Brigadir Ade Pembunuh Bayi Jalani Sidang Perdana di PN Semarang

Brigadir Ade Pembunuh Bayi Jalani Sidang Perdana di PN Semarang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 16 Jul 2025 16:31 WIB
Terdakwa Brigadi Ade Kurniawan hadir secara daring dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (16/7/2025).
Terdakwa Brigadi Ade Kurniawan hadir secara daring dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (16/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang perdana Brigadir AK alias Ade Kurniawan mengungkap kronologi saat Brigadir Ade menganiaya bayi berinisial NA, yang baru berusia 1 bulan 25 hari. Brigadir Ade didakwa terkait pembunuhan dan perlindungan anak.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Saptanti Lastari, membacakan dakwaan terhadap Ade dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Ade hadir secara daring.

Sidang pun sempat berencana ditunda lantaran sinyal yang tidak stabil hingga mengganggu kelancaran persidangan. Namun akhirnya, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Nenden Rika Puspitasari itu tetap dilanjutkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Saptanti, Ade didakwa melakukan kekerasan yang menyebabkan kematian sang bayi. Ia menyebut kasus ini berawal dari hubungan asmara antara Ade dan seorang perempuan berinisial DJP.

Keduanya disebut berkenalan pada sebuah pesta pada akhir Oktober 2023, kemudian menjalin hubungan hingga akhirnya DJP hamil dan melahirkan.

ADVERTISEMENT

"Dari hasil pemeriksaan USG diketahui bahwa DJP telah hamil dengan usia kandungan 5 minggu, oleh dokter kandungan tersebut DJP disarankan kontrol kandungan sebulan sekali," kata Saptanti di hadapan majelis hakim, Rabu (16/7/2025).

Usai dinyatakan hamil, DJP meminta terdakwa untuk menikahinya. Terdakwa kemudian menolak menikahi DJP dengan alasan belum siap secara finansial dan telah memiliki rencana menikah dengan orang lain.

Meski begitu, keduanya tetap tinggal bersama dan membesarkan buah hatinya. Namun, hubungan keduanya pun diwarnai konflik hingga pada pertengahan Januari 2025, mereka melakukan tes DNA untuk memastikan status biologis anak.

"Selanjutnya, tanggal 1 Februari 2025 keluarga terdakwa datang ke rumah paman DJP untuk membicarakan masalah pertanggungjawaban terdakwa kepada DJP. Terdakwa bersikeras untuk tidak menikahi DJP, tetapi hanya memberi nafkah bulanan," ungkapnya.

Puncak kejadian terjadi pada 2 Maret 2025. Saat hendak pergi berbelanja ke Pasar Peterongan, Ade disebut melakukan tindakan kekerasan terhadap bayi tersebut, baik di rumah kontrakan maupun di dalam mobil hingga bayi itu menunjukkan tanda-tanda sesak napas, kejang, dan pucat.

Bayi itu pun sempat menangis selama tiga menit. Usai menganiaya bayinya, Ade sempat panik karena bayi tersebut mengalami sesak nafas dan terpejam seperti tertidur.

"Terdakwa sempat panik, kemudian terdakwa mengecek detak jantung dan nadi anak korban terdakwa. Ternyata masih ada denyut nadinya dan nafasnya masih ada," kata dia.

Saat hendak menelepon DJP, DJP ternyata sudah berjalan memasuki mobil setelah berbelanja. Ade menyerahkan bayinya dan sempat bercakap-cakap dengan DJP.

Tiba-tiba, DJP mengetahui bayinya terlihat pucat dan bibirnya membiru. Karena DJP panik bayinya tak merespons saat ditepuk-tepuk, bayi itu kemudian dilarikan ke rumah sakit dan sempat mendapatkan perawatan intensif.

"Tetapi pada hari Senin tanggal 3 Maret 2025 sekira pukul 14.00 WIB, anak korban NA meninggal dunia yang disebabkan karena ada cairan yang masuk di dalam paru," ungkapnya.

Bayi NA kemudian dimakamkan. Setelah itu, DJP kembali mendesak pertanggungjawaban Ade untuk menikahinya. Namun, Ade justru meninggalkan DJP tanpa pamit, sehingga membuat DJP semakin jengkel.

"DJP menjadi jengkel dan marah terhadap terdakwa. Kemudian melaporkan perbuatan terdakwa di kantor Polda Jawa Tengah," jelasnya.

Atas permintaan penyidik Ditreskrimum Polda Jateng, dilakukan ekshumasi terhadap makam bayi. Hasil autopsi menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan tumpul pada tubuh korban, termasuk bagian kepala, wajah, dan anggota gerak bagian bawah.

"Sehingga penyebab kematian anak NA bukan karena tersedak susu, melainkan karena kekerasan tumpul pada kepala mengakibatkan perdarahan otak," ungkap Saptanti.

Atas perbuatannya, Ade pun didakwa melanggar tiga pasal, yakni Pasal 80 ayat (3) dan (4) juncto Pasal 76C UU Perlindungan Anak, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Dalam persidangan, Ade mengatakan dirinya merasa keberatan dan hendak mengajukan eksepsi. Kuasa hukum Ade meminta waktu kepada majelis hakim untuk menyampaikan eksepsi minggu depan.

Diberitakan sebelumnya, seorang oknum anggota polisi dilaporkan menganiaya bayi usia 2 bulan hingga meninggal. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng saat ini menangani laporan tersebut.

Laporan yang dilayangkan menggunakan Pasal 80 ayat (3) UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan Berat.




(afn/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads