Polda Jawa Tengah (Jateng) terus memproses aduan dugaan salah tangkap remaja 15 tahun di Magelang. Termasuk mendalami informasi adanya upaya damai yang dilakukan oknum polisi.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto mengatakan, informasi terkait adanya polisi yang datang untuk meminta damai harus didalami. Jika ada yang mengetahui peristiwa itu, lebih baik untuk melapor.
"Informasi itu harus kita dalami ya. Sebaiknya yang memahami atau mengetahui peristiwa tersebut melapor kepada kami pihak kepolisian untuk kita tindak lanjuti," kata Artanto di Mapolda Jateng, Jumat (19/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio menambahkan, laporan yang masuk dari LBH Jogja dan keluarga korban DRP (15) saat ini masih berstatus aduan.
"Kami sudah menerima laporan pengaduan. Administrasi penyelidikan sudah kami terbitkan dan kami juga sudah membuat administrasi untuk pemanggilan yang bersangkutan. Minggu depan kami panggil (pelapor)," jelasnya.
Dwi menambahkan, pihaknya belum bisa merinci siapa saja yang dilaporkan karena masih mempelajari berkas aduan.
"Kami belum baca lebih detail ya. Kemudian surat panggilan ya kalau nggak Senin atau Selasa sudah kami mintai keterangan. Kita proses sesuai aturan," jelasnya.
Ia menekankan, seluruh proses akan berjalan sesuai mekanisme hukum. Penyelidikan disebut akan dilakukan secara transparan.
"Masih aduan. Kita belum tahu apakah itu terjadi atau tidak ya, makanya kami melakukan penyidikan," ujarnya.
Adapun, kasus ini mencuat setelah LBH Jogja melaporkan dugaan salah tangkap, penyiksaan, hingga penyebaran data pribadi DRP (15), seorang pelajar yang ditangkap saat kerusuhan di depan Polres Magelang Kota Jumat (29/8/2025) lalu.
Penasihat hukum keluarga korban, Royan Juliazka Chandrajaya dari LBH Jogja mengungkapkan adanya upaya damai yang dilakukan polisi kepada keluarga DRP. Polisi disebut datang ke rumah korban, usai laporan resmi dilayangkan ke Propam Polda Jateng, Rabu (17/9).
Dua orang datang ke rumah korban, salah satunya berseragam polisi. Polisi perempuan yang diketahui dari unit PPA Polres Magelang Kota, disebut mencoba membujuk keluarga korban agar tak melanjutkan laporan.
"Jadi polisi itu mengatakan ke Ibu korban kalau mereka menyesali lah perbuatan Ibu korban. Kenapa harus ada ada laporan polisi begitu," kata Royan saat dihubungi detikJateng.
"Mereka bilang harusnya kan ini bisa diselesaikan secara baik-baik, secara damai, secara kekeluargaan lah bahasanya. Tapi kenapa harus ada laporan," lanjutnya.
Namun, ibu korban menolak tawaran tersebut. Ia menegaskan tetap ingin memperjuangkan hak anaknya melalui jalur hukum.
"Dari ibu korban bilang, dia cuma seorang ibu yang ingin memperjuangkan keadilan buat anaknya," jelasnya.
Royan juga mendapat informasi adanya dugaan tawaran berupa sesuatu dari polisi tersebut. Namun hal itu urung diberikan lantaran ada mahasiswa yang datang bersolidaritas di rumah korban.
"Karena ada mahasiswa akhirnya polisi ini pamit pulang. Kami sempat dapat kabar polisi itu sempat mau menawarkan sesuatu, nggak tahu apa," tuturnya.
Malam harinya, lanjut Royan, giliran tiga anggota Propam datang ke rumah korban. Mereka menyebut kedatangan untuk menindaklanjuti aduan yang sudah dilayangkan ke Polda Jateng.
Pemeriksaan terhadap DRP pun dilakukan langsung di rumah untuk menyesuaikan kondisi psikologis korban yang masih anak.
"Karena korban anak, pemeriksaan dilakukan di rumah agar lebih nyaman. Propam minta kronologi lengkap dan mengisi form aduan," jelasnya.
Royan menegaskan, proses hukum tetap berlanjut meski ada permintaan damai dari pihak kepolisian. LBH Jogja juga sudah melaporkan kasus ini ke LPSK, Komnas HAM, dan KPAI.
"Laporan tetap jalan. Kami juga sudah ke LPSK dan mereka menerima dengan baik, sekarang sedang diproses di tingkat komisioner," ungkap Royan.
Selain DRP, Royan menyebut ada setidaknya tiga anak lain yang juga menjadi korban salah tangkap dan penyiksaan di Magelang. Namun, baru keluarga DRP yang berani melapor resmi ke polisi.
"Yang sejauh ini sudah bertemu sama saya itu sudah ada empat ibu korban, tiganya itu anak di bawah umur, satu dewasa dan keempat-empatnya sama mengalami penyiksaan. Bahkan ada satu anak yang parah sekali kondisinya, sampai pelipis kiri dan kanan sobek, mungkin dipukul pakai benda tumpul," ungkapnya.
Ia menyebut, salah satu anak bahkan ada yang ditangkap di depan rumahnya hingga sempat terjadi tarik-tarikan antara ibu korban dan polisi.
"Jadi dia di depan rumah, cuma nonton, rumahnya di dekat alun-alun. Waktu kerusuhan itu orang-orang nonton, kebetulan anak ini depan rumahnya tiba-tiba sama polisi ditarik," jelasnya.
"Ada ibunya, bahkan tarik-tarikan sama ibunya. Katanya polisi sudah mau hampir pukul ibunya, terus ada tetangga yang memisahkan. Sampai sekejam itu," lanjutnya.
(aap/aku)