Waspada Lur! 4 Fenomena Alam Ini Bisa Picu Hujan Ekstrem saat Nataru

Waspada Lur! 4 Fenomena Alam Ini Bisa Picu Hujan Ekstrem saat Nataru

Jalu Rahman Dewantara - detikJateng
Kamis, 22 Des 2022 15:17 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat meninjau kelaikan radar cuaca di Yogyakarta International Airport (YIA), Kulon Progo, DIY, Kamis (22/12/2022).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat meninjau kelaikan radar cuaca di Yogyakarta International Airport (YIA), Kulon Progo, DIY, Kamis (22/12/2022). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng
Kulon Progo -

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap hujan ekstrem yang berpotensi melanda Indonesia selama momen Natal dan Tahun Baru (Nataru). Hujan ekstrem ini dipicu oleh empat fenomena alam.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan empat fenomena alam itu meliputi fenomena penguatan angin Monsun, seruak udara dingin, Madden Julian Oscillation (MJO), dan pembentukan low pressure area. Keempat fenomena ini memicu potensi hujan berintensitas tinggi di hampir seluruh wilayah Indonesia mulai 23 Desember 2022-1 Januari 2023

"Jadi kami memprediksi mulai tanggal 23 Desember dan diprakirakan sampai dengan 1 Januari ini potensi terjadi fenomena labilitas atmosfer dan beberapa fenomena. Jadi tidak hanya satu fenomena saja," ucap Dwikorita saat ditemui di sela-sela pemantauan radar cuaca di Yogyakarta International Airport (YIA) Kulon Progo, Kamis (22/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dwikorita menjelaskan fenomena pertama yang diprediksi bakal berdampak di Indonesia adalah fenomena penguatan angin monsun atau biasa disebut angin musim. Kemunculannya dipicu oleh gerak semu matahari terhadap bumi di belahan bumi utara dan selatan.

"Fenomena penguatan angin monsun berdampak pada meningkatnya curah hujan selama periode itu tadi mulai tanggal 23-26 Desember dan berlanjut 1 Januari 2023," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Fenomena kedua yaitu potensi terjadinya seruak udara dingin dari dataran tinggi Tibet. Udara dingin itu menyeruak masuk wilayah Indonesia bagian barat dan berpotensi berdampak pada peningkatan intensitas hujan menjadi lebat bahkan dapat mencapai kondisi ekstrem.

"Yang ketiga adalah potensi terjadi Madden Julian Oscillation (MJO). Bahasa mudahnya adalah fenomena berupa pergerakan awan hujan yang berasal dari Samudera Hindia sepanjang ekuator tepatnya di sebelah timur Afrika bergerak menuju Samudera Pasifik yang tentunya akan melewati Indonesia. Nah dari hasil prediksi kami saat melintasi kepulauan Indonesia ini akan berakibat pada meningkatkan curah hujan dan tepatnya dimulai 23 hingga sekitar 26-28 Desember," jelasnya.

"Karena itu (kemunculan MJO), awan-awan jadi ada pasokan awan-awan hujan yang sangat signifikan, masif menambahkan pembentukan awan-awan hujan di kepulauan Indonesia. Jadi akan semakin meningkatkan curah hujan," imbuhnya.

Tiga fenomena yang telah disebutkan di atas itu diprediksi terjadi bersamaan dengan fenomena pembentukan low pressure area atau zona yang berpotensi berkembang menjadi bibit siklon atau siklon.

Fenomena ini kemungkinan besar melanda di wilayah barat kepulauan Indonesia, tepatnya di sebelah selatan Bengkulu, dan bergerak ke arah Selat Sunda lalu bergeser ke Australia.

"Nah itu pembentukan low pressure area itu bisa berkembang jadi bibit siklon dan bisa berkembangnya lanjut jadi siklon. Artinya itu penambahan intensitas hujan," ucap Dwikorita.

Selangkapnya 4 fenomena alam itu berpotensi picu hujan ekstrem.

Dwikorita mengatakan apabila empat fenomena ini terjadi dalam waktu bersamaan bakal memicu penguatan intensitas hujan menjadi ekstrem. Di sisi lain, mobilitas masyarakat selama Nataru meningkat sehingga dengan kondisi demikian perlu ada peningkatan kewaspadaan.

"Bayangkan kalau semua itu terjadi bersamaan mulai 23-28 Desember bahkan mungkin 1 Januari. Itu kan akan terjadi amplifikasi, penguatan intensitas curah hujan bisa menjadi ekstrem. Nah padahal tanggal-tanggal tersebut terjadi mobilitas publik yang diprediksi dapat mencapai 44 juta di periode itu," ucapnya.

BMKG telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk terlibat dalam upaya menghadapi potensi cuaca ekstrem saat Nataru. Hal ini diperlukan agar untuk meminimalisir terjadinya musibah yang bisa dialami masyarakat umum maupun wisatawan.

"Kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, dengan BPBD, dinas terkait, kementerian terkait, untuk mengantisipasi lonjakan intensitas curah hujan tadi agar tidak membahayakan para pemudik," jelas Dwikorita.

Selain itu, BMKG juga telah akan mengoptimalkan kinerja radar pemantau cuaca yang tersebar di seluruh Indonesia. Hasil dari pemantauan alat ini nantinya bakal dipublikasikan secara berkala sebagai acuan masyarakat yang ingin berpergian selama Nataru.

"Kami sudah melakukan pengecekan seluruh radar-radar cuaca kami ada sekitar 40 unit dan seluruhnya beroperasi baik. Radar itu menjadi alat utama untuk memberikan peringatan dini, jadi peringatan dini itu kami berikan melalui pemodelan matematis itu, mulai seminggu sebelum kejadian, maupun beberapa jam sebelum kejadian," terangnya.

Halaman 2 dari 2
(ams/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads