Peleburan ajaran Agama Islam dengan berbagai budaya menyebabkan terbentuknya banyak tradisi unik menyambut Ramadhan. Di antaranya adalah tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut kedatangan Ramadhan.
Menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan berbagai macam tradisi merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh umat Islam. Mulai dari tradisi yang meriah hingga tradisi yang tenang dan sakral, umat Islam di berbagai daerah di Indonesia memiliki cara sendiri untuk menyambut Ramadhan.
Untuk daerah Jawa, berikut penjelasan 9 tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan Ramadhan yang dapat disimak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi Masyarakat Jawa Menyambut Ramadhan
1. Padusan
Tradisi menjelang puasa Ramadhan bagi masyarakat Jawa yang pertama yakni Padusan. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat sekitar Klaten, Boyolali, Salatiga, bahkan Yogyakarta.
Padusan merupakan kegiatan berendam atau mandi di sumur maupun sumber mata air sebagai bentuk upacara. Tradisi Padusan biasanya dilakukan di tempat yang keramat atau terhormat, itulah yang menjadi keunikan.
Awalnya, tradisi ini disebut "padusa" yang bermakna jiwa dan raga seseorang bersih secara lahir dan batin ketika menjalankan ibadah puasa. Selain itu juga dapat diartikan sebagai bentuk membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan, sebagaimana dikutip dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Pati.
2. Dugderan
Kembali mengutip dari situs Pemerintah Kabupaten Pati, tradisi yang satu ini berasal dari Kota Semarang, Jawa Tengah. Tradisi ini biasanya digelar sekitar 1-2 minggu sebelum dimulai puasa Ramadhan.
Tradisi Dugderan berasal dari kata "Dug" dan "Der", kata "Dug" berasal dari suara bedug masjid yang ditabuh. Sedangkan, kata "Der" berasal dari suara dentuman meriam yang dinyalakan.
Oleh sebab itu, ketika tradisi ini digelar, maka bedug masjid ditabuh bersamaan dengan suara dentuman meriam. Seiring dengan perkembangan zaman, meriam digantikan dengan petasan atau bledur (batang pohon yang dilubangi dan diisi karbit).
Saat ini, tradisi Dugderan mulai berkembang menjadi semacam pesta rakyat. Sehingga, terdapat berbagai macam kegiatan seperti, pentas tari japin, arak-arakan (karnaval), bahkan tabuh bedug bersama Walikota Semarang.
3. Sadranan
Masih mengutip dari sumber yang sama, Sadranan atau Nyadran berasal dari kata "sodrun" yang berarti tidak waras (gila). Kata tersebut berasal dari tradisi masyarakat zaman dahulu yang menyembah pohon, batu, ataupun binatang dengan membawa sesaji berupa makanan.
Selanjutnya, kebiasaan yang dianggap tidak benar tersebut diluruskan oleh para Wali Songo. Sehingga, sejak saat itu tradisi Nyadran digelar untuk menyembah Allah SWT.
Sadranan diawali dengan kegiatan berdoa bersama (tahlil), lalu dilanjutkan dengan acara makan bersama (kenduri). Selain itu, terdapat suatu keunikan yakni, masyarakat membawa makanan masing-masing berupa makanan tradisional (ayam ingkung, mangut, urap, baceman, dll).
Tradisi sadranan atau nyadran banyak terdapat dalam berbagai wilayah di Jawa Tengah.
4. Megengan
Tetap mengutip dari sumber sebelumnya, Megengan menjadi tradisi sebelum puasa Ramadhan di Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan sejarahnya, tradisi ini awalnya muncul dari kawasan sekitar Masjid Ampel.
"Megengan" berkaitan erat dengan tradisi makan apem, makanan seperti serabi yang tebal dan rasanya nyaris tawar. Kata "apem" atau "apam" berasal dari kata "afwan" yang memiliki arti "maaf" dalam bahasa Arab.
Oleh sebab itu, tradisi ini dilaksanakan dengan acara tahlilan atau selamatan dengan hidangan apem yang nanti dibagi-bagikan. Dengan memakan apem, dapat menjadi tanda permintaan maaf terhadap sesama, teman, maupun kerabat.
5. Dandangan
Tradisi yang satu ini dapat dijumpai ketika menyambut puasa Ramadhan di Kota Kudus. "Dandangan" merupakan perayaan berupa pasar malam yang digelar di sepanjang Jalan Sunan Kudus dan sekitarnya.
Pada zaman Syekh Ja'far Shodiq (Sunan Kudus), menjelang bulan puasa ratusan santri berkumpul di Masjid Menara. Seiring dengan perkembangannya, akhirnya banyak pedagang yang kemudian menjadi ramai seperti pasar malam pada umumnya.
6. Munggahan
Mengutip dari situs resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, tradisi Munggahan digelar sekitar satu atau dua hari sebelum bulan puasa Ramadhan. Tradisi ini diselenggarakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Jawa Barat.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat akan berkumpul dengan keluarga semacam piknik di suatu lokasi wisata. Selain itu, masyarakat biasanya juga membersihkan tempat ibadah, berziarah makam, bahkan makan bersama sebelum melaksanakan puasa Ramadhan.
7. Unggah-unggahan
Dikutip dari situs resmi Desa Umbulrejo, tradisi menjelang puasa Ramadhan kali ini, berasal dari bentuk akulturasi budaya Jawa dengan Agama Islam. Kata Unggah-unggahan berasal dari kata "munggah" yang berarti masuk (masuknya bulan suci Ramadhan).
Desa Umbulrejo, Ponjong, Gunung Kidul, DIY, menjadi salah satu daerah yang sampai saat ini masih menggelar tradisi Unggah-unggahan.
Lalu, tradisi keagamaan yang unik ini digelar dengan mengundang masyarakat untuk berkumpul mengaji bersama. Ibu-ibu biasanya memasak untuk menghasilkan hidangan makanan khas selamatan yakni, ambeng atau berkat.
"Berkat" yang dihidangkan tersebut menjadi bentuk rasa syukur atas berkat dari Allah SWT. Selain itu, tradisi Unggah-unggahan juga digelar untuk menjaga dan meningkatkan bentuk kerukunan di masyarakat.
8. Gebyuran Bustaman
Dikutip dari situs resmi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, seperti namanya, tradisi ini terdapat di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah. Tradisi Gebyuran Bustaman menjadi salah satu tradisi menyambut puasa Ramadhan yang masing ada hingga saat ini.
Ternyata, tradisi ini muncul dari kebiasaan Kyai Bustam yang memandikan cucunya di sumur sebelum puasa Ramadhan. Sehingga, hal tersebut menjadi budaya turun temurun di Kampung Bustaman.
Sebelum acara Gebyuran dimulai, terdapat tanda pemukulan kentongan setelah ashar, lalu dilanjutkan acara perang air hingga menjelang maghrib. Sejak tahun 2013, terdapat acara tambahan berupa air yang dicampur bubuk warna-warni, lalu dimasukkan dalam plastik.
"Gebyuran" bermakna sebagai penghapus dosa selama satu tahun dengan simbol mencorengkan bedak cair di wajah. Kemudian, siraman air tersebut harus membasahi seluruh masyarakat hingga kuyup dan bedak cair tersebut telah hilang.
Tradisi unik di Kampung Bustaman ini, biasanya diakhiri dengan acara doa dan makan nasi gudangan bersama.
9. Long Bumbung
Selanjutnya, tradisi terakhir yakni, Long Bumbung yang berasal dari daerah Karanganyar. Oleh sebab itu, jika kalian berasal dari daerah Karanganyar pasti sudah tak asing lagi dengan tradisi Long Bumbung.
Mengutip dari situs BAZNAS (Badan Zakat Nasional), Long Bumbung merupakan bentuk tradisi membunyikan meriam bambu. Tradisi yang berasal dari daerah Karanganyar ini banyak dijumpai ketika menjelang bulan puasa Ramadhan.
Itulah 9 tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan puasa bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat ya, detikers.
Artikel ini ditulis oleh Nindasari, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/apl)