Pada sebuah sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tidak jarang istilah dissenting opinion akan muncul. Namun, mungkin ada sebagian kalangan masyarakat yang masih belum mengetahui apa itu dissenting opinion?
Menurut Collins Dictionary, dissenting opinion merupakan istilah dalam bidang hukum yang biasanya digunakan pada pengadilan banding. Istilah dissenting opinion sendiri dapat diartikan sebagai pendapat yang dapat diajukan oleh hakim yang merasa tidak setuju dengan keputusan yang telah diambil secara mayoritas dalam sebuah perkara.
Meskipun dissenting opinion menjadi istilah yang mungkin cukup asing bagi sebagian masyarakat Indonesia, tetapi hal tersebut berlaku dalam peradilan yang ada di Indonesia. Lantas seperti apa wujud dissenting opinion dalam persidangan? Agar dapat memahami terkait hal tersebut secara lebih detail, detikJateng telah merangkum informasinya. Mari simak penjelasannya di bawah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Dissenting Opinion
Selain pengertian yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat pengertian dissenting opinion secara mendetail yang dipaparkan oleh sejumlah pendapat ahli. Dikutip dari buku Hukum Acara Pidana karya Rahmat Hi. Abdullah dan Abdul Mutalib, disampaikan mengenai beberapa pengertian dissenting opinion.
Salah satunya berasal dari Artidjo Alkostar yang menyebut bahwa dissenting opinion adalah perbedaan pendapat hakim dengan hakim yang lain. Kemudian Bagir Manan menyatakan pengertian dissenting opinion sebagai pranata yang dimaksudkan untuk membenarkan perbedaan pendapat hakim yang cenderung termasuk dalam minoritas terkait dengan putusan yang ada di pengadilan.
Sementara itu, dipaparkan dalam buku Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan yang disusun oleh Tata Wijayanta dan Hery Firmansyah, pengertian dissenting opinion adalah lembaga perbedaan pendapat. Dikatakan pada negara-negara yang menggunakan sistem hukum dissenting opinion, selain berfungsi sebagai pelaksana hukum, hakim juga memiliki fungsi sebagai pembentuk hukum. Hal ini dikarenakan hakim memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan hukum di pengadilan.
Kemudian disampaikan bahwa dissenting opinion yang berisikan ketidaksetujuan pendapat tidak jarang terdiri dari sejumlah pendapat yang didasarkan pada beberapa alasan. Baik itu dalam hal perbedaan mengenai interpretasi mengenai kasus hukum, prinsip-prinsip yang berbeda, hingga interpretasi terkait fakta-fakta yang tengah diperiksa.
Perbedaan Dissenting Opinion di Pengadilan dan Mahkamah Konstitusi
Selain diterapkan di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK), dissenting opinion ternyata dapat berlaku di Pengadilan Niaga. Namun demikian, terdapat perbedaan dissenting opinion di pengadilan dan juga MK.
Dijelaskan dalam buku Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Tataran Reformasi Ketatanegaraan Indonesia karya Teuku Saiful Bahri Johan, dissenting opinion biasanya lebih sering dijumpai pada Pengadilan Niaga dan MK. Keduanya memiliki perbedaan dari model pencantumannya.
Apabila di Pengadilan Niaga model pencatuman dissenting opinion terpisah dari putusan, lain halnya dengan MK. Pada MK, dissenting opinion adalah bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Hal inilah yang membedakan penerapan dissenting opinion di Pengadilan Niaga dan MK.
Contoh Dissenting Opinion
Lantas seperti apa contoh dissenting opinion dalam penerapannya di peradilan Indonesia? Masih dikutip dari buku sebelumnya, salah satu contoh penerapan dissenting opinion pernah terjadi di Indonesia pada Juni 2001 silam. Ini melibatkan kasus Bank Bali yang jalannya perkara dipimpin oleh Hakim Agung bernama Artidjo Alkostar.
Pada saat itu Artidjo Alkostar melakukan dissenting opinion. Diketahui bahwa Majelis Kasasi memutuskan pembebasan terhadap Joko S. Tjandra yang merupakan terdakwa dari tindak korupsi pada kasus Bank Bali.
Artidjo Alkostar yang termasuk sebagai anggota Majelis pun mengeluarkan dissenting opinion atas putusan tersebut yang didukung oleh dua anggota Majelis lainnya. Melalui dissenting opinion inilah Hakim Agung Artidjo Alkostar yang saat itu masih menjabat memutuskan untuk mengungkap perbedaan pendapat atas putusan kasus Bank Bali kepada masyarakat secara terbuka.
Selain kasus Bank Bali yang terjadi di tahun 2001, ada contoh dissenting opinion lainnya yang pernah diterapkan di Indonesia pada tahun 2002 silam. Masih merujuk dari buku yang sama, terdapat kasus yang melibatkan permohonan kepailitan yang diajukan oleh PT. Bank Niaga Tbk kepada PT Barito Pacific Timber Tbk.
Mahkamah Agung (MA) saat itu mengeluarkan putusan kasasi sekaligus dissenting opinion yang menolak permohonan tersebut. Diketahui bahwa dissenting opinion dalam kasus itu diajukan oleh seorang Hakim Agung. Alih-alih mengungkapkan siapa sosok yang berpendapat melalui dissention opinion, nama Hakim Agung justru tidak pernah diungkap identitasnya.
Tak hanya dua kasus yang telah disebutkan sebelumnya, contoh penerapan dissenting opinion juga dapat dilihat dari proses sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden di tahun 2024 ini. Dilansir detikNews, setidaknya ada tiga orang hakim MK yang menyampaikan perbedaan pendapat mereka melalui dissenting opinion.
Ketiga hakim yang dimaksudkan adalah Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, dan Saldi Isra. Namun, dissenting opinion yang telah diajukan oleh ketiga hakim tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap putusan yang telah ditetapkan oleh MK. Hal ini dikarenakan putusan MK dianggap sebagai hal yang bersifat mengikat dan sudah final.
Itulah tadi rangkuman penjelasan mengenai apa itu dissenting opinion yang dilengkapi dengan perbedaan penerapan di pengadilan dan Mahkamah Konstitusi, hingga contohnya. Semoga informasi ini mampu menjawab rasa penasaran dari detikers, ya.
(ahr/ahr)