Pelaku dan Korban Perkosaan di Purworejo Dinikahkan, Pakar: Harusnya Dihindari

Pelaku dan Korban Perkosaan di Purworejo Dinikahkan, Pakar: Harusnya Dihindari

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 11 Nov 2024 20:37 WIB
Stop violence against women, Human rights day, freedom concept, alone, sadness, emotional.
Ilustrasi korban kekerasan seksual. Foto: istock
Semarang -

Kriminolog dari Universitas Diponegoro (Undip), Budhi Wisaksono, menyoroti kasus pemerkosaan anak di Kabupaten Purworejo. Ia menilai, pernikahan siri antara korban dengan pelaku pelecehan seksual seharusnya dihindari.

Diketahui, dua kakak beradik di Purworejo menjadi korban pemerkosaan oleh sejumlah orang dan melaporkan kasus itu ke polisi pada pertengahan 2023 lalu. Usai dilaporkan, sempat ada mediasi dari pihak keluarga korban dan pelaku.

Hasil mediasi itu membuahkan kesepakatan untuk menikahkan korban dan pelaku. Kini, kasus tersebut tengah ditangani oleh Polda Jateng dan tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budhi pun mengaku miris dengan adanya keputusan menikahkan korban dengan pelaku pemerkosaan itu. Sebab, pernikahan siri antara korban dan pelaku justru berpotensi menimbulkan permasalahan baru.

"Masa mau menikah dengan orang yang tidak mampu menahan nafsu birahinya, apalagi pemerkosaan itu terhadap dirinya," kata Budhi saat dihubungi detikJateng, Senin (11/11/2024).

ADVERTISEMENT

Dosen Fakultas Hukum itu pun mengatakan, seorang yang menikah seharusnya didasari oleh cinta. Hal tersebut dinilai tak bisa ditemukan dari kasus pemerkosaan.

"Kalau ada pemerkosaan, itu artinya ada penolakan dari salah satu pihak. Di samping pemaksaan dari pihak lainnya," jelasnya.

Keputusan pernikahan siri ini, menurut Budhi menjadi salah satu bukti bahwa pendidikan seksual di Indonesia masih kurang. Terlebih, edukasi seks kerap kali masih dianggap tabu di Indonesia.

"(Korban) Tidak bisa menghargai dirinya sebagai seorang perempuan terhormat. Di lain waktu, si lelaki itu pun sangat bisa melakukannya terhadap perempuan lainnya," jelasnya.

"Kalau soal sudah menikah itu tergantung dari penegak hukum, dapat menerima status nikah itu apa tidak," sambung Budhi.

Ia juga menyayangkan kasus yang terjadi pada 2022-2023 itu baru diusut pihak kepolisian tahun 2024, saat korban sempat menikah siri dengan pelaku.

"Kalau kejadiannya sudah lama, biasanya sulit untuk mendapatkan bukti hukum yang akurat (misalnya visum et repertum-nya)," jelasnya.

Dari kasus yang menimpa kakak adik di Purworejo itu, Budhi meminta keluarga dan korban kekerasan seksual untuk lebih tegas dalam menindak kasus kekerasan seksual. Jika mendapati kekerasan seksual, korban sudah seharusnya langsung melaporkan perbuatan tidak menyenangkan itu kepada pihak kepolisian.

"Tergantung bentuk atau jenis pelecehan seksualnya. Kalau itu pemerkosaan, segera laporkan ke polisi agar bisa segera divisum et repertum oleh pihak kesehatan untuk dijadikan bukti konkret dan kuat berdasarkan hukum yang berlaku," tegasnya.

Ia meminta agar para korban kasus kekerasan seksual tak terlena pelaku jika berjanji untuk menikahi dirinya. Sebab, dengan melakukan kekerasan seksual, membuktikan pria tersebut tak bisa menahan hawa nafsunya.

"Yang seperti itu pun seharusnya dihindari oleh pihak perempuannya," pungkas Budhi.

Selengkapnya di halaman berikutnya...

Pernikahan Korban-Pelaku Disorot Menteri PPPA

Untuk diketahui, kasus pemerkosaan kakak beradik itu terjadi pada 2023. Pengacara Hotman Paris sempat mengunggah soal kasus itu di media sosialnya.

Sempat ada proses mediasi dan nikah siri oleh keluarga korban. Kasus yang tadinya ditangani Polres Purworejo itu kemudian diambil alih Polda Jateng.

Menteri PPPA, Arifah Fauzi, turut mendatangi Mapolda Jateng hari ini untuk meninjau jalannya kasus Purworejo yang sempat viral karena korbannya kakak adik. Ia berharap kasus diungkap tuntas termasuk jika ada pelaku lain.

"Kami dari Kementerian berharap kasus diungkap tuntas termasuk jika ada pelaku lainnya," tegas Arifah.

Arifah juga menegaskan bahwa pernikahan siri seharusnya tidak dilakukan apalagi antara korban dengan pelaku kekerasan seksual.

"Pernikahan siri tidak pernah diizinkan. Sebenarnya tidak ada pernikahan siri. Kasus ini harusnya tetap proses hukum, ditindak lanjuti. Selesainya tidak dinikahkan siri. Harus diselesaikan," kata Arifah, di Mapolda Jateng.

Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Jawa Tengah, Brigjen Agus Suryonugroho, mengatakan ada dua laporan dalam kasus tersebut, yaitu nomor 44 dan nomor 45. Dia menjelaskan terkait kasus pertama dengan korban di bawah umur saat kejadian dan pelaku inisial A (saat kejadian berusia 17-18 tahun).

"LP nomor 44 kejadian di rumah kosong di Kabupaten Purworejo. A melakukan persetubuhan lima kali mulai pertengahan 2022 sampai Juni 2023," kata Agus.

Modus yang dilakukan ialah merayu korban dengan mengajak berbincang dalam kamar rumah kosong milik pamannya. Hal itu dilakukan lima kali.

Kemudian terkait laporan nomor 45, Agus menjelaskan korban berusia 16 tahun saat kejadian. Sedangkan tersangkanya ada dua, yaitu P (berusia 15 tahun saat kejadian) dan F (berusia 14 tahun saat kejadian).

Peristiwa terjadi 16 Januari 2024 di sebuah warung kosong dekat persawahan. Awalnya mereka bertiga main ke Alun-alun Purworejo. Saat pulang naik motor dengan berboncengan tiga, korban kemudian diperkosa di sebuah warung kosong.

"Korban minta diantar pulang. Ternyata P dan F ini tidak lewat jalan biasanya. Persetubuhan terjadi di warung kosong. Kemudian diketahui oleh pemilik warung dan dilaporkan ke perangkat desa," jelasnya.

Salah satu pelaku ternyata memiliki kebutuhan khusus mental, inisial F.

Halaman 2 dari 2
(afn/apl)


Hide Ads