Peserta PPDS Anestesi Undip Ngaku Setor Iuran Ratusan Juta Tanpa Bukti Terima

Peserta PPDS Anestesi Undip Ngaku Setor Iuran Ratusan Juta Tanpa Bukti Terima

Tim detikJateng - detikJateng
Kamis, 12 Jun 2025 17:57 WIB
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (11/6/2025).
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (11/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Novi, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) mengaku mengungkapkan adanya aliran dana tak resmi. Pengakuan itu berupa iuran hingga ratusan juta rupiah tanpa disertai bukti terima.

Ia mengungkapkannya saat menjadi saksi sidang kasus perundungan dan pemerasan PPDS Undip di di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (11/6/2025).

Peserta PPDS Anestesi Undip angkatan 75 yang juga bertindak jadi bendahara angkatan itu mengaku menyerahkan uang tanpa bukti tanda terima. Bukti pun hanya berupa foto usai diserahkan kepada terdakwa Maryani selaku staf administrasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diserahkan ke Mbak Maryani, kalau sudah terus difoto, dilaporkan. (Ada tanda terima?) Tidak ada," ungkap Novi dalam sidang.

Beberapa Kali Setor Sepanjang 2022

Novi melanjutkan, dirinya beberapa kali menyetorkan uang kepada Maryani antara April hingga September 2022. Setoran terbesar terjadi pada April 2022 senilai Rp 80 juta.

ADVERTISEMENT

"Bulan April 2022 itu Rp 80 juta, Mei 2022 itu Rp 50 juta, Juni 2022 itu Rp 50 juta, Juli 2022 itu Rp 40 juta, Agustus 2022 itu Rp 50 juta, September 2022 itu Rp 50 juta," tuturnya.

Uang itu, kata Novi, disetorkan secara tunai tanpa ada bukti tanda terima. Saat ditanya jaksa penuntut umum, Novi mengaku tak terpikirkan mengapa tak menanyakan bukti tanda terima.

"(Disetorkan secara) Cash. (Nggak tanya buktinya mana?) Nggak terpikir. Buktinya adalah difoto, foto saat saya menyerahkan ke Mbak Mar itu ada fotonya," jelasnya.

Ungkap Adanya Kas Angkatan hingga Rp 20 Juta Per Bulan

Dikatakan Novi, Rp 80 juta tersebut merupakan iuran Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Namun, ia mengingat masih ada iuran kas angkatan.

"Kas angkatan berkisar antara Rp 5-20 juta per bulan. Di awal-awal 3 bulan pertama itu Rp 5-7 juta, kemudian Rp 10-20 juta," jelasnya.

Novi mengakui, iuran BOP maupun iuran lainnya tidaklah resmi serta tak berkekuatan hukum. Menurutnya, pengeluaran resmi peserta PPDS adalah Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan uang pangkal.

"Biaya resmi itu UKT Rp 15 juta per semester sama uang pangkal pertama kali itu Rp 35 juta," ungkapnya.

Ia menjelaskan, iuran kas angkatan tersebut merupakan kesepakatan masing-masing angkatan sehingga besarannya berbeda-beda.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.




(apu/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads