Kasus PMK di Sleman Disebut dari Bantul, Pemkab Lacak Lalu Lintas Ternak

Kasus PMK di Sleman Disebut dari Bantul, Pemkab Lacak Lalu Lintas Ternak

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Sabtu, 21 Mei 2022 21:25 WIB
Petugas Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali menyuntik sapi-sapi yang terjangkit virus penyakit mulut dan kuku milik warga Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Selasa (10/5/2022).
Ilustrasi/Petugas Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali menyuntik sapi-sapi yang terjangkit virus penyakit mulut dan kuku milik warga Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Selasa (10/5/2022). Foto: Jarmaji/detikJateng
Bantul -

Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo menyebut ada 9 ekor domba terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK), dan beberapa domba dibeli dari Kabupaten Bantul. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bantul pun tengah melacak dan tidak menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) untuk hewan ternak yang keluar dari Bantul sebagai pencegahan.

"Ini teman-teman di lapangan baru melacak informasi itu. Yang jelas kami baru mencari kebenarannya, apakah itu (klaim domba terpapar PMK beli dari Bantul) dari peternak atau pedagang Bantul terus dikirim ke Sleman," kata Kepala DKPP Bantul Joko Waluyo kepada detikJateng, Sabtu (21/5/2022) petang.

Meski begitu, Joko menduga domba itu bukan berasal dari peternak asal Bantul. Sebab, selama ini DKPP secara intensif memantau kelompok ternak hingga pasar hewan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dari peternak akan kita cek sekeliling lokasi tempat ternaknya, tapi kalau dari pedagang nanti dicari asal usulnya. Tapi kalau dari peternak kita selalu lakukan surveilans," ucapnya.

Untuk itu, saat ini DKPP terus melakukan pembatasan masuknya ternak dari wilayah-wilayah yang sudah terjadi kasus PMK. Selain membatasi ternak yang masuk, DKPP Bantul juga berkomitmen untuk tidak mengeluarkan SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan).

ADVERTISEMENT

"Sementara kita tidak terima ternak dari luar, kalau peternak beli dari luar harus dikarantina dulu. Kita juga tidak memberikan SKKH untuk keluar ternak (dari Bantul), dan ternak yang masuk (ke Bantul) pun harus ada SKKH," ujarnya.

Selain itu, meski ternak dari luar Bantul telah mengantongi SKKH nantinya harus menjalani isolasi terlebih dahulu selama 7-14 hari. Semua itu untuk memastikan ternak yang masuk Bantul betul-betul tidak terjangkit PMK.

"Apalagi Bantul berdekatan dengan Kulon Progo yang notabenenya sudah ada kasus PMK. Karena itu kami harus pastikan ternak yang masuk Bantul benar-benar dalam keadaan sehat," katanya.

"Dan kami ingin agar jangan sampai pengemar kuliner sate kambing malah jadi takut, karena nanti akan mempengaruhi perekonomian di Bantul. Apalagi dalam sehari kebutuhan kambing di Bantul mencapai 800 ekor," lanjut Joko.

Sebelumnya, sebanyak 9 ekor domba milik seorang warga di kandang kelompok di Kapanewon Berbah, Sleman, dinyatakan positif terjangkit PMK. Hasil temuan tersebut telah dikonfirmasi oleh Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates.

"Jadi pada tanggal 6 Mei kemarin, seekor domba dilaporkan gejala sakit, diare, kurang nafsu makan, ujung bibir bengkak dan merah dan terdapat berkeropeng basah yang ditangani oleh puskeswan setempat. Kemudian setelah observasi, diambil sampel swab untuk diuji PCR PMK," kata Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo kepada wartawan, hari ini.

Kustini mengatakan dari hasil penelusuran dari pemilik domba, awalnya ada dua domba yang menunjukkan tanda positif. Domba tersebut belum lama ini dibeli dari Kabupaten Bantul dan dijadikan satu kandang dengan 7 domba lainnya.

"Dari keterangan pemilik, domba tersebut dibeli dari warga di daerah Bantul pada 30 April. Tetapi satu hari sebelumnya domba itu baru datang dari Garut, Jawa Barat. Jadi bisa dikatakan penularan kasus PMK ini akibat ternak dari luar Sleman," terangnya.




(ams/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads