Pabrik kopi Margo Redjo, Semarang, tidak sekadar mejajakan kopi seduh dengan berbagai pilihan biji kopi. Margo Redjo juga menawarkan kisah sejarah dari pabrik kopi tertua di Semarang itu.
Hanya ada satu pintu masuk berukuran 2x1 meter saat detikJateng mengunjungi warung kopi itu di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang pada Jumat (16/6/2023). Gerbang utama bangunan itu memang selalu dalam kondisi tertutup.
Pintu masuk dan gerbang utama dipisahkan dengan lapak tambal ban yang membuat kedua gerbang itu terlihat menuju ke bangunan yang berbeda. Begitu memasuki pintu langsung terlihat meja kursi yang ditata rapi di halaman yang nampak seperti taman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adanya pengunjung yang sedang menikmati kopi, dan mesin kasir membuat suasana benar-benar terlihat sebagai kafe dibanding dengan pabrik. Pemilik pabrik yang kini bernama Dharma Boutique Roastery itu, Widayat Basuki Dharmowiyono (78) menyebutnya sebagai showroom.
"Buat kami masih tetap ini hanya showroom, jadi kami masih mengandalkan roastery-nya saja, tapi kebetulan showroom-nya laku juga sih," ujarnya pada Jumat (16/6/2023).
Berbagai biji kopi Nusantara memang dipamerkan dalam satu ruangan yang menjadi tempat pesan dan membayar. Tempat itu juga hanya menjual kopi tanpa ada menu lainnya.
Di tempat itu, Basuki tak segan menceritakan sejarah dari pabrik kopi yang didirikan pada 1915 itu. Ternyata sejumlah pegawai di sana juga sudah fasih terkait garis besar sejarah Margo Redjo.
Sejarah memang menjadi kelebihan yang ditawarkan dari warung kopinya. Terlebih di sana masih tersimpan mesin-mesin sangrai kopi kuno yang disimpan di tempat yang disebut Basuki sebagai museum.
"Sulit yah kalau mau membuka cabang, karena kan nggak bisa kita bawa auranya, aura historis gitu kan gimana bawanya," katanya.
Baru pada 2019 pecinta kopi bisa membeli kopi seduhan langsung di Margo Redjo. Meski ada di area terbuka, pengunjung tak bisa menikmati kopi sambil menyaksikan bulan dan bintang. Sebab, sebelum matahari terbenam Margo Redjo telah tutup.
(ahr/ahr)