Hasil Klarifikasi SMAN 1 Banguntapan, Disdikpora: Tak Ada Pemaksaan Jilbab

Hasil Klarifikasi SMAN 1 Banguntapan, Disdikpora: Tak Ada Pemaksaan Jilbab

Heri Susanto - detikJateng
Senin, 01 Agu 2022 19:30 WIB
Wakil Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, menjelaskan kepada wartawan hasil klarifikasi dengan pihak SMAN 1 Banguntapan di Kantor Disdikpora DIY, Senin (1/8/2022).
Wakil Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, menjelaskan kepada wartawan hasil klarifikasi dengan pihak SMAN 1 Banguntapan di Kantor Disdikpora DIY, Senin (1/8/2022). Foto: Heri Susanto/detikJateng
Yogyakarta -

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY melakukan klarifikasi pihak SMAN 1 Banguntapan terkait aduan memaksa siswi pakai hijab. Hasilnya, Disdikpora mengungkap tak ada pemaksaan siswi untuk mengenakan jilbab atau hijab.

"Tidak ada pemaksaan dalam memakai jilbab itu," kata Wakil Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, usai klarifikasi terhadap SMAN 1 Banguntapan di Kantor Disdikpora DIY, Senin (1/8/2022).

Ia menjelaskan saat ini pihaknya baru melakukan klarifikasi terhadap sekolah. Sementara untuk siswi masih belum bisa dimintai keterangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum bisa diajak ngomong karena mungkin (trauma). Kalau sudah bisa (memberikan) lebih informasi," jelasnya.

Ia juga memastikan siswi tersebut sampai saat ini tak ada perundungan dari teman-temannya.

ADVERTISEMENT

"Perundungan nggak ada dari teman-temannya," sebutnya.

Sedangkan soal pihak SMAN 1 Banguntapan menyediakan paket seragam yang di dalamnya ada jilbab, Suhirman mengaku Disdikpora menemukan jika paket seragam itu untuk umum.

"Sekolah membuat jilbab untuk umum," katanya.

Suhirman kembali menegaskan klarifikasi saat ini adalah untuk mengetahui apakah betul ada pemaksaan mengenakan hijab dari guru BK atau pihak sekolah.

"Tidak ada pemaksaan," tandasnya.

Pengakuan Siswi

Sebelumnya diberitakan, seorang siswi kelas X di SMAN 1 Banguntapan mengaku dipaksa berhijab oleh guru BK di sekolah tersebut. Akibat pemaksaan itu siswi itu disebut depresi.

Yuliani selaku pendamping siswi tersebut mengatakan pemaksaan itu dilakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya saat MPLS, siswi tersebut baik-baik saja dan mulai tertekan saat dipanggil guru BK.

"Itu ada MPLS mengenal lingkungan sekolah itu anaknya nyaman-nyaman aja tidak ada masalah. Terus masuk pertama itu tanggal 18 Juli itu masih nyaman. Kemudian tanggal 19 menurut WA di saya ini, anak itu dipanggil di BP diinterogasi 3 guru BP," ujar Yuliani ditemui di ORI Perwakilan DIY, Jumat (29/7).

"Bunyinya itu kenapa nggak pakai hijab. Dia sudah terus terang belum mau. Tapi bapaknya udah membelikan hijab tapi dia belum mau (memakai hijab). Itu kan gapapa, hak asasi manusia," sambungnya.

Yuliani yang juga bagian dari Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY mengatakan saat dipanggil itu, siswi tersebut merasa terus dipojokkan. Selain itu, siswi itu dipakaikan hijab oleh guru BK.

"Dia juga paham mungkin dia nyontoin pakai hijab tapi anak ini merasa tidak nyaman. Jadi merasa dipaksa," katanya.

"'Lha terus kamu kalau nggak mulai pakai hijab mau kapan pakai hijab, gitu?' Nah itu sudah. Gurunya makein ke si anak itu. Itu kan namanya sudah pemaksaan. Itu Guru BP atau BK," katanya.

Usai dipakaikan hijab itu siswi tersebut kemudian minta izin ke toilet. Di situ dia kemudian menangis selama satu jam.

"Anaknya minta izin ke toilet. Nangis satu jam lebih di toilet. Izin ke toilet kok nggak masuk-masuk kan mungkin BP ketakutan terus digetok, anaknya mau bukain pintu dalam kondisi sudah lemas terus dibawa ke UKS. Dia baru dipanggilkan orang tuanya," bebernya.

Akibat kejadian itu siswi berusia 16 tahun itu mengalami depresi. Bahkan menurut penuturan Yuliani si anak mengurung diri.

Yuliani pun sempat dipertemukan dengan pihak sekolah. Dalam pertemuan itu, menurut Yuliani pihak sekolah justru berkilah bahwa sebenarnya terjadi permasalahan keluarga.

Halaman selanjutnya, penjelasan Kepala SMAN 1 Banguntapan...

Penjelasan Kepala SMAN 1 Banguntapan

Sementara itu Kepala SMAN 1 Banguntapan, Agung Istiyanto, akhirnya angkat bicara terkait tudingan pihaknya memaksa seorang siswi memakai hijab. Dia menolak pihaknya dikatakan memaksa siswi untuk berhijab.

"Pada intinya sekolah kami tidak seperti yang di pemberitaan. Kami tetap tidak mewajibkan yang namanya jilbab. Tuduhannya nggih salah (ya salah)," kata Agung usai diklarifikasi Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Senin (1/8).

Agung mengatakan masalah sebenarnya tidak seperti yang dilaporkan di ORI DIY terkait adanya oknum guru Bimbingan Konseling (BK) yang memaksa siswi mengenakan pakaian jilbab. Dia menyebut sekolahnya berstatus negeri sehingga tidak bisa memaksa siswi memakai hijab.

"Nggak seperti itu masalahnya. Karena (sekolah) negeri kan, negeri nggak boleh mewajibkan siswanya berjilbab," jelasnya.

Soal laporan guru BK memaksa siswi tersebut berhijab, Agung menyebut jika hal tersebut sebatas tutorial. Disebutnya ada komunikasi pertanyaan bersedia atau tidak diajari mengenakan hijab.

"Itu hanya tutorial, ketika ditanya siswanya belum pernah memakai jilbab nggak. Oh belum. Gimana kalau kita tutorial dijawab mantuk (mengangguk) iya. Mboten nopo-nopo (tidak apa-apa)," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(rih/sip)


Hide Ads