Ibu mendiang dokter Aulia Risma, Nusmatun Malinah mengungkap fakta mengenai perilaku senior anaknya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Universitas Diponegoro (Undip). Nusmatun mengungkapkan anaknya sering curhat kala mengalami perundungan.
Dalam kesaksiannya, ia membeberkan dokter Aulia kerap curhat kepada ayahnya bahwa dirinya kerap dirundung seniornya di PPDS Anestesi Undip.
"Kalau curhatan itu hanya setiap hari ada. Itu lewat WA. Masalah perlakuan seniornya, dimarahi, diberi beban. Terus curhatan dibully sama yang namanya Zara," urai Nusmatun di PN Semarang, Rabu (4/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang disampaikan sama papanya 'aku dibully'. Kemudian papanya tanya yang bully siapa, dia bilang Zara. Tidak dijelaskan spesifiknya, cuma bilang Zara," lanjutnya.
Kemudian, dokter Aulia yang diterima di PPDS Anestesi Undip sejak Juni 2022 itu pun mulai konsultasi ke psikiater dan melakukan tes kejiwaan.
"Mulai November itu sudah konsul ke psikiater. Itu juga sama kurang lebih tahun 2022. Tahun 2022. Jadi dari Tlogorejo konsul ke psikolog di Amino," ungkapnya.
Dari pemeriksaan itu, disebutkan bahwa Aulia didiagnosa depresi. Ia menduga hal itu dikarenakan perundungan yang diterimanya selama di PPDS Anestesi Undip.
"Karena kalau di rumah saya tidak pernah memarahi, tidak pernah menggunakan kata-kata yang keras. Begitu masuk di PPDS ditempa dengan caci maki, dengan suara yang tidak pernah didengar, sehingga secara tidak langsung itu anak saya sudah ketakutan," paparnya.
"Begitu suara menggelegar itu sudah ketakutan. Almarhumah sangat takut kalau ada kata-kata Toro, itu seniornya. Jadi ketika mendengarkan ada kata-kata Toro itu dia langsung kesakitan sekali, nggak tahu itu diapakan sama Toro," lanjutnya.
Selaku orang tua, Nusmatun kemudian melaporkan hal itu kepada terdakwa Taufik Eko Nugroho selaku Kaprodi PPDS Anestesi Undip. Termasuk dokter Aulia yang ditelepon dan dihukum lantaran tidak membelikan seniornya rokok.
"Termasuk anak saya malem-malem ditelepon (senior) ternyata hanya karena tidak dibelikan rokok. Langsung saya ceritakan sama dokter Taufik. Dokter Taufik bilangnya itu untuk melatih mental," terangnya.
Ia menjelaskan, anaknya tak pernah mendapatkan perilaku istimewa. Justru, pernah diminta seniornya untuk mengundurkan diri.
"Diintimidasi, disuruh mengundurkan diri sama seniornya dan sama DPJP-nya itu. Kata DPJP-nya suruh mengundurkan diri. Anak saya itu kan dapat beasiswa. Kalau memang anak saya tidak bisa, tidak mampu segera di-drop out," ujarnya.
"Jangan disuruh mengundurkan diri. Kenapa harus mengundurkan diri? Anak saya itu mampu kalau secara berpikir itu mampu. Anak saya itu pintar," imbuh dia.
Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.
(apl/ahr)