Pembangunan jembatan pengganti Jembatan Merah di kawasan Jalan Affandi (Gejayan), Depok, Kabupaten Sleman, telah rampung. Namun, jembatan baru itu kini tidak berwarna merah lagi, melainkan dicat hijau.
Adapun Jembatan Merah yang ikonik masih berdiri di sebelah utara jembatan baru. Pemkab Sleman tidak merobohkannya atas permintaan warga.
"Itu memang permintaan warga, jadi warga setempat minta nanti untuk seperti wisata untuk selfie, menjadi objek wisata warga setempat itu, jadi mereka minta dipertahankan," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) DPUPKP Sleman Taufiq Wahyudi saat dihubungi wartawan, Rabu (2/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini jembatan baru yang punya nama resmi Jembatan Prayan itu dicat dengan warna hijau-kuning. Warganet pun ramai-ramai berkomentar tentang jembatan merah yang tak lagi merah.
Taufiq pun menjelaskan alasan memberikan cat warna hijau-kuning. Warna itu merupakan standar yang telah ditentukan.
"Memang jembatan kita di Sleman itu standar warnanya itu (hijau-kuning)," jelasnya.
![]() |
Kendati demikian, pihaknya tak menutup kemungkinan mengubah warna cat Jembatan Prayan menjadi merah. Asal ada kompromi dari dua Kalurahan yakni Condongcatur dan Caturtunggal terkait pengecatan ulang jembatan. Sebab, lokasi jembatan tersebut berada di dua wilayah kalurahan tersebut.
"Masalah penamaan itu namanya Jembatan Prayan bukan Jembatan Merah, yang baru ini juga Jembatan Prayan," katanya.
"Tapi kalau memang kalau usulan nanti ndak masalah, nanti saya koordinasikan dengan OPD terkait. Nanti dengan Dishub juga dari sisi pandangan dan lain-lain," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala DPUPKP Sleman Taufiq Wahyudi mengatakan pemerintah akan memperbaiki Jembatan Merah Gejayan.
"Yang jelas (Jembatan Merah) sudah termakan usia. Fisiknya itu sudah keropos, fondasinya juga sudah (rusak)," kata Taupiq saat dihubungi wartawan, Kamis (19/5).
Rencananya jembatan baru ini akan dibangun di sisi selatan jembatan lama dengan dimensi 9 x 22,5 meter. Serta akan dibangun tegak lurus dengan jalan Jembatan Merah Soropadan yang terhubung dengan Jalan Gejayan.
"Betul, ini sudah kontrak tanggal 17 Mei kemarin targetnya kalau tidak salah 13 Oktober selesai," imbuhnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Kisah Jembatan Merah
Sebelum adanya Jembatan Prayan, di lokasi tersebut ada satu jembatan yang sangat legendaris. Jembatan itu bernama Jembatan Merah. Sesuai namanya, bagian jembatan dominan warna merah.
Konon, banyak cerita mistis di jembatan yang menjadi jalan alternatif warga dari wilayah Gejayan ke Seturan atau Selokan Mataram dan sebaliknya itu.
Jembatan Merah sudah ada sejak zaman Belanda. Berbagai mitos di Jembatan Merah pun bermunculan.
detikJateng pernah mencoba mengorek sejarah dan kisah misteri jembatan yang berlokasi di atas Kali Belang dan bersebelahan dengan Jalan Gejayan itu. Ketua RT 04, Padukuhan Soropadan, Condongcatur, Kuwat, menuturkan jembatan itu sudah ada sejak dulu, dan pernah mengalami perbaikan pada tahun 1972.
"Sebetulnya (Jembatan Merah) sudah lama. Mungkin itu bangunan zaman dulu cuma dulu sempat miring terus dibangun kembali 1972," kata Kuwat saat ditemui detikJateng di kediamannya, Kamis (19/5).
Penamaan Jembatan Merah ini juga tak ada makna khusus. Hanya saat itu warga sepakat untuk mengecat jembatan dengan warna merah untuk mempermudah penyebutan. Kini, nama itu jadi ikon tersendiri.
"Kenapa disebut Jembatan Merah ya memang itu kesepakatan kita aja karena dulu kita juga belum punya gang terus ketua pemuda itu bilang ketika ada jembatan di cat merah," ujarnya.
![]() |
Soal mitos yang menyertai, Kuwat mengakui memang banyak cerita yang beredar di masyarakat. Soal percaya dan tidak percaya, kembali ke pribadi masing-masing.
Namun, mitos angkernya Jembatan Merah sudah diwariskan turun-temurun. Walaupun dia belum pernah mengalami kejadian aneh selama ini.
"Saya tidak mengalami. Saya baca juga sih itu kan mungkin bagi mereka yang mengalami terus cerita terus dimasukkan medsos. (Mitos angker) Dari dulu, dari simbah itu sudah ada," ujar Kuwat.
"Kalau dulu banyak orang yang ngomong di situ ada pocong, orang ngesot, orang cerita dengar ibu nangis. Hal-hal seperti itu saya anggap biasa saja. Jadi ya nggak saya kembangkan," imbuhnya.
Kuwat menuturkan banyak orang yang membahas soal angkernya Jembatan Merah. Tapi dia tak mau ambil pusing dengan hal itu.
Pun dengan warganya. Mereka juga tak mau ambil pusing dan memilih menerima kisah urban legend Jembatan Merah. Justru yang membuat Jembatan Merah melegenda karena 'keangkerannya', menurut Kuwat, adalah dari warga luar daerah.
"Biasa saja kalau orang-orang sini. Malah yang dari luar yang bingung, kalau kita biasa aja," imbuhnya.