Filosofi Ketan Kolak Apem, Makanan Khas Tradisi Ruwahan

Filosofi Ketan Kolak Apem, Makanan Khas Tradisi Ruwahan

Anindya Milagsita - detikJateng
Selasa, 25 Feb 2025 08:56 WIB
Apem Kolak Pura Mangkunegaran
Apem Kolak Pura Mangkunegaran. (Foto: Kartika Bagus)
Solo -

Ada berbagai cara yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa saat ruwahan, salah satunya mempersiapkan sajian berupa ketan, kolak, dan apem. Namun, ternyata ada filosofi ketan, kolak, dan apem yang mewakili makna tertentu. Apa itu?

Dijelaskan dalam buku 'Budaya Makan Dalam Perspektif Kesehatan' karya Toto Sudargo, dkk., bahwa ruwahan merupakan sebuah istilah yang merujuk pada tradisi di dalam budaya Jawa. Ruwahan ini tidak terlepas dari tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dalam memperingati bulan ke-8 dalam kalender Jawa, yaitu Ruwah.

Terdapat berbagai kegiatan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam melakukan ruwahan. Misalnya saja mendoakan orang yang sudah meninggal dunia dengan berziarah kubur. Tidak hanya itu saja, terdapat tradisi ruwahan yang melibatkan pemberian sedekah berupa membagi-bagikan ketan, kolak, hingga apem.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya sekadar makanan biasa, ternyata ada filosofi yang terkandung dalam pemilihan ketan, kolak, dan apem sebagai menu ruwahan. Lantas, seperti apa filosofi ketan, kolak, dan apem yang selama ini tidak terlepas dari tradisi ruwahan? Berikut ulasannya.

Mengenal Lebih Dekat Tradisi Ruwahan

Sebelum mengetahui filosofi atau makna ketan, kolak, dan apem sebagai menu ruwahan, ada baiknya detikers mengenal secara lebih dekat tradisi ini. Masih mengacu dari buku yang sama, ruwahan diartikan sebagai cara bersedekah dengan makan bersama-sama. Biasanya masyarakat melakukan ruwahan dengan mengundang tetangga dekat memanjatkan doa bagi anggota keluarga yang telah tiada dan menyantap sajian yang telah disiapkan sebelumnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, di dalam buku 'Kuliner Yogyakarta - Pantas dikenang sepanjang masa' oleh Murdijati Gardjito, dkk., dijelaskan bahwa tradisi ruwahan dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan membuat atau menyajikan satu set makanan khas ruwahan. Biasanya makanan ruwahan terdiri dari satu wadah ketan, satu wadah kolak ubi jalar dicampur dengan pisang, dan setangkep apem.

Bagi masyarakat Jawa, tradisi ruwahan merupakan cara bagi mereka agar dapat mengirimkan doa kepada para leluhur yang telah tiada. Tidak jarang, di desa-desa ruwahan dilakukan dengan cara 'nyadran'. Kegiatan tersebut dengan mendatangi makam atau rumah seseorang yang dituakan.

Nyadran dapat dilakukan di waktu-waktu yang berbeda. Ada yang mengadakannya di tanggal 15 Ruwah. Namun, tidak sedikit yang melakukan pada tanggal 17, 20, 21, maupun 25 Ruwah. Selain ketan, kotak, dan apem, ada juga yang menyajikan berbagai buah-buahan.

Makna dan Filosofi Ketan, Kolak, dan Apem Ruwahan

Makanan ruwahan berupa ketan, kotal, dan apem ternyata memiliki makna dan filosofi tersendiri. Masih mengacu dari buku 'Kuliner Yogyakarta - Pantas dikenang sepanjang masa', makna ketan berasal lafal orang Jawa dalam menyebut 'khotan'. Dalam bahasa Arab, kata 'khotan' memiliki makna kesalahan.

Ketan sebagai ubarampe ruwahan memiliki makna mengingatkan setiap manusia memiliki kesalahan yang berasal dari diri sendiri. Kemudian dengan adanya makanan ruwahan ini sebagai simbol memohon perlindungan dengan niat yang suci, serupa dengan ketan yang berwarna putih bersih.

Kemudian ada kolak yang berasal dari kata 'khologo' yang bermakna kholiq atau khaliq. Inilah yang membuat makna kolak ruwahan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Sang Khaliq. Bahkan kolak juga menjadi wujud permohonan kepada para leluhur.

Lain halnya dengan apem yang di dalam bahasa Arab disebut sebagai 'affum' atau 'alwan'. Makna dari kata tersebut adalah permintaan maaf. Makna apem mewakili permintaan maaf bagi diri sendiri maupun keluarga yang telah tiada. Ini juga sebagai wujud permohonan untuk mendapatkan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara itu, di dalam buku 'Profil Struktur, Bumbu, dan Bahan dalam Kuliner Indonesia' oleh Murdijati Gardjito, dkk., bahwa filosofi ketan sebagai simbol niat suci yang berasal dari warna ketan putih.

Kemudian filosofi kolak melambangkan harapan agar senantiasa didekatkan kepada Sang Khaliq. Semantara itu, filosofi apem ruwahan mewakili permintaan maaf. Inilah yang membuat makanan khas ruwahan memiliki makna tersendiri di dalam tradisi ini.

Demikian tadi rangkuman penjelasan mengenai filosofi ketan, kolak, dan apem sebagai sajian dari ruwahan lengkap dengan sekilas mengenai tradisi ruwahan. Semoga informasi ini menambah wawasan baru bagi detikers, ya.




(sto/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads