Keluarga dr Aulia Kecewa 3 Terdakwa Bullying PPDS Undip Dituntut Ringan

Keluarga dr Aulia Kecewa 3 Terdakwa Bullying PPDS Undip Dituntut Ringan

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 10 Sep 2025 17:37 WIB
Sidang tuntutan terdakwa Zara Yupita Azra, Taufik Eko Nugroho, dan Sri Maryani di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (10/9/2025).
Sidang tuntutan terdakwa Zara Yupita Azra, Taufik Eko Nugroho, dan Sri Maryani di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (10/9/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Tiga terdakwa dalam kasus dugaan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) yang menewaskan dr Aulia Risma sudah dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Keluarga dr Aulia menilai tuntutan itu terlalu ringan.

Ibunda dr Aulia Risma, Nusmatun Malinah bersama pengacara Yulisman Alim hadir dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang hari ini. Nusmatun konsisten hadir sejak sidang perdana pada Senin (26/5) lalu. Dia juga mencatat jalannya persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Djohan Arifin.

Dalam sidang hari ini, Zara Yupita, kakak tingkat almarhum dr Aulia dan terdakwa Sri Maryani selaku staf administrasi dituntut 1,5 tahun penjara. Adapun terdakwa Taufik Eko Nugroho, eks Kepala Program Studi (KPS) PPDS Anestesi Undip, dituntut 3 tahun penjara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nusmatun tampak tampak kecewa mendengar tuntutan tersebut. Dia menggelengkan kepala, begitu pula dengan pengacaranya, Yulisman. Saat awak media hendak mewawancarai, Nusmatun menolak sehingga tanggapannya diwakili oleh Yulisman.

"Kami merasa tuntutan itu terlalu rendah sehingga kami juga merasa kurang puas terkait tuntutan itu. Nanti beberapa hari ini kita koordinasikan juga sama keluarga, sikap apa yang akan kami lakukan menanggapi tuntutan itu," kata Yulisman, Rabu (10/9/2025).

ADVERTISEMENT

Yulisman mengatakan pihaknya merasa kecewa.

"Ancaman pidananya itu kan di atas 5 tahun, paling tidak kurang lebih setengahnya lah kalau memang paling rendah. Tapi ini di bawah 5 tahun. Belum lagi dipotong masa tahanan," ujar dia.

Menurutnya, tuntutan oleh JPU seharusnya lebih tinggi agar menjadi preseden baik bagi lingkungan kesehatan lainnya.

"Pasti tidak jadi efek jera ini kalau tuntutannya terlalu ringan. Kemudian yang kita amati dari proses persidangan ini kan sebenarnya ada beberapa fakta yang tidak terungkap. Termasuk kami meyakini masih ada beberapa pelaku yang tidak terungkap, itu juga yang kami sayangkan," ucap Yulisman.

"(Siapa pelaku yang belum terungkap?) Kemungkinan besar itu dari senior-seniornya almarhum. Walaupun kasus ini tidak bicara lagi tentang tentang bully, tapi lebih luas tentang pemerasan. Tapi sebab akibatnya yang timbul dari situ (bully)," lanjutnya.

Yulisman berharap majelis hakim memutuskan hukuman untuk ketiga terdakwa dengan seadil-adilnya.

Sebelumnya diberitakan, sidang tuntutan dilaksanakan Rabu (10/9/2025) di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Terdakwa Zara Yupita, kakak tingkat almarhum dr Aulia, dituntut 1,5 tahun penjara karena melanggar Pasal 368 ayat 1 KUHP.

Terdakwa Taufik Eko Nugroho, eks Kepala Program Studi (KPS) PPDS Anestesi Undip, dituntut 3 tahun penjara. Adapun Sri Maryani, staf administrasi PPDS Anestesi, dituntut 1,5 tahun penjara. Keduanya telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat 2 KUHP.

Perbuatan para terdakwa dinilai JPU dilakukan secara terstruktur dan masif. Ketiganya disebut seharusnya tidak membiarkan budaya informalitas kuasa absolut, terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan, melalui posisinya masing-masing.

"Perbuatan terdakwa menimbulkan rasa takut, keterpaksaan, dan tekanan psikologis ke lingkungan pendidikan. Perbuatan terdakwa menciptakan suasana intimidatif dan refleksi sehingga menghilangkan kehendak bebas para residen," kata jaksa.

Dalam hal-hal yang meringankan, JPU mengatakan bahwa Terdakwa Zara dan Sri Maryani sudah sama-sama mengakui perbuatannya dan menyesal. Namun, Terdakwa Taufik yang dituntut penjara paling tinggi disebut tak mengakui kesalahannya dan justru menyalahkan Sri Maryani.

"Terdakwa tidak mengakui perbuatannya bahkan cenderung mempersalahkan terdakwa Sri Maryani, karena pengumpulan uang di terdakwa Sri Maryani sudah berlangsung sejak terdakwa menjabat sebagai ketua program studi," kata jaksa Tommy.




(dil/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads