Bos konfeksi pria inisial SG (55) di Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap sejumlah pekerjanya. Kasus ini terungkap setelah korban melapor ke polisi.
Kasat Reskrim Polres Pemalang AKP Andika Oktavian dalam siaran pers tertulis yang diterima detikJateng, mengatakan SG diduga melakukan perbuatannya sebanyak tiga kali di dalam rumahnya yang juga menjadi tempat kerja korban di Desa Glandang, Bantarbolang.
"Perbuatan tersangka diduga dilakukan sebanyak tiga kali, yakni pada 12 Mei 2024, yang kedua 15 Mei 2024, dan terakhir pada 18 Mei 2024," jelas Andika, Sabtu (18/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibat perbuatan tersangka, korban memutuskan berhenti bekerja pada 18 Mei 2024," ujar Andika.
Korban menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada suaminya yakni UH. Kemudian mereka melapor ke kepolisian.
"Karena tidak terima dengan perbuatan tersangka, kemudian korban bersama suaminya melaporkan kejadian tersebut ke Polres Pemalang," imbuhnya.
Atas perbuatannya, SG dijerat dengan Pasal 15 huruf d Jo Pasal 6 huruf a, b dan c UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.
"Dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun," pungkasnya.
Rentetan Pelecehan Seks Bos Konveksi
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum korban, Febry Gunawan, mengatakan peristiwa yang dialami korban di tempat kerjanya yang juga rumah SG.
Hal itu disampaikannya saat ditemui detikJateng di rumah korban, Sabtu (18/1). Pertemuan ini dengan MD didampingi suami, perangkat desa, dan kuasa hukumnya.
Febry mengatakan, peristiwa pertama pada Minggu, 12 Mei 2024, pukul 07.15 WIB di dapur rumah SG. Saat ambil air minum, MD disebut dipeluk dari belakang oleh SG.
Pada Rabu 15 Mei 2024, pukul 07.00 WIB, MD mendapatkan perlakuan yang lebih kejam dari SG. Saat berangkat kerja, di ruang jahit sudah ada SG, tangan korban ditarik ke kamar mandi. MD pun dicabuli dan diancam akan dibunuh jika mengungkap peristiwa yang dialaminya.
Tak berhenti di situ, pada Sabtu (18/5), MD nyaris diperkosa. Peristiwa yang dialami MD ini sempat dimediasi di kantor Desa Glandang, namun tidak membuahkan hasil.
"Benar, kasus MD dan SG pernah dimediasi, namun tidak ada solusi. Saat itu SG justru menantang untuk dilaporkan ke polisi," ujar Perangkat Desa Glandang, Sigit.
Saat mediasi, SG justru menantang korban untuk melaporkan ke pihak kepolisian, dengan dalih dirinya juga mempunyai kenalan di kepolisian. Sigit menyebut MD terbilang berani dibandingkan ketiga korban lainnya.
"Dari korban satu, dua dan tiga, tidak berani laporan ke polisi, karena pelaku keluarga polisi, anak pelaku polisi. Ini, korban MD, cukup berani. Kita berharap polisi juga bisa bekerja secara profesional," ujar Sigit.
Hasil mediasi tidak membuahkan hasil, pada Juni 2024, korban dengan diantar suaminya dan pihak desa, mengadu ke kantor polisi.
"Kami berharap kasus terus berlanjut. Kami menolak untuk damai atau apa pun bentuknya. Kasus berlanjut," kata UH, suami MD.
Setelah menjalani serangkaian proses, laporan polisi baru keluar pada Oktober 2024, LP/B/71/X/2024/SPKT/POLRES PEMALANG/ POLDA JAWA TENGAH, Tanggal 17 Oktober 2024.
Kuasa hukum MD, Febry Gunawan, menambahkan pada Desember, keluar surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) nomor B/244/XII/2024/Reskrim, yang menjelaskan penyidik sudah meningkatkan status terlapor yakni SG menjadi tersangka.
"Pada Desember SG sudah tersangka, namun belum juga ditahan. Alasannya, SG kooperatif. Kemudian kita datangi Mapolres dan SG ditahan pada Januari, Senin (13/1)," kata Febry.
(rih/ams)