seperti 'Sang Maestro Ki Hajar Dewantara' hingga 'KKN di Desa Penari'.
Hingga akhirnya niatan tersebut berlanjut dengan rapat pada tanggal 11 April 2020, rapat itu melibatkan komunitas di Pedukuhan tersebut. Akhirnya muncul kesepakatan untuk mulai membuat jalan hingga membersihkan bakal lokasi Batu Kapal.
"Terus kita kerja bakti dan itu dengan modal nol, saya menghindari iuran karena kondisi masyarakat yang sebagian besar buruh," ucapnya.
"Jadi untuk cari uang saya menginisiasi untuk jual bambu, terus uang hasil penjualan kita belikan plakat penunjuk arah, itu awalnya," lanjut Samsi.
Seiring berjalannya waktu, wisatawan mulai berdatangan ke Batu Kapal. Secara otomatis hal itu membuat isi kotak untuk dana sukarela yang terpasang di depan semakin banyak.
"Sedikit demi sedikit mulai ada pengunjung lalu mulai kita perbaiki pakai uang seikhlasnya dari pengunjung itu. Ahamdulillah sekarang bisa jadi seperti ini," katanya.
Baca juga: Balita di Pemalang Hilang Misterius |
Menurutnya, wisatawan yang datang kebanyakan adalah pesepeda dan puncak kunjungan di Batu Kapal saat itu terjadi pada bulan Juni 2020. Di mana saat itu dalam sehari bisa puluhan ribu orang datang ke Batu Kapal.
"Saat booming bisa puluhan ribu (wisatawan datang) dalam sehari, tapi hari-hari ini kalau tidak weekend hanya ratusan orang dan saat weekend di kisaran 1.000 orang. Nah, kebanyakan pengunjung itu malah dari Solo dan Semarang," ucapnya.
Sementara terkait latar belakang penamaan Batu Kapal, Samsi menyebut karena ada dua batu berukuran besar yang bentuknya menyerupai kapal, khususnya bada bagian haluan. Terlebih pada batu tersebut terdapat guratan garis-garis yang membuat batu itu bertambah unik.
"Namanya Batu Kapal karena ada 2 batu mirip kapal dan banyak guratannya sehingga menambah bagus batu untuk latar belakang foto," katanya.
Selain menawarkan pemandangan alam yang memanjakan mata, Batu Kapal juga menyediakan jasa cave tubing atau susur sungai. Selain itu wisatawan bisa bermain air di aliran sungai Opak.
"Ada tubing, susur sungai Rp 20 ribu 2 kali luncur dengan panjang jalur sekitar 500 meter. Ada juga ban untuk susur, bisa main air juga itu karena kedalamannya hanya sekitar 2 meter, terus kita juga siapkan fotografer kalau ada yang butuh jasa foto," ucapnya.
Samsi menambahkan, jika wisawatan lapar bisa memanjakan lidah sembari beristirahat di pinggir Batu Kapal. Mengingat tersedia beberapa gazebo, tempat berisitirahat dan 22 lapak yang menjajakan berbagai macam menu.
"Untuk yang jualan itu warga sekitar terutama warga RT 1 dan RT 2," ujarnya.
Terkait alasan untuk tidak mematok harga tiket masuk ke Batu Kapal, Samsi mengaku itu merupakan kesepakatan sejak dulu. Menurutnya dengan seikhlasnya dapat memudahkan semua kalangan untuk berwisata ke Batu Kapal.
"Tiketnya hanya seikhlasnya saja, dan itu sudah dari dulu. Nanti kalau dipatok harga terus cepat kaya gimana?," ujar Samsi sambil disusul tawa.
(sip/ams)