Curhatan Wali Murid SMP di Bantul, Anak Tak Bisa Ujian gegara Tunggak Biaya

Curhatan Wali Murid SMP di Bantul, Anak Tak Bisa Ujian gegara Tunggak Biaya

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Jumat, 10 Jun 2022 13:30 WIB
Education school test concept : Hands student holding pencil for testing exams writing answer sheet or exercise for taking fill in admission exam multiple carbon paper computer at university classroom
Ilustrasi ujian sekolah (Foto: iStock)
Bantul -

Seorang wali murid SMP swasta di Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY, mengeluhkan anaknya tak bisa ikut ujian gegara belum melunasi biaya masuk sekolah. Orang tua siswa itu pun mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Orang tua siswa, Risyanto (42) menjelaskan kejadian bermula saat anaknya kelas VII tidak boleh mengikuti simulasi ujian pada Senin (6/6). Selain itu, saat meminta kartu ujian yang digelar Selasa (7/6), dia tidak mendapatkannya.

"Pada hari Senin kemarin itu anak saya tidak boleh ikut simulasi ujian. Hari Selasanya ujian, nah berhubung anak saya sudah matur (bilang) sama bagian keuangan atau apa itu minta kartu tidak boleh ya sudah pulang saja. Ya sudah tak suruh pulang kan tidak mau ya mau gimana lagi," kata Risyanto saat ditemui di Kalurahan Baturetno, Kapanewon Banguntapan, Bantul, Jumat (10/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait hal tersebut, warga Banguntapan ini mengaku kecewa. Apalagi, pihak sekolah tidak memberi keringanan hingga akhirnya dia melaporkan kejadian itu ke ORI DIY.

"Kalau kekurangan masalah biaya oke saya akui masalah biaya. Toh bisa dikomunikasikan dan hari ini tadi kami juga sudah membayar sebagian," ujarnya.

ADVERTISEMENT

"Cuma pada intinya anak saya kemarin tidak boleh ikut ujian terus saya mengadu ke Dinas belum ada tindak lanjutnya juga terus saya ke Ombudsman. Oleh Ombudsman langsung ditindaklanjuti," lanjut Risyanto.

Rinciannya, kata Risyanto, uang masuk sekolah untuk satu tahun biayanya Rp 4,6 juta. Selanjutnya, Risyanto mendapat tagihan Rp 3 juta namun karena ada kesalahan maka tagihannya berubah menjadi Rp 1,8 juta.

"Di tagihan pertama itu Rp 3 juta terus saya dikasih informasi lagi Rp 1,8 juta karena ternyata ada kesalahan itu. Nah, Rp 1,8 juta itu terus ini tadi juga sudah saya bayar Rp 1 juta sebenarnya, jadi tinggal kurang 800 ribu," ucapnya.

Kendati demikian, dia mengaku belum mendapatkan kartu ujian dari pihak sekolah. Bahkan anaknya juga masih takut untuk masuk ke sekolah.

"Belum (bisa ikut ujian). Saya tadi sudah bayar juga belum dikasih kartu. Cuma anak saya tak tunjukkan kuitansinya tetap belum bisa masuk, masih takut," katanya.

Menyoal ketakutan anaknya untuk masuk sekolah, Risyanto menyebut karena ada rekan anaknya yang masuk sekolah namun hanya bisa mengikuti ujian di luar kelas dan diejek. Hal itu diketahui anaknya dan menjadi takut masuk sekolah.

Karena itu, dia berharap pihak sekolah tidak mendiskriminasi terhadap anak yang belum melunasi biaya sekolahnya. Mengingat hal tersebut berdampak pada mental anak-anak.

"Ya harapan saya tidak ada diskriminasi kepada anak dan jangan sampai terjadi lagi anak nggak boleh ikut ujian karena belum bayar kan juga kasihan mental anak. Mental anak ini down," ucapnya.

Orang tua siswa, Risyanto (42) saat memberikan keterangan, Bantul, Jumat (10/6/2022).Orang tua siswa, Risyanto (42) saat memberikan keterangan, Bantul, Jumat (10/6/2022). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

Hasil klarifikasi ORI DIY

Di tempat yang sama, Asisten ORI DIY Muhammad Rifqi Taufiqurrahman mengatakan pihaknya telah melakukan klarifikasi terhadap pihak sekolah. Hasilnya memang yang bersangkutan tidak bisa mengikuti ujian dan itu juga terjadi kepada beberapa siswa lainnya.

"Dari hasil sementara ini memang faktanya memang itu terjadi ada istilahnya pelarangan untuk mengikuti ujian karena permasalahan biaya. Yang masyarakat lapor ke kami memang satu. Tapi setelah kami telusuri ada lima yang benar-benar tidak boleh ujian," ujarnya.

Menyoal kejadian ini mempengaruhi psikis murid-murid, Rifqi mengaku masih menelusurinya. Mengingat ada murid yang sudah masuk dan mengikuti ujian.

"Setelah ada pembicaraan hari kemarin sebenarnya sudah ada satu yang ikut. Hari ini tiga yang ikut jadi. Tapi yang satu kemarin ikut, hari ini nggak ikut jadi ada permasalahan. Jadi secara psikis ya memengaruhi anak untuk kembali ke sekolah," ucapnya.

"Karena itu kami sedang masih menelusuri sampai di mana ini permasalahan mempengaruhi psikis siswa, terutama karena kami lihat ada beberapa siswa yang belum masuk itu untuk mengikuti ujian sampai hari ini," lanjut Rifqi.

Terkait adanya temuan yang mengarah ke maladministrasi, Rifqi belum bisa menentukannya karena masih berproses. Kendati demikian, mengacu aturan pelayanan pembelajaran tidak boleh dikaitkan dengan pembiayaan.

"Untuk di sekolahan memang untuk pemberian pelayanan pembelajaran tidak boleh dikaitkan dengan pembiayaan. Hal tu sesuatu yang sudah diatur Permendikbud No. 44 tahun 2012 atau kalau di lokal di Perda DIY No. 10 tahun 2013. Di situ jelas aturannya memang tidak boleh dikait-kaitkan berlaku untuk negeri maupun swasta," ujarnya.

"Ketika itu dikaitkan pasti ada permasalahan. Kalau dilakukan ya tentu yang dilanggar peraturan itu tadi. Dugaannya di situ. Tapi kami memang belum menyimpulkan sampai dengan hari ini kami masih mencoba menelusuri sampai sejauh mana ini memengaruhi siswa," imbuh Rifqi.

Tanggapan pihak SMP

Ketika dikonfirmasi, salah satu pegawai di SMP tersebut yang enggan disebut namanya mengaku tidak bisa berkomentar banyak. Dia menyebut kepala sekolah sedang tidak berada di kantor.

"Mohon maaf kami belum bisa memberikan statement apapun karena kepala sekolah sedang pergi," ujarnya.

Menyoal hasil pertemuan dengan ORI Perwakilan DIY, pria tersebut kembali enggan berkomentar.

"Mohon maaf tidak bisa menyampaikan, nanti kepala sekolah yang akan menyampaikan," imbuhnya.




(rih/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads