Warga di Pedukuhan Warak dan Pedukuhan Sawah, Kalurahan Girisekar, Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul ramai-ramai menggalang dana untuk melunasi utang tetangganya di rentenir. Hal ini untuk mencegah kasus bunuh diri karena terlilit utang. Sisi positifnya kini rentenir tak lagi beroperasi di kedua padukuhan tersebut.
Ketua Pokdarwis Bulusari di Girisekar, Uga Hawadi menceritakan selama pandemi ini banyak warga di Pedukuhan Warak dan Sawah yang terdampak. Alhasil, mereka mengajukan pinjaman ke rentenir atau penyedia pinjaman dengan sistem pembayaran harian hingga mingguan.
"Setahun mungkin masih lancar, terus 2-3 tahun kan mungkin banyak kendala sehingga warga di dua pedukuhan kami banyak permasalahan khususnya terlilit utang dengan rentenir," kata Uga saat dihubungi wartawan, Kamis (9/6/2022).
Uga mengatakan ada puluhan warga di dua pedukuhan tersebut yang terlilit utang rentenir. Bahkan, satu warga tercatat memiliki utang di lima rentenir yang berada di bawah satu PT.
"Untuk warga banyak, kisaran ada sekitar 30-50 warga dari dua pedukuhan. Jadi satu nasabah itu bisa punya pinjaman di lima cabang tersebut, itu yang memberatkan warga," ujar pengurus lembaga kemanusiaan bernama Cahaya Insani di Pedukuhan Sawah ini.
Uga menerangkan banyak warga yang tergiur utang karena syarat-syarat yang mudah. Padahal, syarat-syarat itu merupakan surat berharga yang penting untuk mengurus hal-hal tertentu.
"Warga tergiur karena persyaratan yang mudah, jaminan yang mudah dan pencairan yang mudah. Padahal kalau jaminan masyarakat sudah tahu itu adalah surat berharga, penjamin biasanya KTP, ada yang akta kelahiran anaknya, surat nikah, itu yang bikin kesusahan dan repot kalau anaknya butuh akta untuk syarat mengurus sesuatu," ucap tokoh Karang Taruna ini.
Tak hanya itu, dampak paling signifikan adalah beberapa warga terpaksa menjual tanahnya karena terlilit utang rentenir. Uga menyebut bahkan ada warga yang gantung diri pada Mei lalu karena diduga terlilit utang rentenir.
"Gambarannya di sekitar sawah dulu, mungkin dulunya ada 100 meter sekarang tinggal 25 meter. Selain itu yang membuat kita sangat prihatin, meski tidak murni 100 persen itu pemicunya, tapi keterangan dari yang kita ambil dari lapangan ada warga gantung diri. Karena itu kita ambil tindakan," ujarnya.
Tindakan itu, kata Uga, adalah melarang rentenir masuk ke Pedukuhan Warak dan Sawah. Akibat larangan itu, Uga menyebut pihak rentenir menghubungi pihaknya.
"Jadi setelah itu kita ambil sikap melarang bank harian (rentenir) untuk masuk. Setelah kita melarang mungkin yang bersangkutan mengadu ke pimpinannya atau ke koperasinya. Selanjutnya pihak koperasi menghubungi kita dan bertanya ini bagaimana kalau kita dilarang," katanya.
Uga mengatakan pihaknya lalu bernegosiasi dan berinisiatif untuk menggalang dana demi melunasi utang para warga itu. Setelah utang itu dilunasi, Uga dan teman-temannya meminta rentenir tidak lagi beroperasi di kampungnya.
"Kita bukan sekadar melarang tapi akan ada penyelesaian, dengan catatan setelah penyelesaian selesai tetap kita tidak memperbolehkan (rentenir) beroperasi di sini lagi," ujarnya.
"Kemarin Selasa realisasi di Balai Kalurahan (Girisekar), yang diselesaikan ada lima cabang koperasi tapi satu PT. Mereka menyetujui dan ada perjanjian kok, perjanjiannya tidak beroperasi lagi di sini," lanjut Uga.
Terkait jumlah utang yang harus diselesaikan, Uga mengungkap ada puluhan juta rupiah. Meski begitu, belum semua utang warga ke rentenir itu lunas.
"Kemarin kisaran yang sudah diselesaikan itu baru Rp 34,7 juta," ucapnya.
Uga menyebut ada tiga sumber dana untuk pelunasan utang warganya. Pertama berasal dari penggalangan dana di tingkat Karang Taruna Pedukuhan Warak dan Sawah.
"Kedua ada organisasi kemanusiaan Cahaya Insani di Pedukuhan Sawah, sudah berjalan beberapa tahun. Itu kan sistem penggalangan setiap pertemuan menggalang infak. Ketiga, berhubung rekan-rekan kami yang simpatisan terhadap istilahnya pembentur rentenir, hasil dari sisa mereka bekerja juga kita sumbangkan ke situ," ucapnya.
Uga mengatakan lembaganya mengambil alih utang para warga agar tidak terbebani rentenir. Besaran angsuran lembaganya pun menyesuaikan kemampuan warga tersebut.
"Ya memang betul (warga tetap harus mengembalikan uang), tapi sistem pengembalian kita begini. Misal Pedukuhan Warak sudah ada organisasi pengelola bernama Lestari dan di Pedukuhan Sawah Cahaya Insani," katanya.
"Jadi para peminjam itu tanggungannya masih beberapa itu ibaratnya kita tanggung, dalam arti kita juga tidak ada bunga, tidak dinaikkan, tapi angsurannya kita tanya kepada mereka. Jadi gini, sisa hasil suami njenengan dari hasil bekerja selama seminggu itu berapa untuk kebutuhan makan dan lainnya. Misal sisanya Rp 5 ribu ya itu yang digunakan untuk mengangsur," jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga tidak menentukan batasan waktu terkait pelunasan utang itu. Hal ini dilakukan agar tidak membebani warga.
"Berhubung kita menyikapi belakangnya, kita tentukan seminggu sekali tapi tidak ditentukan (besaran uang yang dibayarkan), cuma sisanya kebutuhan sehari-hari berapa mampunya. Jadi kita sama sekali tidak menekan," ujarnya.
(ams/rih)