Warteg adalah singkatan dari Warung Tegal yang merujuk pada warung makan sederhana yang berasal dari daerah Tegal, Jawa Tengah. Warteg identik dengan sajian makanan mengenyangkan dengan harga yang terjangkau. Sajian yang disuguhkan umumnya terdiri dari banyak ragam sayur dan lauk.
Dikutip dari NU Online, warteg merupakan sebuah bentuk usaha gastronomi berskala mikro yang berada di wilayah urban atau kota. Menurut KBBI, gastronomi dimaknai sebagai seni menyiapkan hidangan yang lezat. Namun, gastronomi juga sering dipahami sebagai ilmu yang berhubungan dengan seni, filosofi, sosial budaya, hingga antropologi suatu makanan.
Istilah warteg sudah tidak asing bagi masyarakat urban karena kemunculannya banyak berhubungan dengan perkembangan kaum urban. Mengutip dari jurnal berjudul "Perencanaan dan Strategi Komunikasi Jaringan Franchise Warung Tegal Kharisma Bahari" oleh Agus Hitopa Sukma dan website Nahdlatul Ulama, berikut ini sejarah munculnya warteg di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Munculnya Warteg di Indonesia
Keberadaan warteg tidak terlepas pada kehidupan kaum urban menengah ke bawah. Banyaknya masyarakat yang merantau di kota-kota besar yang memiliki penghasilan menengah ke bawah dijadikan peluang usaha bagi kaum urban dari Tegal untuk menyediakan makanan dengan porsi besar dan murah.
Awal mulanya pengusaha Warung Tegal berasal dari tiga desa di Tegal, yakni Desa Sidapurna, Sidakaton, dan Krandon. Pengusaha asal Tegal yang merantau ke Jakarta selain memiliki motif ekonomi, ternyata juga karena tradisi yang sudah diturunkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Kepala Desa Cabawan, masyarakat Tegal sudah mulai merantau ke Jakarta Sejak Tahun 1960-an. Kini usaha warteg semakin berkembang di kota-kota besar yang ada di Indonesia, bahkan kepemilikannya tidak hanya berasal dari orang Tegal saja.
Keberhasilan kepopuleran warteg dibuktikan dengan dijadikannya pilihan utama bahkan makanan simbolis bagi kaum urban untuk memenuhi kebutuhan primernya. Beberapa keunggulan yang dimiliki warteg dibandingkan warung makanan lainnya, yakni memiliki lauk yang beragam, porsi yang mengenyangkan, dan harga yang terjangkau.
Usaha warteg memiliki kontribusi yang besar dalam membantu perantau di kota-kota besar. Bahkan dalam perkembangannya dari segi konsumen mengalami pergeseran yang dulunya identik dengan kaum menengah ke bawah, kini umum dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.
Kesuksesan para pedagang warteg dalam memperluas bisnis semakin memperkuat hubungan antar sesama pedagang warteg dan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan usaha secara signifikan. Penambahan pendapatan yang substansial secara otomatis berdampak pada gaya hidup yang meningkat dan memicu pertumbuhan ekonomi di desa.
Kepemilikan warteg tidak terbatas pada individu tunggal, melainkan merupakan kolaborasi dari beberapa individu, baik dengan ikatan keluarga maupun tanpa ikatan, dengan konsep pembagian waktu pengelolaan yang bergiliran, seperti pertelon atau pertiga dan perempat bulan. Mereka yang tidak sedang bertugas mengelola warung biasanya kembali ke kampung halaman mereka dan melakukan kegiatan pertanian hingga giliran mereka tiba lagi.
Secara umum persebaran warteg di wilayah urban, diantaranya berada di wilayah kampus, proyek-proyek pembangunan, kompleks hunian masyarakat, pasar, dan pusat keramaian lainnya. Selain itu, bangunan warteg juga identik dengan warna-warna tertentu, seperti hijau dan biru serta ukurannya yang kecil. Warna biru pada warteg memiliki fakta unik yang melambangkan kampung halaman Kota Tegal yang berada di daerah pesisir.
Filosofi Bangunan dan Jenis Sajian Warteg
Terdapat beberapa fakta unik atau filosofi pada beberapa bentuk bangunan warteg. Salah satunya adalah karakteristik penggunaan dua pintu yang menonjol di sisi kanan dan kiri bangunan mencerminkan makna banyak rejeki.
Sedangkan dari segi arsitektur, penempatan dua pintu tersebut bertujuan mengurangi antrian pembeli dengan memanfaatkan ruang yang terbatas dengan bijaksana, sehingga pengunjung dapat masuk dan keluar tanpa hambatan. Penggunaan lemari kaca untuk menampilkan beragam hidangan juga mempermudah pembeli dalam memilih.
Kemudian menu yang disajikan, seperti sayur lodeh, sayur asem, tempe orek, dan lainnya, mencerminkan hasil pertanian lokal yang dimasak dengan bumbu sederhana agar dapat dijual dengan harga yang terjangkau. Sedangkan bangku panjang yang diletakkan di depan lemari kaca menjadi simbol kesetaraan, di mana orang dari berbagai lapisan masyarakat dapat duduk bersama, berbincang-bincang, sambil menikmati hidangan warteg.
Nah, itulah sejarah warteg, warung makan sederhana asal Tegal yang menyajikan berbagai menu masakan.
Artikel ini ditulis oleh Syifa`ul Husna peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(par/dil)