Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul memastikan hanya ada satu orang meninggal dengan diagnosis suspek Antraks di Gunungkidul. Sedangkan dua warga Pedukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, yang mengonsumsi daging terpapar Antraks meninggal karena diagnosis lain.
"Satu yang (meninggal dunia) betul-betul karena Antraks," kata Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto kepada wartawan di Kantor Pemkab Gunungkidul, Kota Wonosari, Rabu (5/7/2023).
Sementara itu Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Gunungkidul Sidig Hery Sukoco mengatakan bahwa satu orang yang meninggal dengan diagnosis suspek Antraks adalah pria berusia 73 tahun warga Jati, Candirejo, Semanu. Hal itu merujuk hasil laboratorium RSUP dr. Sardjito.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyampaikan konfirmasi bahwa yang meninggal untuk kasus suspek Antraks ini satu, dengan diagnosis konfirmasi laboratorium oleh RSUP dr. Sardjito. Karena meninggalnya di Sardjito," ujarnya.
Selanjutnya, dua warga Jati yang meninggal setelah pria 73 tahun itu menjalani perawatan di salah rumah sakit yang ada di Gunungkidul. Kedua warga yang meninggal itu memang mengonsumsi daging sapi yang terpapar Antraks namun hasil diagnosis bukan meninggal karena Antraks.
"Yang lain dengan diagnosis lain, bukan diagnosis Antraks dan yang dua ini tidak dilakukan pemeriksaan untuk Antraks. Jadi hanya satu," ucapnya.
"Dua orang meninggal itu warga Jati Candirejo, mengonsumsi daging juga tapi tidak ada konfirmasi diagnosis yang mengarah ke Antraks karena tidak dilakukan pemeriksaan lab. Dan dua orang itu dirawat di rumah sakit di Gunungkidul," lanjut Sidig.
Selain itu, Sidig mengungkapkan jika saat ini sudah melakukan pemeriksaan serologi terhadap ratusan warga Jati. Hasilnya, jumlah warga yang seropositif mengalami penambahan. Seropositif adalah adanya antibodi terhadap patogen dalam darah.
"Lalu 143 orang sudah menjalani pemeriksaan serum dan yang positif 87 khusus untuk Candirejo. Untuk yang bergejala saat ini tidak ada, semua dalam pemantauan dan kondisinya sehat," katanya.
Selanjutnya Dinkes melakukan pemantauan dua kali masa inkubasi atau 90 hari terhadap mereka terhitung sejak pengambilan sampel atau bulan Juni. Selama itu, Sidig menyebut masyarakat beraktivitas secara normal.
"Mereka saat ini aktivitas biasa karena tidak bergejala, tidak ada pembatasan-pembatasan untuk manusia. Hanya yang perlu kita sampaikan adalah menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan individunya," ucapnya.
(rih/apl)