Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY kembali menerima laporan dari wali murid tentang dugaan pungutan berkedok sumbangan yang dilakukan oleh sekolah. Dugaan pungutan itu dikabarkan terjadi di SMKN 2 Depok, Sleman.
Saat dimintai konfirmasi wartawan, Kepala SMKN 2 Depok Agus Waluyo membantah jika sekolahnya disebut melakukan pungutan.
"Kami sudah sangat hati-hati, karena kami tahu kalau pungutan itu tidak boleh. Kami sudah matur (bilang) ke komite, jangan pungutan tetapi sumbangan," kata Agus saat dihubungi wartawan, Rabu (21/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus menjelaskan, sekolah memang punya kebutuhan sekitar Rp 5 miliar untuk kegiatan. Namun, ia menegaskan jika sekolah tidak pernah membebankan kepada orang tua siswa untuk menanggung hal itu.
"Kami sangat takut kalau bicara bagi itu. Kan nggak ada pembagian, monggo (silakan). Kebutuhan kami sekian, kemudian badhe maringi (mau memberi) berapa," ujarnya.
Ia juga menegaskan, sekolah memang memberikan surat kerelaan sumbangan untuk diisi orang tua siswa. Namun, pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya kepada orang tua siswa terkait nominal sumbangan.
"Itu kan bentuknya berupa tulisan. Andaikan tidak menulis kan sama saja tidak nyumbang. Nulis misalnya menyumbang Rp 0. Kami menyerahkan sepenuhnya," katanya.
"Kami tidak pernah menerapkan pungutan. Karena di Permen itu yang diizinkan sumbangan," imbuh dia.
Sebelumnya, ORI Perwakilan DIY kembali menerima laporan dari wali murid tentang dugaan pungutan berkedok sumbangan yang dilakukan oleh salah satu sekolah kejuruan negeri di Sleman.
Pernyataan salah satu wali murid ada di halaman selanjutnya...
"Saya melaporkan tentang pungli," kata salah satu perwakilan wali murid berinisial E saat ditemui wartawan, Rabu (21/9/2022).
Dugaan pungli ini, kata E, muncul saat rapat komite sekolah pada 16 September. Dalam rapat itu dipaparkan kebutuhan anggaran sekolah senilai Rp 5,3 miliar untuk 4 angkatan.
Anggaran itu berupa standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, dan standar pelayanan. Kemudian dari standar itu dirinci lagi menjadi kebutuhan anggaran per angkatan.
"Kemudian pada saat rapat komite ada satu wali murid yang protes menyatakan sumbangan itu dari hati bukan sifatnya dipaksa," ujarnya.
Setelah rapat itu, wali murid kemudian disodori surat kesanggupan keikhlasan untuk menyumbang dan dikumpulkan Senin (19/9). Namun, menurut E, beberapa wali murid keberatan dan belum mengumpulkan.
"Kemudian ada beberapa yang belum mengumpulkan, wali murid menjapri ke grup wali murid untuk mengumpulkan paling lambat hari ini. Dan menjapri bukan hanya di grup wali murid tapi grup siswa," ucapnya.
Kepala ORI Perwakikan DIY Budhi Masturi mengatakan pihaknya baru akan melakukan proses verifikasi laporan. Menurutnya, orang tua siswa itu melaporkan dugaan pungutan yang dilakukan oleh sekolah dan perlakuan yang membuat anaknya tidak nyaman.
Budhi mengatakan, ini baru proses awal. "Hari ini orang tua melapor ke kami terkait adanya dugaan pungutan itu dan apa yang dialami oleh anaknya," katanya.
Menurutnya, sekolah tidak boleh mengambil pungutan ke siswa. Hal itu diatur dalam PP No 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
"Kalau nggak memberi opsi orang tua untuk tidak menyumbang berarti pungutan," ujar Budhi.