Pakar transportasi publik dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Djoko Setijowarno, berharap masalah transportasi dapat menjadi materi debat untuk para pasangan calon pemimpin daerah di Pilkada 2024. Dia menekankan pentingnya kebutuhan terkait transportasi publik.
Djoko mengatakan janji politik soal transportasi publik jarang diminati calon kepala daerah karena butuh waktu lama untuk merealisasikannya. Para paslon lebih memilih pada perbaikan jalan yang bisa diwujudkan dalam waktu setahun.
"Harus diakui program transportasi publik tidak diminati para calon kepala daerah. Hal ini disebabkan butuh waktu setidaknya lima tahun agar bisa terwujud. Lain halnya dengan janji membangun jalan, cukup setahun sudah dapat terwujud. Masyarakat harus cerdas memilih kepala daerah yang memiliki program langsung dapat dirasakan dalam kesehariannya, terutama dalam berperjalanan (mobilitas) yang murah dan mudah didapat," kata Djoko kepada detikJateng dalam keterangannya, Senin (16/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah bisa membawa tema tersebut sebagai materi debat antarpaslon. Saat ini menurut Djoko, baru DKI Jakarta yang rutin membawa tema transportasi publik dalam debat peserta pemilihan kepala daerah.
"Program pembenahan transportasi publik sangat jarang ditawarkan ke masyarakat dan KPUD dapat menjadikan materi debat antara calon kepala daerah. Hanya Daerah Khusus Jakarta yang telah secara rutin menjadikan transportasi sebagai materi debat para calon Gubernur Jakarta," ujarnya.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu menjelaskan keberadaan transportasi publik menjadi kebutuhan dasar tidak didukung oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pemda. Banyak pemda terkendala anggaran sehingga tidak mampu membenahi angkutan umum di daerahnya.
"Ditambah lagi, sektor perhubungan urusan wajib tidak terkait dengan pelayanan dasar (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah), sehingga anggaran yang dialokasikan ke Dinas Perhubungan sangat kecil dibandingkan pendidikan dan kesehatan. Mengutip Kajian Teknis Angkutan Perkotaan yang dilakukan Ditjenhubdat tahun 2019, proporsi anggaran Dinas Perhubungan di beberapa kota di Indonesia kisaran 0,22 persen sampai 3,1 persen dari total APBD," jelas Djoko.
Indonesia, lanjut Djoko, sedang mengalami krisis transportasi umum karena jumlah angkutan umum semakin tahun semakin berkurang. Terlebih sejak tahun 2005, awal revolusi sepeda motor yang mudah didapat, masyarakat mulai beralih menggunakan sepeda motor ketimbang kendaraan umum.
"Selain lebih murah, juga lebih efektif dalam bermobilitas. Masyarakat yang menggunakan angkutan umum cenderung menurun. Kondisi angkutan umum perkotaan di banyak kota sudah tidak beroperasi. Demikian pula dengan angkutan pedesaan banyak yang tidak beroperasi," katanya.
Djoko menjelaskan dampak berkurangnya transportasi umum ternyata bisa ke hal lain selain berhubungan dengan jalanan, contohnya di pedesaan dimana transportasi ke sekolah sulit hingga ada yang memilih putus sekolah. Dengan banyaknya penggunaan kendaraan umum tentu juga berdampak pada kemacetan, polusi, hingga kecelakaan.
"Jadi, ketiadaan layanan transportasi publik, bukan sekedar memunculkan masalah kemacetan lalu lintas, polusi udara, kecelakaan lalu lintas. Namun sudah lebih dari itu. Mendasari Bahkan, pengeluaran terbesar dalam pembiayaan rumah tangga adalah transportasi," tegasnya.
Di Jawa Tengah ada empat program angkutan umum yang terlaksana dengan APBN dan APBD. Pertama, Kota Semarang ada bus Trans Semarang sejak 2009 yang kini memiliki delapan koridor utama, satu koridor khusus, dan empat koridor pengumpan (feeder). Tahun 2024 dianggarkan Rp 260 miliar atau 5 persen dari APBD Kota Semarang untuk Trans Semarang.
"Di pertengahan tahun 2017 hadir layanan Bus Trans Jateng yang hingga sekarang sudah beroperasi 7 koridor. Ketujuh koridor itu tersebar di 4 wilayah aglomerasi. Tiga koridor di Kawasan Kedungsepur. Dua koridor di Kawasan Subosukawonosraten (Surakarta-Sumber Lawang dan Wonogiri-Surakarta). Lalu di Kawasan Barlingmascakeb (Purwokerto-Purbalingga) dan Purwomanggung (Kutoarjo-Purworejo-Borobudur). Tahun 2024 dianggarkan Rp 110 miliar untuk subsidi Bus Trans Jateng," tutur Djoko.
Kemudian ada Batik Solo Trans yang didukung APBN dengan enam koridor utama dan enam koridor angkutan feeder. Tahun 2021, Trans Banyumas beroperasi di wilayah Kabupaten Banyumas dengan tiga koridor.
"Kebutuhan layanan angkutan umum di semua kawasan koridor ini bisa lebih dari 30 koridor Bus Trans Jateng. Di Tengah meredupnya layanan Bus AKDP, kehadiran Bus Trans Jateng sangat diperlukan," tegas Djoko.
(apu/apl)