Siswi SMAN 1 Banguntapan Diduga Dipaksa Berhijab, Disdikpora DIY Turun Tangan

Siswi SMAN 1 Banguntapan Diduga Dipaksa Berhijab, Disdikpora DIY Turun Tangan

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Jumat, 29 Jul 2022 18:03 WIB
rear view of Arabian school girl in classroom
Ilustrasi (Foto: Dok. Dutch News)
Yogyakarta -

Satu siswi di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, DIY, mengaku dipaksa berhijab oleh pihak sekolah. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY menelusuri adanya dugaan pemaksaan pemakaian hijab tersebut.

Kepala Disdikpora DIY Didik Wardoyo mengatakan pihaknya kini membuat tim untuk menelusuri hal tersebut.

"Itu baru kita telusuri. Ini teman-teman baru bentuk tim untuk menelusuri terkait hal tersebut," kata Didik saat dihubungi wartawan, Jumat (29/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Didik menyebut sekolah negeri dilarang untuk memaksakan siswinya berhijab. Sebab berhijab itu harus atas kesadaran.

"Ya yang jelas sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah itu adalah yang sebuah sekolah itu mencerminkan replika kebhinekaan. Jadi kalau memang anak belum secara kemauan memakai jilbab ya tidak boleh dipaksakan karena itu sekolah pemerintah, bukan sekolah basis agama," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dinas, lanjut Didik, akan memberikan peringatan kepada sekolah tersebut. Sementara untuk sanksi akan disesuaikan dengan aturan yang berlaku.

"(Untuk sanksi) Ya tentunya itu akan kita cocokkan apakah itu melanggar ketentuan atau tidak. Tapi yang jelas kita akan memberikan peringatan supaya tidak terjadi lagi," pungkasnya.

Sebelumnya, seorang siswi kelas 10 di SMAN 1 Banguntapan mengaku dipaksa berhijab oleh guru BK di sekolah tersebut. Akibat pemaksaan itu siswi tersebut depresi dan sampai saat ini mengurung diri.

Yuliani selaku pendamping siswi tersebut mengatakan pemaksaan itu dilakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya saat MPLS, siswi tersebut baik-baik saja dan mulai tertekan saat dipanggil guru BK.

"Itu ada MPLS mengenal lingkungan sekolah itu anaknya nyaman-nyaman aja tidak ada masalah. Terus masuk pertama itu tanggal 18 Juli itu masih nyaman. Kemudian tanggal 19 menurut WA di saya ini, anak itu dipanggil di BP diinterogasi 3 guru BP," ujar Yuliani ditemui di kantor ORI Perwakilan DIY, Jumat (29/7).

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

"Bunyinya itu kenapa nggak pakai hijab. Dia sudah terus terang belum mau. Tapi bapaknya udah membelikan hijab tapi dia belum mau (memakai hijab). Itu kan nggak papa, hak asasi manusia," sambungnya.

Yuliani yang juga bagian dari Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY mengatakan saat dipanggil itu, siswi tersebut merasa terus dipojokkan. Selain itu, siswi itu dipakaikan hijab oleh guru BK.

"Dia juga paham mungkin dia nyontoin pakai hijab tapi anak ini merasa tidak nyaman. Jadi merasa dipaksa," katanya.

"'Lha terus kamu kalau nggak mulai pakai hijab mau kapan pakai hijab, gitu?' Nah itu sudah. Gurunya makein ke si anak itu. Itu kan namanya sudah pemaksaan. Itu guru BP atau BK," katanya.

Usai dipakaikan hijab itu siswi tersebut kemudian minta izin ke toilet. Di situ dia kemudian menangis selama satu jam.

"Anaknya minta izin ke toilet. Nangis satu jam lebih di toilet. Izin ke toilet kok nggak masuk-masuk kan mungkin BP ketakutan terus digetok, anaknya mau bukain pintu dalam kondisi sudah lemas terus dibawa ke UKS. Dia baru dipanggilkan orang tuanya," bebernya.

Akibat kejadian itu siswi berusia 16 tahun itu mengalami depresi. Bahkan menurut penuturan Yuliani, si anak masih mengurung diri hingga saat ini.

"Dia depresi yang sangat luar biasa dengan dia dipakein hijab sama gurunya BP itu. Jadi itu kan ada pemaksaan," katanya.

"(Mengurung diri) Dari hari Selasa (26/7) kemarin. Jadi Senin (25/7) itu dia sempat pingsan di sekolah karena dipanggil ini terus dia tanggal 26-nya mengurung diri," sambungnya.

Halaman 2 dari 2
(rih/aku)


Hide Ads