Siswa pelaku pembacokan guru Madrasah Aliyah (MA) di Demak tidak didampingi kedua orang tuanya dalam setiap persidangan. Pelaku anak itu didampingi bibinya. Penasihat hukum mengungkap kedua orang tua siswa itu tidak cakap hukum.
"Ya makanya ini walinya bukan bapak ibunya, tetapi bibinya. Karena bapak ibunya anak dua-duanya tidak cakap hukum," kata pengacara pelaku anak, Qonik Hajah Masfuah usai sidang agenda tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Demak, Jumat (27/10/2023).
Sementara itu bibi pelaku, inisial J (49) mengatakan ia merupakan adik dari ayah pelaku anak. Ia menuturkan bahwa kedua orang tua dari keponakannya tersebut penyandang disabilitas.
"Maaf Mas, kedua orang tuanya itu keterbelakangan mental. Bapaknya tuli, ibunya tidak seratus persen normal," ujarnya ditemani suaminya saat menghadiri sidang tuntutan keponakannya.
Dalam persidangan tersebut anak pelaku dituntut JPU 3 tahun penjara. Yakni berdasarkan Pasal 355 ayat 1 KUHP, Sistem Peradilan Anak SPPA dan sejumlah pertimbangan yang meringankan pelaku anak.
Sidang tuntutan tersebut digelar secara tertutup dan dihadiri sejumlah pihak. Yaitu anak pelaku, penasihat hukum pelaku, JPU, Bapas Semarang, Pendamping Sosial, dan bibi pelaku anak.
Sekolah Sambil Jual Nasgor
Diberitakan sebelumnya, siswa MA di Demak membacok gurunya hingga terluka parah. Sempat kabur, pelaku ditangkap saat tengah bersembunyi di wilayah Grobogan.
Kasat Reskrim Polres Demak AKP Winardi saat rilis kasus pada Selasa (26/9) lalu mengatakan pembacokan itu terjadi akibat kekecewaan pelaku yang dilarang untuk mengikuti ujian tengah semester. Siswa itu dilarang ikut ujian karena belum mengerjakan tugas dari sekolah.
Menurut Winardi, berdasarkan hasil keterangan yang diperoleh, selama ini pelaku memang harus bersekolah sambil membantu keluarganya untuk mencari nafkah. Remaja itu bekerja dengan berjualan nasi goreng.
"Memang si pelaku dalam kesehariannya pelaku membantu keluarga untuk jualan nasi goreng. Dia bekerja," kata Winardi.
(aku/rih)