Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Magelang mengaku sudah berulang kali memberikan imbauan kepada drh Yuda Heru Fibrianto terkait dengan praktik stem cell (sel punca) yang dijalankannya. Namun begitu, meski sudah berulang kali diimbau namun tidak pernah dihiraukan.
"Sudah. Sudah, kami sampaikan (laporan BPOM) tahun 2023. Jadi, saat itu kami sampaikan bahwa di Kota Magelang ada praktik seperti ini (stem cell). Mohon untuk peninjauan di lapangan. Karena kewenangan kami kan terbatas," kata Kepala Dinkes Kota Magelang, Istikomah, kepada wartawan, Kamis (28/8/2025).
"Untuk mengetahui yang disuntikkan apa, itu kan butuh pihak yang berwenang. Tapi, kalau pendekatan persuasif, imbauan-imbauan dan peringatan sudah kami sampaikan jauh-jauh hari. Tidak (merespons) dan tetap menjalankan bisnisnya," sambung Istikomah.
Perihal penggerebekan yang dilakukan BPOM, kata Istikomah, ini sudah dibawa ke ranah hukum ditangani oleh yang berwenang.
"Kami selanjutnya melakukan pembinaan untuk faskes-faskes di wilayah Kota Magelang. Kalau fasilitas kesehatan kan jelas jalurnya, ada standar akreditasinya, ada perizinannya juga harus jelas, standar kompetensinya juga ada. Cuman kalau yang praktik di luar itu kan kadang kami terbatas untuk pembinaan dan pengawasannya," tegasnya.
Sebagaimana dikutip dari detikHealth,peredaran produk biologi ilegal berupa turunan sel punca atau stem cell di Magelang ditindak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Sarana itu merupakan praktik dokter hewan yang dijadikan tempat peredaran produk sekretom yang disuntikkan ke pasien manusia.
Penindakan pada 25 Juli 2025 itu dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bersama Koordinator Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Kepala BPOM RI, Prof Taruna Ikrar, mengatakan sarana praktik dokter hewan itu dijadikan tempat peredaran produk biologi ilegal berupa sekretom, yang disuntikkan kepada pasien manusia.
Praktik tersebut dilakukan tanpa izin edar dari BPOM, serta tidak memiliki perizinan resmi maupun surat izin praktik dokter hewan. Pemilik sarana juga tidak memiliki kewenangan untuk memberikan terapi atau pengobatan ke manusia.
Di tempat itu, PPNS BPOM menemukan produk sekretom dalam bentuk jadi yang dikemas dalam tabung emprentrof 1,5 mililiter berwarna merah muda dan oranye. Produk itu siap untuk disuntikkan ke tubuh pasien manusia.
"PPNS BPOM juga menemukan produk sekretom dari kemasan botol 5 liter sebanyak 23 botol yang disimpan di dalam kulkas, peralatan suntik, termasuk pendingin, yang sudah ditempel identitas dan alamat lengkap pasien serta produk kiriman ditambahkan produk sekretom tersebut untuk pengobatan luka. Nilai ekonomi ini mencapai Rp 230 miliar," kata Ikrar dalam konferensi pers, Rabu (27/8).
Pemilik sarana berinisial YHF (56), yang juga staf pengajar di sebuah universitas di Yogyakarta itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Penyidikan dilakukan berdasarkan laporan masyarakat terkait dugaan praktik pengobatan ilegal. PPNS BPOM telah memeriksa 12 saksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPOM menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, produk terapi lanjut (advance therapy products) seperti sel punca atau turunannya, termasuk sekretom, wajib memiliki izin edar.
Aturan tersebut ditegaskan kembali melalui Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pedoman Penilaian Produk Terapi Advance. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi hukum.
BPOM menyatakan akan terus meningkatkan pengawasan untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan akibat peredaran produk biologi ilegal, sekaligus mencegah kerugian ekonomi serta menurunnya daya saing produk dalam negeri.
(apl/apu)