Kondisi stasiun penelitian manusia purba di Dusun Ngandong, Desa Nglebak, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora sangat memprihatinkan. Rumah penelitian yang terletak pinggir Bengawan Solo itu dulunya dipakai arkeolog asing untuk meneliti temuan manusia dan hewan purba.
Pantuan detikJateng di lokasi, stasiun penelitian itu berbentuk rumah kuno yang dibangun pada era kolonial Belanda. Bagian dinding rumah tampak rontok, genteng-genteng pada bagian sisi lainnya hilang.
Di sekitar area stasiun penelitian banyak tumbuhan rumput ilalang setinggi dada orang dewasa hingga menimbulkan kesan horor. Secara garis besar, bangunan bersejarah itu tidak terawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di bagian halaman depan terdapat papan penanda bertuliskan Cagar Budaya "Situs Ngandong" lokasi penelitian G.H.R Van Koeningswald, C. Ter Harr dan W.F.F Oppenoorth tahun 1931.
Kasi Kesejarahan dan Kepurbakalaan Dinporabudpar, Eka Wahyu Hidayat mengatakan stasiun penelitian itu dahulu dipakai oleh arkeolog Van Koeningswald dan C. Ter Harr pada tahun 1931 hingga 1933 untuk melakukan penelitian manusia dan hewan purba di pinggiran Bengawan Solo.
![]() |
"Temuan terbesar adalah kranium atau tulang tengkorak manusia purba. Jenis Homo Erectus Progresif (Ngandong) atau manusia purba Ngandong," kata Eka kepada detikJateng, Selasa (08/03).
"Saat ini, kranium temuan tersebut sekarang berada di Museum di Leiden di Belanda. Karena temuannya di Ngandong maka disebut manusia purba Ngandong," tambahnya.
Di tempat tersebut juga ditemukan tulang belulang dari hewan purba dan peralatan-peralatan hidup manusia purba.
"Temuannya tidak hanya tulang manusia purba saja, tulang hewan hewan purba dan perlatan hidup manusia purba juga banyak ditemukan. Diduga tempat itu (Ngandong) merupakan pusat kehidupan manusia purba," ungkapnya.
Dikonfirmasi terkait kondisi staisun penelitian ini, Sekretaris Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Langgeng Warsito mengatakan, secara tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dinas hanya bertugas untuk melakukan pendaftaran cagar budaya dan penetapan cagar budaya.
"Secara tupoksi dinas hanya mempunyai wewenang untuk melakukan pendaftaran dan penetapan cagar budaya, dan hal itu sudah dilakukan. Untuk perawatan dan renovasi dinas terkendala aturan. Sebab aset dari stasiun tersebut mulai dari tanah dan bangunan merupakan milik dari Perhutani KPH Ngawi," kata Langgeng.
![]() |
Langgeng menambahkan, untuk menyelesaikan permasalahan itu, perlu duduk bersama antara Dinporabudpar dengan Perhutani untuk membahas potensi situs cagar budaya.
"Perlu duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kalau kami dari dinas siap melakukan hal itu," terangnya.
Langgeng menjelaskan selama ini pihaknya terbentur regulasi hingga tidak bisa sertamerta melakukan perawatan atau renovasi. Pasalnya, pemkab tidak memiliki aset tanah dan bangunan itu.
(aku/aku)