Kuasa Hukum Jokowi Sebut Gugatan M Taufiq soal Ijazah Palsu Salah Alamat

Kuasa Hukum Jokowi Sebut Gugatan M Taufiq soal Ijazah Palsu Salah Alamat

Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Jumat, 20 Jun 2025 16:05 WIB
Kuasa hukum Jokowi, YP Irpan, saat ditemui di kantornya di Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jumat (20/6/2025).
Kuasa hukum Jokowi, YP Irpan, saat ditemui di kantornya di Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jumat (20/6/2025). Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng.
Solo -

Sidang perkara nomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt, terkait ijazah palsu Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Negeri (PN) Solo, memasuki tahap tanggapan dari pihak tergugat atas gugatan dari pihak penggugat yakni Muhammad Taufiq.

Sesuai keputusan majelis hakim, jalannya sidang dilakukan secara online. Yang mana masing-masing pihak akan saling memberikan tanggapan melalui online hingga putusan sela nanti.

Kuasa hukum Jokowi, YP Irpan, mengatakan pihaknya sudah mengirimkan jawaban atas materi gugatan yang diajukan penggugat pada Kamis (19/6).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam gugatan tersebut, selain Jokowi ada KPU Kota Solo, SMA Negeri 6 Solo, dan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang turut tergugat. Irpan mengatakan, menurut undang-undang administrasi pemerintahan yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, mereka termasuk pejabat tata usaha negara.

"Jika ada suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat tata usaha negara, maka gugatan tersebut masuk dalam kewenangan PTUN," kata Irpan saat ditemui di kantornya di Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jumat (20/6/2025).

ADVERTISEMENT

Hal ini didasarkan pada Perma nomor 2 tahun 2019, terkait dengan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemerintah, maupun tindakan pemerintah, pengadilan yang berhak mengadili adalah PTUN.

Irpan mengatakan, dalam gugatan tersebut mempersoalkan dugaan penggunaan ijazah palsu Jokowi untuk maju di Pilkada Solo, Pilgub DKI Jakarta, dan Pilpres. Sehingga hal itu sebenarnya masuk ke dalam sengketa dalam Pemilu. Dan ada lembaga yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan, baik itu pelanggaran administratif maupun dalam bentuk sengketa.

"Berkenaan dengan adanya dugaan ijazah palsu, apabila ada pihak-pihak yang sekiranya mengetahui adanya peristiwa tersebut, dan ingin mengadukan. Tentu saja upaya hukum yang dilakukan bukan bukan dalam bentuk gugatan kepada PN, tetapi menyampaikan laporan kepada Bawaslu," jelasnya.

Apabila pelanggaran yang dimaksud merupakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pihak KPU, tentu saja aduan tersebut harus disampaikan kepada pihak DKPP. Karena dalam gugatan tersebut menyinggung pula tentang adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pihak KPU.

"Maka berdasarkan argumentasi-argumentasi tersebut, PN Solo tidak berwenang untuk mengadili atas perkara gugatan yang diajukan oleh Bapak Muhammad Taufiq," kata dia.

Dalam eksepsi yang kedua, Irpan mempertanyakan legal standing penggugat, Muhammad Taufiq, dalam hal proses pendaftaran Jokowi di Pilkada Solo, Pilgub DKI Jakarta, dan Pilpres, hingga akhirnya terpilih dan dilantik.

"Saya tidak menemukan seorang Dr. Muhammad Taufiq sebagai salah satu peserta, sebagai calon baik dalam pilihan Walikota Solo, pilihan Gubernur DKI, maupun Pilpres selama dua periode yang diikuti Pak Jokowi sebagai salah satu calon pada saat itu. Oleh karena Dr. Muhammad Taufik dalam proses pemilihan sebagaimana tersebut bukan sebagai salah satu calon, maka Dr. Muhammad Taufiq ini tidak ada kewenangan untuk mengajukan adanya suatu gugatan atau dengan kata lain tidak memiliki legal standing," terangnya.

Selain itu, gugatan tersebut dianggap prematur. Sebab yang bisa membuktikan ijazah Jokowi asli atau tidak adalah Pengadilan Pidana. Sementara gugatan yang dilayangkan adalah perdata.

"Tapi yang terjadi justru di satu sisi Dr. Muhammad Taufiq dalam gugatannya mendasarkan pada adanya suatu pemberitaan kan begitu. Dia ingin menguji, kalau ingin menguji atas pemberitaan mestinya dia harus melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan adanya ijazah yang diduga palsu. Jadi instansi mana yang menerbitkannya, kapan, lantas benar tidaknya adanya pemberitaan tersebut yang seharusnya kan demikian," ucapnya.

"Tapi yang dilakukan bukan dalam bentuk klarifikasi kepada pihak-pihak yang terkait atas penerbitan ijazah tersebut, melainkan dia mengajukan gugatan dalam rangka untuk menguji atas dugaan ijazah palsu, dengan gugatan perbuatan melawan hukum," ujarnya.

Melihat dari petitumnya, dia menilai agar SMAN 6 Solo, UGM, dan KPU membuka data terkait data ijazah Jokowi pada waktu pendaftaran di Pemilu. Berdasarkan HIR 163, hakim perdata tidak ada kewenangan untuk itu. Sebab, HIR 163 mengandung makna siapa yang mendalilkan wajib membuktikan, bukan hakim yang membuktikan.

"Kecuali dalam PTUN atau pidana, karena kebenaran yang dicari adalah kebenaran material. Sekiranya hakim PTUN memandang perlu untuk memanggil pejabat tata usaha negara untuk memperlihatkan atas dokumen-dokumen terkait dengan objek sengketa, punya kemenangan. Begitu juga hakim pidana," pungkasnya.




(apl/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads