Ngerinya Akses 'Kampung Mati' Kulon Progo, Miring 70 Derajat-Rawan Batu Jatuh

Ngerinya Akses 'Kampung Mati' Kulon Progo, Miring 70 Derajat-Rawan Batu Jatuh

Jalu Rahman Dewantara - detikJateng
Minggu, 18 Jun 2023 18:25 WIB
Sulitnya akses menuju kampung mati di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo, Jumat (16/6/2023).
Sulitnya akses menuju kampung mati di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo, Jumat (16/6/2023). (Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng)
Kulon Progo -

Sebuah perkampungan di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tinggal dihuni oleh satu keluarga hingga dijuluki Kampung Mati. Kampung itu kehilangan penghuninya karena letaknya yang di tengah hutan membuat tidak adanya akses yang memadai.

Kampung Mati ini terletak wilayah Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo. Saat ini tinggal satu keluarga yang bertahan di kampung tersebut. Keluarga itu adalah pasangan suami-istri Sumiran (49) dan Sugiati (50) serta dua anaknya.

Kampung Mati memang berada di area terpencil. Lokasinya jauh dari fasilitas publik seperti pasar, klinik, maupun kantor pemerintahah. Pun demikian dengan permukiman penduduk terdekat yang jaraknya bisa mencapai 2 km.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanya ada satu cara untuk bisa sampai ke kampung ini, yaitu dengan berjalan kaki menyusuri perbukitan. Trek yang ditempuh berupa tanah berbatu dan dengan tingkat kemiringan hingga 70 derajat. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk dilewati kendaraan, bahkan sepeda sekalipun.

"Kalau pas musim hujan itu lebih berbahaya lagi. Selain karena licin, juga kadang ada bebatuan yang tiba-tiba jatuh. Jadi memang harus hati-hati kalau mau ke sini," ujar Sugiati kepada detikJateng, Jumat (16/6/2023).

ADVERTISEMENT

Sugiati menjelaskan sulitnya akses itulah yang membuat penduduk perlahan meninggalkan Kampung Mati. Mereka jengah dengan kondisi kampung yang terisolir.

"Karena di sini jauh dari jalan yang bisa diakses kendaraan. Harus jalan kaki dulu sejauh 1,5 sampai 2 km. Jadi banyak yang pindah," ucapnya.

"Penduduk terakhir yang pindah itu sekitar 4 tahun lalu. Jadi sejak 4 tahun ini kami memang menyendiri," imbuhnya.

Dukuh Watu Belah, Gunawan mengkonfirmasi hal tersebut. Dia mengatakan dulunya ada 10 rumah termasuk milik keluarga Sumiran yang menetap di area perkampungan tersebut. Karena akses jalan yang sulit, banyak warga yang pindah sehingga menyisakan satu rumah saja.

"Kalau jarak terdekat dari rumah warga lain (dari keluarga Sumiran) kurang lebih 1,5-2 km," imbuhnya.

Meski jauh dengan tetangga, keluarga Sumiran tetap bersosialisasi. Keluarga ini juga rutin ikut kegiatan kemasyarakatan seperti hajatan pernikahan, melayat, dan sebagainya.

Gunawan mengatakan keluarga Sumiran yang masuk kategori kurang mampu juga telah mendapat program bantuan dari pemerintah. Di antaranya PKH hingga Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), yakni program bantuan perbaikan rumah yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat penerima bantuan dalam hal ini masyarakat yang terkategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).




(aku/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads