Sidang dengan agenda pledoi kasus penembakan Gamma digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Pengacara Robig, Bayu Arief, mengatakan penyebab tewasnya Gamma bukan sebatas karena terkena tembakan yang Robig lepaskan.
"Penyebab meninggalnya anak korban Gamma bukan hanya dari tembakan senjata, tapi juga dari lambatnya korban mendapat penanganan medis," kata Bayu di PN Semarang, Selasa (15/7/2025).
Bayu menyebut, kliennya memang menembakkan peluru ke arah roda motor yang dinaiki Gamma dan temannya, di Jalan Candi Penataran, Kalipancur, Minggu (24/11/2024) dini hari pukul 00.30 WIB. Saat itu, Robig disebut tengah mengejar sekelompok pemuda yang diduga membawa senjata tajam jenis celurit dan cocor bebek.
Namun, menurut pengakuan Robig, ia tidak mengetahui bahwa peluru tersebut justru mengenai pinggang Gamma. Ia baru menyadari insiden itu setelah tidak sengaja berpapasan kembali dengan rombongan korban tak lama kemudian.
"Waktu itu Gamma masih hidup dan berdarah. Aipda Robig bahkan ikut mengantar ke RSUP Dr Kariadi," ujar Bayu.
Bayu mengklaim, Gamma saat itu dibawa dalam kondisi sadar ke IGD, dan masih mendapatkan penanganan awal seperti pemasangan selang oksigen. Namun, Gamma terlambat mendapat tindakan operasi hingga akhirnya meninggal dunia pada pukul 01.56 WIB.
"Dari pukul 00.40 WIB sampai 01.00 WIB, anak korban belum masuk ruang tindakan atau dilakukan operasi," ungkapnya.
Dalam pledoi itu, penasihat hukum Robig menekankan, keterlambatan membawa Gamma ke rumah sakit dan proses penanganan medis yang tidak segera menjadi faktor fatal dalam kematiannya.
"Disampaikan oleh ahli bedah Rumah Sakit Tugu, ketika membaca rekam medik dari almarhum anak GRO. Beliau mengatakan 'jika kondisinya seperti ini kena luka tembak diantar polisi yang menembak harusnya langsung masuk ruang tindakan bukan di IGD lagi'," tambah Bayu usai sidang.
"Perawatan di IGD ini bisa menghabiskan darah. Beliau menyampaikan, darah manusia ada 6 liter, hilang 3 liter itu kembali ke kondisi masing-masing fisik seseorang tersebut untuk bertahan hidup," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, anggota Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenudin dituntut lima belas tahun penjara dalam kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang, Gamma Rizkynata Oktavandi. Ia dituntut tanpa alasan meringankan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang, Sateno, mengatakan, tembakan yang dilayangkan Aipda Robig menyebabkan satu anak meninggal dan dua anak luka berat.
Atas fakta tersebut, JPU menilai Robig melanggar pidana Pasal 80 ayat (3) dan ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Jaksa lantas menuntut Robig pidana penjara 15 tahun serta denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia meminta majelis hakim menyatakan barang bukti tetap disita untuk kepentingan perkara.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada Rerdakwa Robig Zaenudin bin Mulnyono selama 15 tahun, dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Sateno di PN Semarang, Selasa (8/7/2025).
DIketahui, Robig didakwa sejumlah pasal berat yakni Pasal 80 ayat (3) dan ayat (1) UU Perlindungan Anak, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Robig diduga menembak sekelompok pemuda yang melintas dengan sepeda motor di Jalan Candi Penataran Raya, Kota Semarang pada Minggu (24/11/2024) dini hari.
Terdapat tiga orang yang tertembak, semuanya merupakan siswa SMKN 4 Semarang. Korban Gamma Rizkynata Oktafandy tertembak di bagian pinggul.
Akibatnya, pelajar berusia 17 tahun ini tewas. Sementara dua korban lain juga tertembak tetapi selamat. Korban AD terserempet peluru di dada dan korban ST tertembak di tangan.
(apu/ahr)