Speling Deteksi 6,7 % dari 37 Ribu Warga Jateng Depresi, Ini Penanganannya

Speling Deteksi 6,7 % dari 37 Ribu Warga Jateng Depresi, Ini Penanganannya

Muhammad Iqbal Al Fardi - detikJateng
Kamis, 31 Jul 2025 14:33 WIB
Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi, dan Kepala Dinas Kesehatan Jateng, Yunita Dyah Suminar.
Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi, dan Kepala Dinas Kesehatan Jateng, Yunita Dyah Suminar. (Foto: dok. Pemprov Jateng)
Semarang -

Pemprov Jawa Tengah (Jateng) terus menggeber program Dokter Spesialis Keliling (Speling) untuk mendeteksi permasalahan kesehatan warga di seluruh wilayah Jateng. Pihak Pemprov menyebut, program Speling mendeteksi potensi depresi sebesar 6,7 persen dari total 37 ribu warga yang telah diperiksa.

"Program Speling Pemprov Jateng telah melayani 37 ribu warga. Dari jumlah tersebut, 6,7% warga terdeteksi mengalami gangguan kejiwaan kategori ringan, sedang, maupun berat," terang Pemprov Jateng dalam keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Kamis (31/7/2025).

Kepala Dinas Kesehatan Jateng, Yunita Dyah Suminar, menjelaskan kejiwaan masyarakat menjadi salah satu perhatiannya. Speling menjadi salah satu cara mendeteksi masalah tersebut hingga tingkat desa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Melalui program Cek Kesehatan Gratis (CKG) dikombinasikan dengan Speling ternyata kita bisa melihat banyak sekali kasus-kasus kesehatan jiwa yang tidak terdeteksi awalnya," kata Yunita.

Dalam program tersebut, masyarakat mendapatkan pemeriksaan atau screening. Setelah gejala dan keluhan diketahui, maka langsung diarahkan ke dokter spesialis seperti spesialis kejiwaan.

ADVERTISEMENT

"Begitu screening ada depresi ringan, sedang, atau berat, mereka langsung bisa ketemu dokter spesialis jiwa. Itulah bukti kolaborasi program ini bisa mengefisienkan anggaran, sisi lain kita bisa mendapatkan angka-angka berkaitan masalah kesehatan, termasuk kesehatan jiwa," jelas Yunita.

Perhatiannya soal kesehatan kejiwaan, Yunita menyebutkan, juga menyasar generasi muda. Dalam Speling maupun CKG, 10% sasarannya merupakan masyarakat berusia 7 tahun ke atas. Adapun targetnya telah mencapai 6,3%.

Hasil pemeriksaan menunjukkan cukup banyak anak sekolah mengalami gangguan jiwa ringan, sedang, dan berat. Yunita mencontohkan, dari 150 anak diperiksa di sebuah SMA yang mendapatkan program Speling maupun CKG, sekitar 30-an anak mengalami gangguan kejiwaan.

"Maka ada program Mental Health First Aid (MHFA) yang dilakukan. Jadi ada kader yang mendengar keluhan temannya. Itu dimulai dari SD, SMP, SMA," sebutnya.

MHFA menyikapi anak yang cenderung lebih senang curhat ke temannya dibanding orang tua. Yunita menjelaskan, program tersebut merupakan wujud kewaspadaan guna mendeteksi kasus kesehatan jiwa mulai dari yang sangat ringan.

"Anak yang tadinya ceria menjadi murung, anak yang tadinya terbuka menjadi tertutup. Ini menjadi kewaspadaan kita semua," papar Yunita.

Yunita memaparkan, sejumlah faktor penyebab masalah kesehatan kejiwaan anak adalah kurangnya perhatian dari orang tua, terlalu asyik dengan gawai, kondisi sosial-ekonomi, hingga pergaulan.

"Jadi dengan adanya media sosial ini anak-anak melihat banyak hal yang sebetulnya belum usianya atau (konten) tidak sesuai usianya. Kemudian mereka mengalami stres yang tidak diketahui dan itu terus-menerus mengganggu mereka," jelasnya.

Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi, menerangkan dokter spesialis di Speling diterjunkan untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat desa. Masih banyak masyarakat desa yang belum paham betul soal dokter spesialis, termasuk spesialis kejiwaan.

Program Speling bekerja sama dengan rumah sakit milik daerah maupun swasta. Pelayanan tersebut tersebar di 35 kabupaten/kota. Hal ini selaras dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat.




(aku/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads