Warisan Mbah Moen: Ilmu, Toleransi dan Cinta Tanah Air

Warisan Mbah Moen: Ilmu, Toleransi dan Cinta Tanah Air

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Sabtu, 19 Jul 2025 10:36 WIB
Mbah Moen mengikuti tren sorban ala Romahurmuziy
Foto: Mbah Moen mengikuti tren sorban ala Romahurmuziy (Dok. PPP)
Semarang -

KH Maimun Zubair atau Mbah Moen adalah ulama karismatik dengan berbagai pengaruhnya. Pemikiran KH Maimun Zubair sangat relevan dalam konteks pembangunan generasi muslim yang berkarakter, berwawasan luas, dan memiliki kecintaan terhadap Tanah Air.

Meski sosoknya sudah tiada, namun ajaran dan karismanya tidak lekang oleh waktu. Mbah Moen lahir hari Kamis Legi bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 28 Oktober 1928 di Desa Karang Mangu Kecamatan Sarang, Jawa Tengah. Tokoh berpengaruh ini wafat pada Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 saat menunaikan ibadah haji dan sempat dirawat di RS An Noor Alfatihah Mekkah.

Pengembaraan ilmunya dimulai di Pondok Lirboyo Kediri. Tidak berhenti sampai di situ, dia menimba ilmu ke Makkah Al-Mukarromah diiringi oleh kakeknya, KH Ahmad bin Syu'aib. Setelah kembali ke Indonesia, Mbah Moen masih terus memperdalam ilmu agamanya ke tokoh-tokoh di Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun 1967 Mbah Moen mendirikan pesantren yang berada di sebelah kediamannya di Rembang, yaitu Pesantren Al-Anwar. Dia mengabdikan diri membagi ilmu agama dan menjadi cahaya pencerah untuk keluarga, santri, dan bangsa Indonesia.

"Mbah Moen adalah tokoh inspiratif bukan hanya untuk masyarakat, tapi juga kami putra-putri dan santri beliau. Sosok arif dan bijaksana, kebijaksanaan itu karena kelimuan beliau," kata salah satu putra Mbah Moen, Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin yang kini menjawab Wakil Gubernur Jawa Tengah, Jumat (18/7/2025).

ADVERTISEMENT

Yasin menyebut, ayahnya memiliki rasa toleransi tinggi dan mengajarkan ilmu tidak dengan paksaan namun dengan cara santun. Yasin juga mengutip Al Quran di surat An-Nahl ayat 125 untuk menggambarkannya.

"Beliau mengajak kebaikan tidak memaksa, seperti yang diajarkan di Al Quran, Ud'u ilā sabΔ«li rabbika bil-αΈ₯ikmati wal-mau'iαΊ“atil-αΈ₯asana, artinya mengajak kebaikan itu dengan hikmah, hikmah ya berikan contoh, berikan petuah yang santun dengan cara yang bagus. Beliau sosok yang toleransi, bukan hanya toleransi keagamaan tapi juga pendapat. Memberikan kebebasan tapi tetap memberi rel yang baik," ujarnya.

Ajaran Mbah Moen yang melekat secara pribadi oleh Yasin yaitu terkait pemahaman soal perbedaan. Dia ingat betul di akhir Orde Baru, Mbah Moen mengajarkan arti perbedaan dan cara menyikapinya.

"Ketika saya masih di bangku SMA tahun 97-98 ketika pak Harto lengser, beliau (Mbah Moen) mengatakan kepada saya bahwa berbeda itu boleh, tetapi perbedaan itu jangan sampai membuat sekat. Artinya ya perbedaan itu Sunah dan jadi Rahmah ketika perbedaan itu sudah berbicara kemaslahatan umat, tidak dipakai untuk memecah," jelasnya.

Mbah Moen juga memiliki karier politik menjadi anggota DPRD Rembang tahun 1971-1978, kemudian menjadi anggota MPR RI tahun 1987-1999. Gus Yasin menyebut ayahnya tidak pernah secara langsung mengajarkan ilmu politik. Namun ia menunjukkan dengan perilaku nasionalisme yang tinggi.

"Secara implisit langsung kepada santri dan anak tidak pernah mengajarkan tentang politik. Tetapi karena beliau menjadi pelaku dalam perjuangan kemerdekaan, politik dalam keagamaan, yang pasti karena ulama sehingga kita sebagai putra dan santri melihat dari situ, bagaimana menyampaikan pemikiran, mengajak membangun negara," jelas Gus Yasin.

"Beliau mengajarkan, karena maqamnya bukan hanya ulama tapi kepada wali juga, sehingga tahu siapa yang bisa diajak bicara politik, soal keilmuan, sosial dan sebagainya. Setiap murid dan anak akan merasakan itu, tidak semua anaknya diajak bicara politik," imbuhnya.

Pada tahun 2018, Gus Yasin maju sebagai Wakil Gubenur Jateng mendampingi Ganjar Pranowo. Dia menyebut hal itu atas perintah Mbah Moen dan menjadi kewajiban yang harus dilakukan. Setelah memberikan perintah dan Yasin terpilih, Mbah Moen tidak lepas tangan karena siap memberikan saran ketika Yasin membutuhkan arahan.

"Maju saya periode pertama itu atas permintaan beliau, perintah beliau, jadi beliau ketika itu menyuruh saya untuk dampingi mas Ganjar. Ketika beliau menyuruh, pasti bertanggung jawab. Kadang kalau kita itu nyuruh terus lepas tangan, beliau tanggung jawab betul. Ketika ada permasalahan, saya kadang bicara langsung, atau kalau tidak sekedar sowan, bahasa santrinya, dan dapat petuah dalam banyak hal dan literasi. Yang penting tidak boleh membedakan siapa golongan dan agamanya, dengan pedoman Khoirunnas anfauhum linnas, jadi yang bermanfaat kepada manusia," katanya.

Yasin masih memegang teguh ajaran ayahnya hingga kini ia kembali menjabat Wakil Gubenur Jawa Tengah mewakili Gubernur Ahmad Luthfi. Dia menyebut jika ajaran Mbah Moen adalah cahaya, maka cahaya itu kini diserahkan ke penerusnya baik anak, santri, atau bahkan yang tidak pernah bertemu langsung dengan Mbah Moen.

"Kalau setelah beliau meninggal, paling tidak harus ada pegangan dan pegangan kita adalah ajaran beliau. Pegangan itu luas, nggak mungkin kami bisa ambil semua, ada porsinya. Mbah Moen itu cahaya, penyejuk untuk negara Indonesia, ini cahaya dititipkan, ada yang bawa, entah saya pribadi, kakak saya, santrinya atau yang tidak langsung jadi santri. Cahaya ini yang bisa dibicarakan dan didiskusikan, kita bawa ajaran beliau di forum pemerintahan, ada yg di keilmuan, pondok pesantren, ada yang sosial. Harapan kami bentuk dan gambaran Mbah Maimoen tersampaikan dengan cara banyak orang," tutup Gus Yasin.




(dil/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads