Warga Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Achmad Johan Wahyudi (45), harus menunda kepulangan ke kampung halaman akibat anak balitanya positif Corona atau COVID-19 saat tes di Yogyakarta International Airport (YIA). Johan pun mengeluhkan pelayanan petugas.
Johan menyayangkan pelayanan di tempat tes COVID-19 tidak mengarahkan langkah selanjutnya jika ada yang terkonfirmasi positif. Johan pun harus mencari sendiri akses ke pemerintah daerah hingga akhirnya mendapat tempat isolasi di Kalurahan Sumbermulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Bantul, DIY.
"Sebelumnya saya ke Yogyakarta untuk menengok saudara, soalnya kebetulan orang tua saya sakit jantung," kata Johan kepada detikJateng, Senin (21/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat hendak pulang menggunakan pesawat, Johan beserta istri dan anaknya berusia 1 tahun 8 bulan menjalani tes swab di YIA tanggal 12 Februari. Hasilnya keluar 13 Februari dan hanya sang anak yang positif COVID-19. Alhasil, Johan dan keluarganya memutuskan untuk isolasi mandiri di salah satu hotel di Kulon Progo.
Selama isolasi itu, Johan kembali melakukan tes PCR dua kali lagi terhadap anaknya dan hasilnya kembali tetap positif.
"Anak saya PCR tanggal 12, 13 dan 19. Jadi selama tiga kali tes itu hasilnya anak saya positif semua, tapi saya dan istri malah negatif. Tes PCR di bandara hasil positif tidak ada tindak lanjut, begitu juga di tiga tempat tidak ada diarahkan harus bagaimana," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Johan mengaku kebingungan karena tidak ada petugas bandara yang mengarahkan untuk langkah selanjutnya jika hasil swab positif. Hingga akhirnya dia berkoordinasi dengan Pemkab Kulon Progo.
"Lalu saya menginap dari tanggal 12 sampai tanggal 20 baru check out," ujarnya.
Kemudian, dia mendapatkan informasi bahwa bayi memang memerlukan waktu yang lama untuk bisa negatif COVID-19.
"Dan hasil koordinasi dengan teman-teman medis disarankan untuk koordinasi dengan pihak pemerintah agar mendapat surat keterangan telah menjalani isolasi dan tinggal melakukan tes antigen untuk bisa pulang ke rumah," ucapnya.
Johan juga menyayangkan tindak lanjut laboratorium tes COVID-19 yang tidak menyarankan langkah selanjutnya. Terlebih Johan bukanlah warga Yogyakarta dan buta dengan kondisi penanganan COVID-19 di Yogyakarta.
"Nah, yang jadi permasalahan itu begini, jadi kita sendiri yang harus koperatif cari informasi ke pemerintah. Kalau di Balikpapan ada yang positif langsung laboratorium koordinasi dengan satgas COVID-19 masing-masing. Jadi saya yang dikejar dan diarahkan bukan sebaliknya," ucapnya.
"Karena Kalau kita mandiri kesusahan biaya. Akhirnya dari Kulon Progo dilimpahkan ke puskesmas terdekat dan dilempar ke provinsi dan dicarikan di tempat yang kosong. Saya maunya shelter dekat bandara tapi di Kulon Progo tidak ada shelter dan akhirnya dapat di Bambanglipuro ini," lanjut Johan.
Saat ini Johan tengah menjalani isolasi bersama anaknya di shelter Semaul milik Kalurahan Sumbermulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Bantul. Dia mengaku baru akan pulang jika sudah mengantongi surat keterangan dari pihak shelter.
"Sudah, ini sudah semalam jadi dua hari di sini (shelter Semaul)," ucapnya.
Penanggung jawab shelter Sumbermulyo, Supriyanto, menjelaskan keluarga Johan mengaku kehabisan bekal sehingga tidak bisa melanjutkan isolasi mandiri di hotel. Oleh sebab itu, akhirnya Johan beserta keluarga menjalani isolasi di shelter.
"Akhirnya keluarga Achmad ditampung di shelter tangguh Sumbermulyo. Keluarga Achmad mencari shelter yang gratis dan sudah tersedia makanan dan minuman untuk warga yang sedang menjalani Isolasi," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Lurah Sumbermulyo Ani Widayani menjelaskan shelter Sumbermulyo bisa digunakan oleh siapa saja asal berstatus WNI.
"Kita menampung keluarga dari Kalimantan ini karena telah kehabisan bekal untuk isolasi mandiri lagi di hotel. Sehingga kami tampung di shelter atas persetujuan para tokoh masyarakat dan Puskesmas Bambanglipuro," katanya.
(rih/ahr)