Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita mengungkap fakta baru. Uang setoran fee proyek itu diberikan dengan kantong plastik alias kresek dengan pecahan mulai Rp 2 ribuan.
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini menghadirkan staf bos PT Chimarder77, Martono, yang disebut sebagai pemberi gratifikasi ke Mbak Ita. Staf itu bernama Lina yang mengaku menerima titipan uang dari tiga orang yaitu Koordinator Kecamatan Semarang Timur Siswoyo, Koordinator Kecamatan Gunungpati Sapta, dan Koordinator Kecamatan Candisari Gatot.
Kemudian saksi lainnya yakni Ade Irma Nugriyani selaku kasir pembukuan keuangan Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) Semarang, serta Buyung selaku Kepala Sekretariat Gapensi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang, Lina mengaku menerima titipan pada akhir tahun 2023. Dia mengaku mendapatkan titipan dalam bentuk tas kresek.
"Pada waktu itu (perintah menerima sesuatu) nggak disampaikan secara klir. Saya terima (titipan) dalam bentuk tas kresek. Tas saja, ada isinya, cuma saya nggak buka isinya. (Isinya) Uang, nggak tahu jumlahnya," kata Lina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kecamatan Semarang Barat, Senin (2/6/2025).
"(Sebelum Siswoyo datang ada arahan?) Nanti Pak Sis datang dan Pak Sapto, tapi nggak bilang uang, cuma bilang 'titipannya diterima'. Pakai kresek, nggak ada yang pakai amplop, semua kresek karena jumlahnya besar," lanjutnya.
Ia mengatakan uang yang diterimanya itu tak dimasukkan dalam pembukuan PT Chimarder77. Kemudian dia diminta Martono untuk ikut menghitung uang yang sebelumnya sudah diterima Martono.
"Pada akhirnya saya tahu ada pecahan. Pecahannya Rp 100 ribuan. Kalau jumlah per plastik nggak tahu, tapi di akhir saya diajak menghitung," ungkap Lina.
"Kemudian dikeluarkan semua, (pecahan uang) dari mulai Rp 2-100 ribu, seingat saya ada Rp 1,14 atau Rp 1,4 miliar. (Uang untuk apa?) Nggak pernah disampaikan beliau. (Untuk Mbak Ita atau Alwin?) Nggak pernah disampaikan," lanjut Lina saat dicecar hakim ketua.
Uang tersebut kemudian disimpan di lemari Martono. Setelahnya, Lina mengaku mendapat perintah untuk membeli beberapa barang dengan uang itu.
"Dari uang itu saya pernah diminta beli selimut, kasur, dan kebutuhan sembako saat ada banjir di (Perumahan) Dinar Emas. Sembako beberapa kali pesan. Saya yang ambil (uang) dari lemari itu," tuturnya.
Selengkapnya keterangan saksi dari Gapensi soal setoran proyek.
Hal senada disampaikan saksi Irma. Ia juga mengaku sempat menerima uang tunai dari Damsrin selaku Koordinator Kecamatan Tugu, Hamid selaku Koordinator Kecamatan Banyumanik, dan Budi selaku anggota Gapensi yang ditunjuk Siswoyo untuk mengerjakan paket pekerjaan.
"Bu Damsrin Rp 65 juta, Pak Hamid Rp 100 juta, Pak Budi Rp 100 juta. Bilang ini titip untuk Pak Martono, untuk paket pekerjaan. Saya kurang tahu pekerjaan apa, uang saya taruh di brankas," ungkap Irma.
Hakim Ketua Gatot Sarwadi lalu membacakan keterangan Irma dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP itu Irma menyebut uang itu adalah uang yang diberikan kepada Pak Martono agar ketiga orang sebagai fee proyek.
Ia mengatakan para pemberi tak menjelaskan uang tersebut untuk proyek apa. Irma mengaku hanya langsung menghubungi Martono untuk menginformasikan bahwa titipan sudah ia terima.
"(Kok bisa tahu jumlah uang?) Waktu menyerahkan bilang 'Mbak, saya titip sekian, tiga orang itu yang bilang," ungkap Irma.
Sebelumnya diberitakan, Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.
"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4/2025).
"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.
Selain itu, Mbak Ita dan Alwin pun didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp 3,75 serta didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri senilai Rp 3 miliar.
Total, Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.