Alasan Intel Polda Ungkap Identitas Saat Disandera Massa May Day di Semarang

Alasan Intel Polda Ungkap Identitas Saat Disandera Massa May Day di Semarang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 25 Agu 2025 17:59 WIB
Anggota Ditintelkam Polda Jateng, Brigadir Eka, dalam sidang Terdakwa Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Senin (25/7/2025).
Anggota Ditintelkam Polda Jateng, Brigadir Eka, dalam sidang Terdakwa Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Senin (25/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Anggota Intelkam Polda Jateng, Brigadir Eka, buka-bukaan soal pengalamannya disandera massa saat aksi May Day di Kota Semarang. Ia mengaku akhirnya terpaksa membuka identitasnya sebagai polisi demi menyelamatkan nyawanya.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi saksi untuk terdakwa Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Ia bercerita sempat dibawa massa May Day pada 1 Mei lalu. Mulanya, ia menyembunyikan identitasnya dari para massa.

"Dari saya disiram tiner, saya mengakui. 'Ya sudah saya ikut njenengan, terserah saya mau diapain, yang penting saya jangan mati konyol'," kata Eka di PN Semarang, Senin (25/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awalnya, Eka yang menyamar dengan kaos hitam dan celana jin di sekitar lokasi aksi diteriaki 'polisi' oleh massa. Ia pun langsung dirubung massa dan mengaku sempat dipukul serta digiring ke Kampus Undip Peleburan. Dalam perjalanan dia mengaku dipukul berkali-kali.

ADVERTISEMENT

Eka mengaku sempat berusaha menyembunyikan identitasnya. Kepada massa, ia mengaku sebagai buruh, akan tetapi para massa disebut tak percaya.

"Di depan BI massa banyak, mereka menanyakan identitas saya nggak nemu, karena saya nggak bawa. Saya bilang dari aliansi buruh, saya kasih lihat fotonya, nggak percaya," ujarnya.

"Saya digandeng, diarak ke arah depan gerbang Undip. Di situ ada mobil kancil. Sambil jalan saya menerima pukulan, salah satunya dua orang ini. Dari belakang, pinggang, ulu hati, terus saya dinaikkan dalam mobil," lanjutnya.

Menurut Eka, massa sempat membuka ponselnya dengan face ID sehingga identitasnya terbongkar. Ia juga mengaku disiram tiner hingga ketakutan.

"Karena saya kerasa dinginnya, itu bahan bakar, saya ngaku (polisi) yang penting jangan mati konyol," tuturnya.

Setibanya di auditorium Undip, tangan Eka dilakban, dan diikat dengan ikat pinggang. Ia ditanyai beberapa pertanyaan oleh para massa. Kala itu dirinya juga direkam hingga videonya tersebar di media sosial.

Eka mengaku bisa saja kabur. Namun, dia mengurungkan niatnya.

"Tidak mungkin saya kabur, kalau saya kabur pasti langsung banyak korban di dalam. Kalau dilempar gas air mata saja pasti langsung banyak korban di dalam," ujarnya.

Ia menilai disandera massa karena mereka ingin bernegosiasi dengan kepolisian. Harapannya agar belasan massa yang ditahan bisa segera dibebaskan.

"(Massa) sudah tahu saya dari anggota kepolisian, tapi tetap melakukan perbuatan tadi. Tujuannya untuk menukar massa demo," ungkapnya.

"Peran terdakwa memukul, mengerahkan massa untuk menanyakan pertanyaan yang mengintimidasi, mengancam, dan meminta negosiasi pertukaran massa demonstran barter dengan saya," sambungnya.

Jaksa lantas memutar video viral yang memperlihatkan Eka dirangkul Rezki dan dikerumuni massa. Dua saksi lain dari Brimob Polda Jateng juga membenarkan Eka dipiting, dipukul, dan digiring ke Undip. Visum menunjukkan ada luka memar dan lecet di tubuhnya.

Meski begitu, Eka mengklarifikasi bahwa tidak semua kekerasan dilakukan terdakwa. Penyiraman tiner, pilox, hingga penyundutan rokok, menurutnya, dilakukan orang lain di luar dua terdakwa.

"Yang menyiram tiner bukan mereka, tapi dari kelompok yang di luar, di mobil kancil kan ada jendela. Bukan Rezki yang memilox saya, itu orang lain," kata dia.

Di akhir sidang, terdakwa Rezki dan Rafli diberi kesempatan meminta maaf. Eka juga memaafkan keduanya. Namun ia meminta proses hukum terhadap keduanya tetap dilanjutkan.

"Sebagai manusia saya memaafkan, tapi proses hukum harus tetap berjalan," ujarnya.

Tanggapan Terdakwa

Usai meminta maaf kepada Eka saat diberi kesempatan oleh Majelis Hakim, keduanya kemudian memberikan tanggapan atas keterangan para saksi.

"(Ada keterangan yang salah?) Saya yang meneriaki pertama kali, lalu yang menggeledah dia, yang menyiram tiner, itu tidak benar," ujar Rezki.

"Kalau dia tidak menjawab pertanyaan saya pukul dengan beton, saya nggak pernah bilang mau mukul pakai beton. Saya tidak pernah mengikat kaki ataupun tangan," lanjutnya.

Sementara Rafli mengakui sempat memukul dua kali tetapi menolak disebut ikut memiting dan mengarak Eka. Ia menyebut dirinya bahkan tidak berada di lokasi kejadian saat Eka digeledah.

"Korban mengatakan saya mengecek HP, padahal di titik pertama tidak ada saya. Kemudian korban mengatakan saya ikut memiting dan mengarak padahal saya tidak pernah mengarak dan memiting," tuturnya.

"Saya mengakui bahwa saya memukul dua kali. Tapi itu pada titik kedua, setelah di mobil kancil. Titik pertama tadi korban pelaku bahwa saya memukul, padahal saya mengikuti beliau sampai ke Undip. Setelah itu saya memberikan KTM saya kepada satpam untuk memberikan akses terhadap mahasiswa yang masih di luar. Sangat berbeda dengan yang dikatakan tadi," lanjutnya.

Rafli juga menegaskan dirinya sempat tak bersama Rezki selama beberapa jam, sehingga tak melakukan pemukulan. Ia justru tengah membelikan makanan untuk massa di Undip.

Namun, Eka mengatakan dia tetap pada keterangannya. Persidangan pun ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Diketahui, Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto teregister dalam nomor perkara 351/Pid.B/2025/PN Smg dengan jenis perkara penganiayaan. Keduanya didakwa Pasal 333 ayat (1) KUHP merampas kemerdekaan seseorang serta Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP tentang pengeroyokan.




(ams/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads