Juru Supit Bogem menjadi lokasi khitan yang sudah sangat terkenal. Bukan hanya bagi warga Jogja dan sekitarnya saja, namun sampai ke luar pulau Jawa.
Dimas (28) salah satunya. Dia masih ingat 17 tahun yang lalu dirinya menyeberang pulau dari Lampung ke Jogja hanya untuk sunat di Bogem.
"Dulu bela-belain waktu kecil sunat di Jawa. Waktu libur sekolah, nyeberang sunat, 7 hari kemudian pulang," kata Dimas kepada detikJateng, Kamis (24/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bilang, salah satu alasan ingin sunat di Bogem selain karena bisa liburan juga karena rekomendasi dari saudaranya.
"Kata saudara dari bapak di situ memang bagus," ucapnya.
Tak butuh waktu lama untuk benar-benar sembuh. Bahkan belum genap sepekan dia sudah bisa jalan-jalan walaupun masih menggunakan celana longgar.
"Hari keenam setelah sunat itu jalan ke Borobudur, seminggu sudah jalan normal," ucapnya.
Pranyoto, warga Sleman juga punya pengalaman saat sunat di Bogem. Dulu saat mengantarkan anaknya sunat, dia bertemu dengan pasien lain dari Pati, Jawa Tengah.
Dari obrolannya, ternyata ada kepercayaan bahwa saat sunat di Bogem cita-citanya bisa terkabul. Sebab, saat proses khitan, ada petugas yang mendampingi untuk berdoa dan ditanya soal cita-cita.
"Jadi ada anggapan atau sugesti kalau sunat di sana itu kebanyakan nanti besarnya jadi 'orang'," ujar Pranyoto.
Laki-laki di keluarga besarnya pun kebanyakan sunat di Bogem, termasuk dirinya dan menurun ke anaknya sekarang. Dia tidak mengetahui secara pasti kenapa keluarganya sunat di situ.
"Dari keluarga memang dari dulu sunat di Bogem, ya merasa mantap saja kalau sunat di situ," ucapnya.
Pengelola Juru Supit Bogem, Budi Harjanto yang telah puluhan tahun bersinggungan dengan pasien juga punya pengalaman unik. Di Bogem, orang sunat bukan hanya anak-anak. "Ada yang usianya 70 tahun ke sini sunat," ucap Budi.
Budi sudah tak ingat kapan kejadiannya. Tapi dia ingat kakek itu diantar istrinya.
"Ceritanya itu baru jual kambing di Pasar Prambanan sama mbah putri. Terus setelah itu ke sini (Bogem)," kenangnya.
Sempat ada perdebatan di antara keduanya. Namun, sang kakek tetap bersikeras untuk sunat.
"Memang karena belum sunat. Sama mbah putri sempat dimarahi, tapi akhirnya tetap jadi sunat," ujarnya sambil tertawa.
Menurut Budi, saat ini sunat bukan hanya untuk anak-anak. Pria usia kepala tiga ke atas juga banyak. Ia melihat saat ini sunat bukan hanya soal agama.
"Yang (usia) kepala tiga, kepala empat banyak. Dulu sunat itu soal kesehatan kan terakhir. Sekarang dibalik, kesehatan yang pertama," pungkasnya.