Tetangga Kos Sebut dr Aulia Pernah Curhat 'Pengin Nggak Bangun Lagi'

Tetangga Kos Sebut dr Aulia Pernah Curhat 'Pengin Nggak Bangun Lagi'

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 04 Jun 2025 23:57 WIB
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025).
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Tetangga kos almarhum dokter Aulia Risma, Nur Diah, memberikan kesaksiannya dalam sidang kasus perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip).

Sidang pemeriksaan saksi dalam kasus yang menewaskan mahasiswa PPDS, dokter Aulia Risma, itu dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6). Sidang dipimpin hakim ketua Djohan Arifin. Dalam sidang, Diah menyatakan dirinya sebagai tetangga kos yang menyaksikan kondisi korban saat depresi.

"Kalau bisa dibilang saya adalah teman pada saat dia sudah depresi. Bahkan, November dia pernah bicara 'saya pengin saya nggak bangun lagi besok'," kata Diah di PN Semarang, Rabu (4/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu Diah mengaku langsung menyarankan korban untuk berkonsultasi ke psikolog atau psikiater.

"Saya bilang 'Mbak, kamu butuh psikolog, kamu butuh psikiater'. Waktu itu (Aulia) ada ketakutan untuk pergi ke psikiater, namun saya kuatkan, akhirnya ke psikiater dan psikolog," ujar Diah.

ADVERTISEMENT

Diah menjelaskan, dalam salah satu sesi terapi pada Februari 2024, Aulia sempat diminta menuliskan 50 alasan untuk hidup.

"Tapi dia bilang '10 aja nggak ada Mbak'. Waktu itu saya peluk dia, saya bilang 'kamu harus bertahan, kamu harus hidup'," ucapnya.

Diah juga menyebut Aulia kerap mengeluhkan tekanan yang datang dari lingkungan kerja, senior, dan beban akademik. Menurutnya, Aulia sampai merasa tidak punya jalan keluar.
"Saya masih ingat, dia menangis bilang, 'semua menekan saya, dari jam kerja yang tidak masuk akal, semua-semuanya'," ujar Dyah menirukan perkataan Aulia.

Menurut Diah, senior yang mengucilkan serta beban akademik dan ekonomi membuat Aulia semakin tertekan. Aulia juga pernah menceritakan kejadian saat dirinya dimaki-maki karena salah membeli rokok untuk senior.

"Dia cerita dimarahi karena salah beli rokok. Dimaki-maki lama banget. Waktu itu dia sebut nama (senior). Ada ketakutan juga dengan Bu Zara. Dia pernah bilang, 'Saya nggak mau lagi berurusan sama Bu Zara. Cukup saya dihukum sendiri'," kata Diah.

Aulia diketahui juga mengidap sakit fisik yang membuatnya kerap tak kuat menjalani aktivitas. Diah bahkan sempat membawakan sepeda statis agar Aulia tetap bisa olahraga ringan di depan kamar.

Selain tekanan kerja, Aulia juga menghadapi beban finansial karena iuran-iuran dalam sistem pendidikan dokter spesialis. Diah bilang Aulia pernah cerita bahwa tabungannya habis dan ia sempat dibantu oleh adiknya.

"Dia sering curhat, 'Mbak, iurannya sudah banyak banget, tabunganku sudah habis'. Itu juga dia sempat dibantu adiknya," ujar Diah.

Sistem iuran di PPDS, menurut Diah, berlangsung secara 'mau tidak mau'. Dia bilang ada perasaan takut kalau tak membayar nantinya akan dipersulit atau tidak diajak praktik dan disudutkan.

"Istilahnya 'gimana caranya gitu'. Ada istilah 'mbuh piye carane' (entah gimana caranya), MCP," ujarnya.

Diah sendiri adalah istri dari dokter spesialis angkatan yang sama dengan Aulia. Suaminya juga mengalami depresi karena tekanan serupa, dari jam kerja yang berlebih, tekanan dari senior, dan tuntutan yang tinggi.

"Kalau dibandingkan, beban almarhumah Risma lebih berat. Karena dia di divisi ilmiah. Tugasnya lebih banyak," ujar Diah.

Aulia, kata Diah, adalah sosok profesional yang perfeksionis dan sangat ingin belajar. Tapi tekanan demi tekanan membuatnya merasa tidak mampu lagi.

"Jadi saya teman dia masa-masa depresi sampai akhir hayatnya," ucap Diah.

Diketahui, sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Anestesi Undip itu berlangsung sejak sekitar pukul 11.00 WIB dan baru selesai sekitar pukul 22.15 WIB.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.




(dil/dil)


Hide Ads