Kerasnya 'Pasal Anestesi' di PPDS Undip Berujung Calon Dokter Spesialis Depresi

Terpopuler Sepekan

Kerasnya 'Pasal Anestesi' di PPDS Undip Berujung Calon Dokter Spesialis Depresi

Tim detikJateng - detikJateng
Minggu, 01 Jun 2025 10:27 WIB
ilustrasi anestesi
Ilustrasi. (Foto: thinkstock)
Solo -

Sidang perdana kasus bullying berujung tewasnya dr Aulia digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Jalannya sidang mengungkap arogansi senior di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) yang tertuang dalam 'pasal anestesi'.

Sidang yang digelar pada Senin (26/5) ini menghadirkan terdakwa dr Taufik Eko Nugroho selaku eks Kaprodi PPDS Anestesi Undip dan Sri Maryani selaku staf administrasi dalam sidang terdahulu. Dilanjutkan sidang dengan terdakwa Zara Yupita Azra, senior di PPDS Anestesi Undip.

Arogansi senior PPDS Anestesi Undip yang terangkum dalam 'pasal anestesi' itu diungkapkan jaksa penuntut umum (JPU) Sandhy Handika. Awalnya jaksa mengatakan Zara merupakan kakak pembimbing (kambing) mendiang dr Aulia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zara yang saat itu merupakan angkatan 76 PPDS Anestesi Undip, memberikan materi kepada Aulia dan teman-teman angkatan 77 PPDS Anestesi Undip melalui Zoom Meeting pada Juni 2022.

"Dalam pertemuan tersebut dr Zara Yupita Azra memberikan arahan dan perintah kepada angkatan 77 mengenai adanya sistem operan tugas berupa makan prolong, joki tugas, dan keperluan-keperluan lainnya," kata Shandy di PN Semarang, Senin (26/5/2025).

ADVERTISEMENT

Shandy juga menyampaikan pasal anestesi dan tata krama anestesi yang wajib dilaksanakan. Isi pasal anestesi tersebut yakni senior selalu benar, bila senior salah kembali ke pasal 1, hanya ada 'ya' dan 'siap', yang enak hanya untuk senior, bila junior dikasih enak tanpa tanya 'kenapa?' mencerminkan kondisi bahwa junior seharusnya tidak mendapatkan kemudahan, jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami.

Ada pula tata krama anestesi yang harus ditaati mahasiswa. Mulai dari izin bila bicara dengan senior, semester nol hanya bisa bicara dengan semester satu, dilarang bicara dengan semester di atasnya, harus senior yang bertanya langsung, haram hukumnya semester nol bicara dengan semester dua tingkat ke atas.

"Terdakwa dr Zara Yupita menyampaikan, 'kalian sudah tahu pasal anestesi itu apa? Itu dihafalkan di pedoman itu paten di anestesi'," ujar Shandy.

Bayari Makan hingga Joki Tugas Senior

Dalam dakwaannya, Shandy menyebut Zara mendoktrin mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 77 untuk menerapkan pasal dan tata krama anestesi. Ada juga operan tugas bagi mahasiswa PPDS untuk menyediakan makan prolong, logistik, transportasi, hingga mengerjakan tugas ilmiah senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

"Bahwa makan prolog sendiri adalah istilah yang digunakan untuk makanan yang disediakan bagi seluruh pasien senior dan atau dokter penanggung jawab pelayanan DPJP yang masih bertugas di atas jam 18.00 WIB di RSUP dr. Kariadi," jelas Shandy.

Berdasarkan bukti transfer dalam rekening mendiang Aulia dan teman seangkatannya, transfer dana untuk keperluan makan prolong ini dilakukan secara rutin selama kurang lebih 6 bulan. Total uang yang terkumpul Rp 766 juta.

"Rekening atas nama Aulia Risma Lestari sebesar Rp 494.171.000. Dari rekening atas nama Bayu Ardibowo sebesar Rp 272.500.000. Total Rp 766 juta," ungkap Shandy.

Ada pula bukti transfer untuk membayar joki tugas buat menyelesaikan tugas para senior. Dengan sistem joki tugas ini, angkatan 77 diwajibkan membayar pihak ketiga yang akan mengerjakan tugas-tugas akademik senior mereka.

"Total (transfer pembayaran ke pihak ketiga) Rp 98.058.500," ungkapnya.

Terungkap soal perkataan kasar dan hukuman fisik, di halaman selanjutnya.

Kata Kasar-Hukuman Fisik

Shandy mengatakan, senioritas yang didoktrinkan Zara melalui pasal anestesi dan tata krama anestesi itu merupakan bentuk identifikasi psikologis dan ancaman terselubung kepada angkatan 77.

Zara dan angkatan 76 disebut pernah melakukan evaluasi kepada angkatan 77 pada Juli 2022. Ia disebut melontarkan kata-kata kasar serta menghukum dokter Aulia dan kawan-kawan.

"Mengumpulkan angkatan 77 di basecamp 76 setiap mereka melakukan kesalahan di mana angkatan 77 diberikan hukuman berupa berdiri kurang lebih selama 1 jam dan difoto. Foto tersebut kemudian dilaporkan kepada grup 23 anestesi," paparnya.

"Setelah hukuman berdiri, angkatan 77 dipersilakan duduk untuk dilakukan evaluasi dari jam 02.00 WIB sampai dengan jam 03.00 WIB," lanjut Shandy.

Shandy mengungkapkan, jika angkatan 77 terus melakukan kesalahan, mereka akan terus dihukum di waktu istirahat mereka. Zara juga disebut mengutarakan pesan teks yang intimidatif, termasuk akan mempersulit hidup Aulia.

"Terdakwa mengancam akan mempersulit hidup almarhum Aulia Risma hingga keluar dari program anestesi jika terdakwa atau seniornya sampai mendapat hukuman karena kesalahan almarhum Aulia Risma," ujarnya.

"Jika terdakwa sampai kena hukuman tambah jaga dan jaga full satu bulan, maka tidak hanya almarhum Aulia Risma yang akan diajukan ke senior untuk menerima hukuman tapi semua angkatan," imbuh Shandy.

Shandy menyampaikan, relasi kuasa antara senior dan junior memiliki pengaruh signifikan terhadap perjalanan akademik junior di PPDS Anestesi Undip. Doktrin dan sistem senioritas ini secara efektif berfungsi sebagai ancaman kekerasan psikologis.

"Yang membuat angkatan 77 terpaksa menyerahkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan keinginan senior," tuturnya.

Rangkaian ancaman kekerasan dari pasal anestesi dan tata krama anestesi juga dikatakan berdampak buruk terhadap mendiang Aulia, yang kata Shandy, mengakhiri hidup akibat kekerasan psikis selama di PPDS Anestesi Undip.

"Dapat disimpulkan kalau faktor utama yang ditemukan pada almarhum dokter Aulia Risma adalah hilangnya rasa kepercayaan diri, frustrasi, ketakutan yang mendalam, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan berkontrol serta penghayatan ketidakberdayaan," terangnya.

"Dampak ini menjadi masalah psikologis yang serius, mengarah pada gangguan suasana hati depresi yang berujung pada tindakan mengakhiri hidupnya sendiri," lanjutnya.

Akibat perbuatannya, Zara didakwa Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan, Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Terdakwa Tak Ajukan Eksepsi

Adapun pihak terdakwa tak mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal itu disampaikan kuasa hukum terdakwa, Kaerul Anwar.

"Kenapa tidak mengajukan eksepsi? Kita paham eksepsi itu kan ada formal dan materiel. Formal itu menyangkut substansi identitas terdakwa. Itu sudah klir, nggak ada masalah," kata Kaerul usai persidangan di PN Semarang, Senin (26/5/2025).

"Kemudian kalau materielnya itu kan mengenai konstruksi dakwaan. Kalau itu bagi saya bukan substansi pokok perkara. Makanya kita ingin lebih cepat untuk disidangkan pokok perkaranya. Yang kita uji adalah faktanya di persidangan," lanjutnya.

Ia menyebut, eksepsi dengan alasan dakwaan kabur atau yang lain hanya akan mengulur waktu, sehingga pihaknya menegaskan akan fokus tetap kepada pokok perkara.

"Makanya kita tidak akan eksepsi masalah itu. Ya, kalau hanya dakwaan kabur dan lain sebagainya, itu hanya menunda waktu, tidak akan menghentikan proses," tuturnya.

Ia mengatakan, juga akan menghadirkan saksi dari mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 76 dan 78.

"Biar nanti semua terungkap terang-benderang yang sebenarnya seperti apa yang terjadi. Jadi tidak seperti yang mungkin selama ini diinfokan oleh pihak lain. Kita ingin biar nanti fakta persidangan aja yang menyuarakan," tegasnya.

"Coba diperhatikan. Dokter Taufik, Bu Sri Maryani, dakwaannya Pasal 378 penipuan. Apa kaitannya dengan meninggalnya almarhum?" ujarnya.

Menurutnya, harus ada pembuktian bahwa korban dokter Aulia tewas karena bunuh diri. Hal itu, kata Kaerul, belum pernah diterangkan pihak penyidik dari kepolisian.

"Menkes pernah statement di awal bahwa almarhum meninggal dunia karena bunuh diri. Itu yang harus dibuktikan," tegasnya.

"Kepolisian sampai dengan hari ini tidak pernah ada statement yang menerangkan dia bunuh diri," lanjutnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Geger 4 Bocah Dirantai di Boyolali, Dititipkan ke Tersangka untuk Ngaji"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/aku)


Hide Ads