Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul telah menyiapkan beberapa tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) tingkat Kabupaten untuk meminimalisir ketergantungan dengan TPA Piyungan. Selain itu, Pemkab juga meminta warga agar membuat jugangan untuk sampah organik.
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan setelah Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memutuskan menutup TPA Piyungan sejak Minggu (23/7/2023) hingga 5 September Pemkab Bantul mengambil beberapa langkah kedaruratan. Salah satunya membuat TPST baru.
"Pertama membuat TPST baru dengan kapasitas yang kecil, kedua TPST baru ini tidak hanya di satu tempat tapi beberapa tempat," katanya usai serah terima bantuan alat mesin pertanian (alsintan) di Pendopo Pemkab Bantul 2, Manding, Bantul, Senin (24/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di antaranya di Modalan, Kapanewon Banguntapan, Murtigading, Kapanewon Sanden dan yang ketiga tempatnya masih opsional. Mungkin dua hari ini kita putuskan di mana lokasinya," lanjut Halim.
Terkait kapan beroperasinya TPST tersebut, Halim mengaku tengah berproses. Menurutnya, tidak lama lagi TPST itu sudah bisa beroperasi.
"Kalau Modalan sudah on going, proses. Kemudian Murtigading kerja sama antara BUMD dengan BUMDes dan lembaga lain," ucapnya.
Halim juga mengungkapkan, TPST level kabupaten itu bersifat jangka panjang. Semua itu agar Bantul tidak lagi terlalu bergantung dengan TPA Piyungan.
Apalagi, sebelum penutupan setiap harinya TPA Piyungan menerima 250 ton sampah dari Kabupaten Sleman, 230 ton sampah dari Kota Jogja dan 130 ton sampah dari Kabupaten Bantul. Sehingga dengan adanya TPST level kabupaten sebagian sampah bisa selesai di TPST itu.
"Jadi TPST tingkat Kabupaten itu selamanya. Tapi kalau teknologi di Piyungan besok lebih baik dan lebih murah kita setor ke sana. Karena dinamika kan terus berkembang ya," ujarnya.
Langkah kedaruratan kedua, kata Halim adalah mengoptimalkan pemilahan sampah yang ada di tingkat pedukuhan. Optimalisasi itu dibiayai melalui dana program pemberdayaan berbasis masyarakat pedukuhan (P2BMP) yang mengucurkan Rp 50 juta per pedukuhan.
"Supaya ada percepatan budaya baru di lingkup rumah tangga yaitu pemilahan sampah. Jadi ya ada hikmahnya dengan penutupan (TPA) memaksa mengubah budaya kita agar jangan mencampur sampah organik dan anorganik. Kalau itu bisa terpisah sebenarnya 80 persen masalah sampah bisa selesai," ucapnya.
Baca Pembuatan Jugangan untuk Sampah Organik di halaman berikutnya....
Pembuatan Jugangan untuk Sampah Organik
Menurutnya, dari pemilahan itu yang paling sulit bagaimana membuang sampah organik yang sebagian besar berupa sampah sisa makanan. Mengingat untuk sampah anorganik jelas sudah ada pengepul yang membelinya.
"Yang rumit itu justru sampah organik, yaitu sampah sisa makanan. Karena itu, sampah organik ini akan kita atasi dengan beberapa langkah, satu kita menganjurkan masyarakat yang memiliki lahan untuk membuat jugangan-jugangan dengan catatan harus ada kontrol yang ketat," ujarnya.
"Kenapa? Agar yang ditanam itu hanya sampah yang organik, sekali lagi hanya sampah organik. Dulu nenek moyang kita cara membuang sampah hanya ditanam, bukan dibuang di sungai dan tidak dibakar," imbuh Halim.
Selain itu, anjuran pembuatan jugangan juga hanya berlangsung sementara. Mengingat anjuran itu hanya untuk merespons situasi kedaruratan akan sampah pasca-TPA Piyungan tutup hingga bulan September.
"Dan ini sifatnya darurat. Jadi ketika nanti TPST level Kabupaten sudah ready (siap) semuanya dan di Piyungan sudah dibangun Pemda DIY maka aktivitas penimbunan itu harus selesai. Sekali lagi, jugangan itu tidak untuk selamanya, hanya sampai September saja," katanya.
Selain itu, alasan Halim tidak menyarankan masyarakat membuat jugangan sampah untuk jangka panjang karena belum yakin sampah yang dibuang masyarakat ke jugangan adalah sampah organik. Apalagi, dengan banyaknya jugangan Pemkab tidak bisa melakukan kontrol secara penuh terkait jenis sampah apa yang dibuang masyarakat.
"Karena Pemkab tidak mungkin mengontrol rumah tangga yang jumlahnya ratusan ribu itu hanya menimbun sampah organik saja. Kita juga belum yakin 100 persen bahwa rumah tangga itu yang ditanam hanya yang organik saja," ucapnya.