Bendara Raden Mas (BRM) Sujono atau akrab dikenal dengan Pangeran Mangkubumi adalah seorang pendiri dari Keraton Jogja. Semasa hidupnya ia dikenal sebagai sosok yang memiliki daya intelektual tinggi dan taat beribadah. Ia juga terkenal dalam keberaniannya melakukan perlawanan terhadap VOC milik Belanda.
Pangeran Mangkubumi mulai memimpin dan menjadi raja di Keraton Jogja setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti oleh Pangeran Mangkubumi dan Paku Buwono III pada tanggal 13 Februari 1755. Dalam perjanjian tersebut disepakati untuk membagi wilayah Kerajaan Mataram menjadi dua yakni Keraton Surakarta dan Keraton Jogja.
Melalui perjanjian tersebut, maka secara resmi Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi raja pertama Keraton Jogja dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Lantas seperti apa biografi Pangeran Mangkubumi sang pendiri Keraton Jogja? Berikut ini biografi Pangeran Mangkubumi, dikutip dari Keraton NgaJogja Hadiningrat dalam laman resminya, Sabtu (3/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biografi Pangeran Mangkubumi
Kelahiran
Pangeran Mangkubumi merupakan seorang pendiri sekaligus pembangun Keraton Jogja. Beliau dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1717 dengan nama Bendara Raden Mas (BRM) Sujono. Ia merupakan putra dari Sunan Amangkurat IV dengan istrinya yang bernama Mas Ayu Tejawati.
Diangkat Sebagai Pangeran Lurah
Sedari kecil, BRM Sujono terkenal akan kemahirannya dalam melakukan pengelolaan terhadap keprajuritan. Selain itu ia juga pandai menunggangi kuda sembari memainkan senjata. BRM Sujono juga dikenal sebagai figur yang taat dalam menunaikan kewajiban beribadah dan tetap menjunjung segala bentuk nilai-nilai luhur budaya Jawa.
Terkait tentang ketaatan dalam beribadah yang dilakukan BRM Sujono diterangkan secara rinci dalam Serat Cebolek. Dalam serat tersebut digambarkan perihal kebiasaan-kebiasaan BRM Sujono, seperti berpuasa Senin-Kamis, sholat lima waktu, dan membaca Al-Quran. Dalam serat ini turut dikisahkan mengenai kegemaran BRM Sujono mulai dari mengembara, melakukan pendekatan dengan masyarakat, dan memberikan bantuan atau pertolongan kepada yang lemah.
Atas dasar itulah ketika paman BRM Sujono yang bernama Mangkubumi meninggal dunia pada tanggal 27 November 1730, BRM Sujono diangkat dan ditetapkan sebagai pangeran yang dituakan dari para putera raja atau dikenal dengan istilah Pangeran Lurah. Ketika beranjak dewasa akhirnya BRM Sujono lebih banyak dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi.
Memiliki Pasukan yang Setia
Pangeran Mangkubumi telah berhasil membuat para pasukannya memiliki rasa kesetiaan yang besar dan mendalam. Para pasukan Pangeran Mangkubumi tidak kenal takut dalam melakukan perlawanan terhadap Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), bahkan jumlah pasukan yang dimiliki oleh Pangeran Mangkubumi terus mengalami peningkatan jumlah yang signifikan.
Pada tahun 1747, jumlah pasukan Pangeran Mangkubumi berjumlah 13.000 dimana sebelumnya hanya ada 3.000 saja. Kesetiaan dan kesediaan para pasukan Pangeran Mangkubumi kemudian meluas hingga ke masyarakat umum pada tahun 1750.
Perjuangan Terhadap Mataram
Kerajaan Mataram mengalami masa-masa sulit pada tahun 1740-an. Kala itu terjadi banyak pemberontakan yang merajalela. Misalnya saja peristiwa Geger Pecinan yang dipimpin oleh Sunan Kuning yang turut dibantu oleh Pangeran Sambernyawa. Berbagai macam serangan-serangan tersebut akhirnya mengakibatkan keraton harus berpindah dari Kartasura menuju ke Surakarta pada tanggal 17 Februari 1745.
Dengan melihat kondisi yang kian runyam dan sulit, akhirnya Raja Mataram saat itu Susuhunan Pakubuwono II mengadakan sayembara untuk memadamkan pemberontakan. Sayembara tersebut disambut dan dimenangkan oleh Pangeran Mangkubumi dan bermaksud untuk mengendalikan pesisir utara Jawa untuk mengurangi pengaruh dari VOC. Namun, hal itu gagal karena adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh Patih Pringgoloyo dengan bantuan VOC.
Setelah peristiwa itu, Pangeran Mangkubumi memutuskan pergi meninggalkan keraton dan mulai melancarkan serangan terhadap VOC. Apa yang telah dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi akhirnya memperoleh dukungan dari Pangeran Sambernyawa. Hingga keduanya berhasil membebaskan sejumlah wilayah dari tangan VOC.
Di lain sisi, kondisi kesehatan dari Paku Buwono II terus mengalami penurunan dan dimanfaatkan oleh Belanda untuk membuat traktat yang berisi penyerahan Kerajaan Mataram seluruhnya kepada VOC pada tanggal 16 Desember 1749. Tak berselang lama akhirnya Paku Buwono II meninggal dan digantikan oleh anaknya Paku Buwono III.
Mengetahui adanya perjanjian tersebut membuat Pangeran Mangkubumi geram dan berencana melakukan penyerangan terhadap VOC. Berbagai macam serangan telah dilancarkan oleh Pangeran Mangkubumi. Hal itu membuat pasukan VOC kian terdesak dan tewas. Melalui serangan yang hanya berlangsung selama beberapa bulan tersebut telah berhasil merebut sebagian besar dari wilayah Kerajaan Mataram dari pengaruh dan kekuasaan VOC.
Raja Pertama Kesultanan Jogja
Peristiwa kemenangan Pangeran Mangkubumi atas VOC di wilayah Mataram membuat Gubernur Jenderal Jawa Utara, Baron Van Hohendorff mengalami tekanan yang luar biasa hingga mengundurkan diri. Bahkan tak berselang lama dari itu ia dikabarkan jatuh sakit dan meninggal. Selanjutnya, tampuk kekuasaan dilanjutkan oleh Nicholas Hartingh. Semasa kepemimpinan Hartingh terjadi perubahan dalam melakukan pendekatan penyelesaian masalah.
Hartingh lebih senang untuk melakukan pendekatan secara personal untuk membangun perdamaian. Ia mengutus seorang keturunan Arab bernama Syekh Ibrahim atau akrab dikenal dengan Tuan Sarip Besar bertemu Pangeran Mangkubumi untuk menawarkan jalan perundingan.
Hingga akhirnya pada tanggal 23 September 1754, Hartingh berhasil bertemu Pangeran Mangkubumi dan menyusun rancangan awal perjanjian yang dikenal dengan Palihan Nagari. Kemudian poin-poin kesepakatan yang terdapat dalam rancangan awal tersebut dituangkan ke naskah Perjanjian Giyanti dan ditandatangani pihak-pihak terkait pada tanggal 13 Februari 1755.
Atas disepakati dan ditandatanganinya perjanjian tersebut menjadi babak awal bagi Kesultanan Jogja. Selanjutnya pada tanggal 13 Maret 1755 secara resmi BRM Sujono atau Pangeran Mangkubumi ditetapkan sebagai raja pertama dari Kesultanan Jogja dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Peninggalan-Peninggalan
Sri Sultan Hamengku Buwono I memiliki berbagai macam peninggalan mulai dari seni, konsep, hingga falsafah. Dalam bidang seni di antaranya adalah: Beksan Lawung, Tarian Wayang Wong Lakon Gondowerdaya, Tarian Eteng, Joged Mataram, dan Seni Wayang Purwo.
Pangeran Mangkubumi juga mengajarkan konsep falsafah golong gilig manunggaling kawulo Gusti yakni hubungan erat antara rakyat dengan raja dan antara umat dengan Tuhan serta Hamemayu Hayuning Bawono atau menjaga kelestarian alam.
Kematian
Pangeran Mangkubumi meninggal dunia pada tanggal 24 Maret 1792 (1 Ruwah 1718 TJ), beliau di makamkan di Astana Kasuwargan, Pajimatan Imogiri.
Artikel ini ditulis oleh Noris Roby Setiyawan peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/dil)