Terdakwa kasus ujaran kebencian terkait tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi), Bambang Tri Mulyono, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Solo. Sidang perdana pembacaan memori PK sudah berlangsung hari ini dan dihadiri langsung oleh Bambang Tri Mulyono.
Kuasa hukum Bambang Tri, Pardiman, menganggap adanya kekhilafan hakim dalam memutuskan kasus tersebut. Menurutnya, mubahalah di akun YouTube Gus Nur tidak bisa membuktikan keonaran di dunia siber. Pihak Bambang Tri menjadikan putusan MK terkait UU ITE sebagai dasar.
"Pengajuan karena kekhilafan hakim yang nyata. nanti dalam buktian nanti akan terungkap. Yang kami utarakan itu adalah kekhilafan hakim. Pada saat Bambang Tri melakukan mubahalah tersebut itu sebenarnya kan di dunia siber. Padahal di dunia siber itu untuk menentukan kebenarannya itu akan sangat sulit," katanya di PN Solo, Kamis (3/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah tu terbukti dari dari sekarang ada putusan MK. Putusan MK itu bahwa keonaran di dunia siber itu tidak tidak bisa dipidana," ungkapnya.
Diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merevisi Undang-undang ITE, khususnya pada pencemaran nama baik. Di mana dalam Putusan MK Nomor 115/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa kerusuhan atau keributan di ruang digital/siber tidak masuk dalam pidana undang-undang dan transaksi elektronik.
Pihaknya mengungkapkan bahwa penafsiran keonaran terlalu luas dan tidak terbukti secara faktual. Menurut ya, dalam putusan hanya dikemukaan adanya kegaduhan di dunia Maya.
"Jadi harus ada bukti-bukti bahwa keonaran itu memang benar betul-betul terjadi di dunia nyata. Itu baru bisa dilakukan. Kemudian yang kedua itu mengenai unsur-unsur di dalam hakim penafsirannya yang didakwakan itu adalah sengaja dan tanpa hak ikut serta menyiarkan, menurut kami juga tidak tidak terbukti," jelasnya.
"Pemohon peninjauan kembali meragukan kesaksian mereka karena tidak ada demo atau kegaduhan yang masif di berbagai wilayah di Indonesia. Sebelum ada putusan MK Nomor 115/PUU-XXII/2024 yang menyatakan kegaduhan di dunia siber bukan tindak pidana maka terdapat asas asas dalam hukum pidana yang harus ada yaitu efek yang ditimbulkan," sambungnya.
Selain itu, Pardiman mengatakan bahwa video yang diunggah pada tahun 2023 itu Bambang Tri hanya sebagai narasumber. Ia mengatakan bahwa Bambang Tri bukan pemilik dan pengunggah konten.
"Yang difokuskan dalam UU ITE penyebarannya yang menimbulkan keonaran. Bahwa video yang diunggah bukan oleh Pemohon PK. Bambang Tri Mulyono hanya diwawancarai, bukan pemilik atau pengunggah konten, sehingga tidak ada mens rea dan actus reus dari pemohon," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Bambang Tri Mulyono, terpidana kasus ujaran kebencian terkait tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi), mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis terhadapnya. Vonis itu tertuang dalam putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 4851K/Pid.Sus/2023 tanggal 14 September 2023.
Kasus tersebut bermula Pada 2023, di mana Bambang Tri membahas soal ijazah palsu Presiden Republik Indonesia ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dalam podcast di kanal YouTube Gus Nur 13 Official milik terpidana lain, Sugi Nur Rahardja (Gus Nur). Dalam kesempatan itu, Bambang Tri diminta Gus Nur melakukan sumpah mubahalah untuk meyakinkan informasi yang diberikan benar.
Bambang Tri dan Gus Nur kemudian digugat secara pidana oleh Dodo Ahmad Baidlowi. Pardiman menilai Jokowi tidak memiliki masalah dengan Bambang Tri secara pribadi.
(afn/ahr)