Kisah 2 Beringin Preh Saksi Bisu Terbelahnya Kekuasaan Mataram di Jawa

Kisah 2 Beringin Preh Saksi Bisu Terbelahnya Kekuasaan Mataram di Jawa

Bayu Ardi Isnanto - detikJateng
Rabu, 19 Jan 2022 19:29 WIB
Situs Perjanjian Giyanti, Karanganyar.
Situs Perjanjian Giyanti, Karanganyar. (Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom)
Karanganyar -

Dua batang Beringin Preh di Desa Jantiharjo, Kecamatan/Kabupaten Karanganyar menjadi saksi dibelahnya wilayah kekuasaan Mataram Islam menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Di sekitar pohon inilah Perjanjian Giyanti dilakukan pada 13 Februari 1755.

Situs Perjanjian Giyanti ini berada sekitar 5 kilometer dari pusat kota Karanganyar atau sekitar 20 kilometer dari jantung Kota Solo. Pohon tersebut bisa terlihat dari jalan Karanganyar-Matesih.

Peninggalan sejarah besar tersebut memang hanya tersisa pohon yang kini dipagar rapi. Ada pula dua buah batu besar yang diyakini merupakan monumen Perjanjian Giyanti, meskipun tak lagi terlihat tulisannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di pintu masuk situs terdapat tulisan 'Penjanjian Gianti 13.2.1755'. Pagar ini masih termasuk baru. Sebelumnya, situs kuno ini hanya ditutup dengan pagar bambu.

Situs perjanjian Giyanti di Karanganyar.Situs perjanjian Giyanti di Karanganyar. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikJateng

Rekso Pustoko, perpustakaan Pura Mangkunegaran, menyimpan artikel majalah Jawa, Mekar Sari edisi 28 Juni 1989 dengan judul 'Pagiyanti Ora Kopen, Saiki Dari Pundhen'. Artikel itu dilengkapi potret situs Perjanjian Giyanti yang masih berpagar bambu.

ADVERTISEMENT

Dalam artikel itu disebutkan Pemkab Karanganyar pernah meneliti keberadaan peninggalan Perjanjian Giyanti di kisaran tahun 1956-1974. Penelitian itu membuktikan kebenaran lokasi pertemuan antara Sunan Pakubuwono III, Sultan Hamengkubuwono I dan perwakilan VOC, Nicholas Hartingh.

Disebutkan pula dahulu desa tersebut bernama Pagiyanti dan kini berubah menjadi Jantiharjo. Dulunya, situs itu terkesan angker, namun kini sudah terlihat bersih.

Saat ditemui detikJateng, juru kunci situs Perjanjian Giyanti, Wahab, mengatakan lokasi tersebut sudah dijaga oleh keluarganya sejak kakek buyutnya. Wahab sendiri sudah menjaga situs sejak 22 tahun yang lalu.

"Pertama itu yang jaga kakek buyut saya, lalu kakek saya, kemudian saya. Tanggal 9 bulan 9 tahun 1999 itu baru dibuat pagar seperti ini. Sebelumnya cuma pakai bambu," kata Wahab kepada detikJateng, Selasa (21/12/21).

Kisah pohon bergeser

Wahab menjelaskan dulunya ada tiga pohon di tempat tersebut. Namun satu pohon telah mati. Pohon yang sudah mati itu menurutnya sudah ada sejak sebelum 1755.

"Pohon yang ada sejak 1755 itu sudah mati. Dulu ada tiga pohon, tinggal dua ini. Konon dua pohon ini tumbuh setelah 1755, tapi sudah ratusan tahun juga usianya," ujar dia.

Dia juga bercerita bahwa pohon tersebut sempat bergeser dari tempat semula. Kejadiannya berlangsung pada tahun 2004. Menurutnya, beberapa orang yang selesai bersembahyang dari masjid di dekat lokasi pun melihat kejadian itu.

Tanggalnya saya lupa, tapi hari Jumat, setelah salat Jumat itu. Ada angin besar, pohon ini seperti mau tumbang, orang-orang dari masjid itu lari, ternyata cuma bergeser. Makanya ini akarnya terlihat seperti tercabut," ungkapnya.

Saat ini masih banyak orang berkunjung di situs tersebut. Bahkan ketika tanggal 13 Februari, masyarakat sekitar turut memperingati Perjanjian Giyanti dengan berbagai kegiatan.

"Yang masih sering ke sini dari Keraton Yogyakarta. Tiap 13 Februari kita juga ada kegiatan, seperti napak tilas dan sebagainya," pungkasnya.

Dua batu yang diyakini Monumen Perjanjian Giyanti.Dua batu yang diyakini Monumen Perjanjian Giyanti. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikJateng

Selengkapnya di halaman berikut....

Tentang Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti terjadi setelah berbagai pemberontakan terjadi di Kerajaan Mataram. Antara lain ialah peristiwa Geger Pecinan dengan tokoh Raden Mas Said dan Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning yang berhasil merebut Kartasura dari Sunan Pakubuwono II.

Perlawanan ini dilakukan karena RM Said dan RM Garendi menuntut keadilan untuk masyarakat Tionghoa dan pribumi yang tertindas atas tindakan VOC. Selain itu, RM Said juga menuntut hak karena menganggap ayahnya, KPA Mangkunegara seharusnya menjadi raja setelah Amangkurat IV.

Namun Pakubuwono II yang dibantu VOC berhasil merebut kembali Kartasura. Karena keraton sudah hancur, maka Pakubuwono II mendirikan keraton baru di Surakarta pada 1745.

RM Said ternyata terus melawan, bahkan kekuatannya semakin bertambah setelah mendapatkan dukungan dari Mangkubumi, adik Pakubuwono II. Mangkubumi melawan kakaknya sendiri karena merasa telah dikecewakan atas pembagian kekuasaan.

Pakubuwono II kemudian jatuh sakit lalu mangkat dan menyerahkan kekuasaan ke tangan Belanda. Pakubuwono II pun digantikan putranya, Pakubuwono III.

Atas campur tangan Belanda, dibagilah wilayah Mataram menjadi dua melalui Perjanjian Giyanti pada 1755. Mangkubumi pun menjadi raja di Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.

Situs Perjanjian Giyanti di tahun 1989.Situs Perjanjian Giyanti di tahun 1989. Foto: arsip Rekso Pustoko

RM Said yang selama bertahun-tahun berjuang bersama Mangkubumi malah tidak dilibatkan dalam Perjanjian Giyanti. RM Said kemudian berjuang sendiri melawan Pakubuwono III, Hamengkubuwono I dan VOC.

Namun RM Said akhirnya menghentikan perlawanan dan memilih bersikap akomodatif. Akhirnya terjadilah Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1957.

Dalam Perjanjian Salatiga, RM Said berhak mendapatkan daerah kekuasaan di sebagian wilayah Surakarta dan sebagian Yogyakarta. RM Said diakui sebagai penguasa kadipaten Pura Mangkunegaran yang tingkatannya masih di bawah raja.

Kemudian pada tahun 1813, Kasultanan Yogyakarta pun terpecah setelah kedatangan Inggris. Inggris menghadiahi kekuasaan kepada putra Hamengkubuwono II, BPH Natakusuma dengan gelar Paku Alam I.

Dia menguasai Kadipaten Pakualaman yang tingkatannya serupa dengan Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta. Dengan demikian, Mataram pun akhirnya pecah menjadi empat wilayah, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran dan Kadipaten Pakualaman.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Daftar Peraih detikJateng-Jogja Awards' Figur Akselerator Pembangunan'"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads