Muhammad Abdullah Lutfi (32), warga Desa Semerak, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, membagikan kisahnya merintis usaha kopi Lereng Muria. Bermula dari dirinya menjadi santri di pondok pesantren Margoyoso Pati, kini usaha kopinya sudah tembus pasaran Nusantara.
Lutfi, begitu sapaannya, kini tinggal di Semerak RT 4 RW 2. Di rumahnya dia merintis usaha kopi. Kopi didapatkan dari Lereng Muria yang membentang dari Kudus, Jepara, dan Pati. Lalu diolah menjadi kemasan hingga siap seduh.
Saat detikJateng berkunjung, dia tengah sibuk mempersiapkan kedai kopi sederhana di depan rumahnya. Selain itu Lutfi juga menjual kopi kemasan yang telah laku ke seluruh Nusantara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah 'percintaan' Lutfi dengan kopi terjadi saat dia menjadi santri di pondok pesantren wilayah Margoyoso pada 2019. Saat itu, ia bersama santri lainnya berkeinginan untuk minum kopi. Namun uang saku mereka pas-pasan.
"Namanya santri kan uangnya terbatas, sedangkan saya pribadi dan teman-teman suka ngopi. Untuk biaya itu keberatan," jelasnya saat berbincang dengan detikJateng ditemui di lokasi, Selasa (22/4/2025).
Dari situ, Lutfi bersama temannya berinisiatif untuk membeli kopi mentah sendiri. Lalu diolah di ponpes. Awalnya dia patungan membeli kopi biji sebanyak 2 kilogram. Kopi itu dimasak sendiri di pondok pesantren.
"Kita goreng ramai-ramai dan waktu itu belum ada kepikiran jual belum ada," jelasnya.
Diceritakan Lutfi, saat tengah menggoreng, ternyata dia dilihat pengasuh pondok pesantren. Saat itu pula pengasuh mengatakan akan membuatkan kantin kopi untuk Lutfi.
"Akhirnya satu bulan ke depan dibuatkan kantin di Pondok Pesantren Kajen," jelasnya.
Lutfi menjelaskan dirinya berjualan kopi di kantin pondoknya itu selama 3 tahun. Karena adanya pandemi COVID-19, Lutfi lalu memutuskan untuk kembali ke rumah. Usaha kopinya itu lalu dilanjutkan di rumah sampai sekarang.
"Saat itu berlangsung sampai 3 tahun. Karena pandemi Corona itu saya pulang dan diteruskan usaha kedai kopi di rumah," ungkap dia.
Lebih lanjut, Lutfi menjelaskan dirinya mendapatkan kopi biji dari Dukuh Pangonan, Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu atau berada di Lereng Muria. Kopi itu diolah menjadi kemasan dan seduh.
"Kopi itu kami olah menjadi bubuk dan seduh. Roastbin itu biji yang baru sangrai. Kalau bubuk itu biasanya kita jual di angkringan," ucapnya.
Lutfi menuturkan pemasaran dari kopi yang diberi nama Kopi Original Santri sudah merambah ke berbagai tempat di Indonesia.
![]() |
"Pemasaran saat ini laku sudah menyeluruh sampai Nusantara, Kalimantan, Papua pernah. Sumatera di Jambi, Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah merata," kata Lutfi.
Adapun untuk harganya, Lutfi mematok kopi seduh mulai Rp 5 ribu sampai Rp 14 ribu per gelas. Harga kemasan mulai Rp 10 ribu sampai Rp 500 ribu. Tergantung jenis biji dan ukuran.
Dalam waktu seminggu, dia bisa dua kali memproduksi kopi dengan ukuran 25 kilogram untuk kemasan. Sedangkan untuk seduh sebanyak 2 kilogram per minggu.
"Misalnya robusta itu kan yang bubuk halus Rp 200 ribu per kilo.
Menurutnya usaha kopi sekarang semakin menjamur. Oleh karena itu Lutfi mengaku harus pintar berinovasi agar pelanggan tidak kabur.
"Tantangan kompetitor semakin banyak. Ya pintar-pintar menjaga kualitas mungkin inovasi baru," jelasnya.
Selengkapnya bisa dibaca di halaman berikut: