Peserta PPDS Anestesi Undip Ngaku Setor Iuran hingga Ratusan Juta Rupiah

Peserta PPDS Anestesi Undip Ngaku Setor Iuran hingga Ratusan Juta Rupiah

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 11 Jun 2025 20:06 WIB
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (11/6/2025).
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (11/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang kasus perundungan dan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) mengungkap adanya aliran dana tak resmi. Uang puluhan juta disetorkan beberapa kali secara tunai.

Hal ini diungkapkan mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 75, Novi, yang menjadi saksi dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Undip di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat.

Ia mengatakan, selain membayar iuran Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp 80 juta, ia juga sempat mengeluarkan uang untuk iuran kas angkatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kas angkatan berkisar antara Rp 5-20 juta per bulan. Di awal-awal 3 bulan pertama itu Rp 5-7 juta, kemudian Rp 10-20 juta," kata Novi di PN Semarang, Rabu (11/6/2025).

Novi pun mengatakan iuran uang BOP senilai Rp 80 juta maupun iuran-iuran lainnya tidaklah resmi dan tidak memiliki dasar hukum. Menurutnya, pengeluaran resmi yang harus dibayarkan mahasiswa hanyalah Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan uang pangkal.

ADVERTISEMENT

"Biaya resmi itu UKT Rp 15 juta per semester sama uang pangkal pertama kali itu Rp 35 juta," ungkapnya.

Ia menjelaskan, iuran kas angkatan tersebut merupakan kesepakatan masing-masing angkatan sehingga besarannya berbeda-beda. Sementara uang BOP disetorkan kepada terdakwa Maryani selaku staf administrasi.

Novi yang saat itu menjadi bendahara angkatan 75 pun mengaku menyetorkan uang puluhan juta rupiah itu tanpa bukti tanda terima. Proses penyerahan dilakukan langsung dan dilaporkan dengan bukti foto.

"Diserahkan ke Mbak Maryani, kalau sudah terus difoto, dilaporkan. (Ada tanda terima?) Tidak ada," ungkap Novi.

Novi menyebut telah beberapa kali menyerahkan uang tunai ke Maryani antara April hingga September 2022, dengan total setoran mencapai ratusan juta rupiah. Nominal terbesar terjadi pada April 2022 sebesar Rp 80 juta.

"Bulan April 2022 itu Rp 80 juta, Mei 2022 itu Rp 50 juta, Juni 2022 itu Rp 50 juta, Juli 2022 itu Rp 40 juta, Agustus 2022 itu Rp 50 juta, September 2022 itu Rp 50 juta," tuturnya.

Uang itu, kata Novi, disetorkan secara tunai tanpa ada bukti tanda terima. Saat ditanya jaksa penuntut umum, Novi mengaku tak terpikirkan mengapa tak menanyakan bukti tanda terima.

"(Disetorkan secara) Cash. (Nggak tanya buktinya mana?) Nggak terpikir. Buktinya adalah difoto, foto saat saya menyerahkan ke Mbak Mar itu ada fotonya," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.




(apu/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads